Ekonomi Tumbuh Positif, Sawit dan Migas Jadi Tantangan
Riaumandiri.co - Berkat sinergi dan inovasi kebijakan yang telah ditempuh oleh Pemerintah Provinsi, instansi vertikal serta para pelaku usaha, pada realisasi Ekonomi Riau triwulan II 2024 menunjukan pertumbuhan positif.
Kepala Kantor Perwakilan Wilayah (KPw) Bank Indonesia Provinsi Riau, Panji Achmad dalam acara Bincang Ekonomi dan Diseminasi Dukung Akselerasi Ekonomi Riau (Bedelau), Kamis, 10 Oktober 2024 kemarin, menjelaskan bahwa perekonomian Riau tumbuh sebesar 3,70 persen secara y-on-y, hal tersebut lebih tinggi dari realisasi triwulan sebelumnya sebesar 3,42 persen. Pencapaian itu membuat negeri lancang kuning sebagai provinsi dengan PDRB terbesar kedua di luar Jawa dengan kontribusi 4,99 persen terhadap total PDRB se-Nasional.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi Riau terutama ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Daya beli masyarakat Riau relatif terjaga didukung oleh harga komoditas sawit yang meningkat.
Momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan liburan sekolah juga turut mendorong aktivitas konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2024. Di sisi lain, permintaan eskternal terpantau masih melemah yang tercermin dari kinerja ekspor luar negeri yang masih terkontraksi pada triwulan laporan.
Didukung oleh perekonomian yang solid, Riau menjadi magnet bagi investor dalam dan luar negeri. Pada semester I 2024, investasi yang ditanamkan di Riau, baik yang bersifat modal asing maupun dalam negeri mencapai Rp53,1 triliun, meningkat 8,37 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Aktivitas tersebut telah memberikan ruang baru bagi 60.515 tenaga kerja dan sekaligus menjadikan Riau sebagai provinsi dengan investasi terbesar ke-6 secara nasional.
Dari sisi lapangan usaha, output sektor ekonomi Riau mencatatkan kinerja yang baik, terutama pada komoditas pulp dan kertas. Di sektor hulu, peningkatan produksi hasil hutan mendorong peningkatan kinerja subsektor kehutanan. Di sektor hilir, ekspansi yang dilakukan oleh korporasi pulp dan kertas mendorong kinerja industri kertas. Hal ini juga tercermin dari peningkatan volume ekspor komoditas kertas/karton.
Perkembangan perekonomian tersebut, tidak terlepas dari dukungan industri perbankan yang hingga Agustus 2024, mampu memberikan kredit dan pembiayaan sebesar Rp154,20 Triliun atau tumbuh 12,62 persen y-to-y.
Di sisi inflasi, pada September 2024, Provinsi Riau tercatat mengalami deflasi sebesar 0,33 persen secara m-to-m, melanjutkan tren deflasi yang terjadi sejak Juni 2024. Deflasi Riau terutama didorong oleh penurunan harga komoditas hortikultura, a.l cabai merah dan cabai rawit seiring dengan meningkatnya pasokan aneka cabai pada periode panen di daerah sentra produksi seperti Sumbar, Sumut, dan Jawa.
Upaya pengendalian inflasi terus dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bersinergi dan berkoordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), salah satunya melalui program strategis Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk mendorong tercapainya Kerangka 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif) sehingga dapat menjaga inflasi tetap berada dalam sasaran.
Namun demikian saat diwawancara oleh wartawan, Kepala BI Riau, Panji Achmad mengaku dibalik tumbuhnya perekonomian Riau ke arah positif saat ini ada resiko kedepan yang akan menanti. Ia menyebut kan bahwa ada dua komoditi yang bakal menjadi tantangan terbesar bagi ekonomi Riau kedepannya yakni Sawit dan Migas.
Panji mengaku, tantangan yang bakal dihadapi yaitu terkait dengan penurunan produksi yakni dimana diketahui banyak tanaman sawit di Riau telah berusia tua. Hal tersebut lantaran realisasi replanting atau peremajaan sawit milik rakyat masih tergolong rendah dimana akibat belum terpenuhinya legalitas lahan dan akses pembiayaan untuk replanting yang masih terbatas.
"Kami melihat beberapa hal yang menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas makroekonomi Riau, khususnya terkait penurunan produktivitas pada lapangan usaha utama (Sawit dan Migas)," ujar Panji.
“Sawit di Riau banyak yang sudah tua, ditambah dengan kurang optimalnya pemupukan, terutama di perkebunan rakyat yang menguasai sekitar 60 persen lahan sawit,” terang Panji.
Panji menambahkan, selain di sektor komoditi sawit, Migas juga menjadi alaram bagi ekonomi Riau dimana produksi pertahunnya turun 8 hingga 12 persen.
Meski demikian, BI Riau tetap optimis bahwa perekonomian Bumi Lancang Kuning akan terus tumbuh, dimana pihaknya terus melakukan berbagai upaya seperti menjaga stabilitas dengan meningkatkan investasi di Riau.