Pemprov Bentuak Satgas Guna Penyelesaian Permasalahan Masyarakat dengan Perkebunan Sawit

Pemprov Bentuak Satgas Guna Penyelesaian Permasalahan Masyarakat dengan Perkebunan Sawit

Riaumandiri.co - Pemerintah Provinsi Riau, mulai membentuk di satuan tugas (Satgas) menyelesaikan permasalahan yang terjadi di perusahaan sawit dengan masyarakat. Gubernur Riau, Edy Natar Nasution, memastikan pembentukan Satgas bersama perusahaan kelapa sawit, Bupati, Walikota dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Provinsi Riau, dan menyepakati pembentukan Tim Satgas dengan skala yang lebih besar.

Gubernur Riau, Edy Natar mengatakan, Tim Satgas ini dibentuk agar setiap persoalan yang berkaitan berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit di Riau dapat inventarisasi, sehingga upaya penanganan setiap persoalan dapat dilakukan lebih serius. Ia mengatakan dari diskusi ini diketahui ada banyak persoalan yang berkaitan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau yang belum terselesaikan. Bahkan beberapa masalah baru juga muncul.

“Tim Satgas ini skalanya lebih besar dari Tim Terpadu Internal yang sebelumnya sudah dibentuk, dan di dalamnya akan melibatkan aparat penegak hukum (APH). Rapat ini formulasinya akan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Bekerjanya akan lebih maksimal. Di pusat juga sudah ada tim terpadu. Apa yang akan dilakukan dilakukan akan sejalan dengan daerah. Persoalan ini bisa dikatakan lebih baik lagi,” ujar Gubri Edy Natar, Rabu (24/1).


Dijelaskan Gubri, perlu ada Tim Satgas dengan kapasitas lebih besar yang melibatkan semua stakeholder, mengingat persoalan ini tak mungkin bisa diselesaikan oleh Pemprov Riau. Ia menegaskan tim ini nantinya akan mengidentifikasi masalah mulai dari awal. Dalam pertemuan itu, diketahui memang ada banyak persoalan yang muncul masalah ini terutama melibatkan antara perusahaan dengan masyarakat tempatan.

“Persoalan yang muncul seperti, sengketa perbatasan; infrastruktur, hak-hak masyarakat, termasuk kelebihan area produksi. Untuk tahap awal identifikasi masalah sudah ditemukan dalam pertemuan ini. Namun tindak lanjut untuk pendalamannya masih perlu dilakukan,” kata Gubri.

Gubri Edy Nasution menjelaskan, bahwa terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat di Riau didasari oleh beberapa hal, diantaranya pertama, terdapat pengakuan lahan oleh masyarakat/kelompok tani/koperasi didalam sebagian areal IUP, HGU, HTI, dan kawasan hutan. Kedua, terdapat pengakuan tanah ulayat oleh masyarakat adat di dalam sebagian areal IUP, HGU, HTI, dan kawasan hutan.

Selanjutnya, terdapat konflik masyarakat yang menuntut perusahaan perkebunan merealisasikan kewajiban untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (minimal seluas 20 persen dari total areal yang diusahakan/IUP-nya). Permaslahan lainnya, terdapat banyak perjanjian kemitraan atau kerjasama lainnya antara perusahaan perkebunan atau kehutanan dengan masyarakat yang belum terealisasi. 

Selain itu juga terdapat izin lokasi sudah berakhir, namun perusahaan belum mengurus perijinan perusahan perkebunan lainnya. Keenam, tuntutan pengembalian lahan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses perpanjangan HGU. Ketujuh, terdapat perusahaan perkebunan dan kebun masyarakat yang berada di dalam kawasan hutan.

"Adapun yang melatarbelakangi kita berkumpul pada pagi hari ini adalah banyaknya keluhan masyarakat yang diekspresikan melalui unjuk rasa, terkait rasa ketidakadilan dari sebagian masyarakat yang berada di sekitar tempat perusahaan. Terkait konflik ini, pentingnya peran kepala daerah untuk ikut membantu menyelesaikan persoalan konflik dengan cara yang seadil-adilnya, agar tercipta sebuah keadilan di tengah masyarakat, sekaligus juga ada sebuah kepastian di lingkungan para pelaku usaha," tegas Gubri.

Dari hasil rapat tersebut, Gubri Edy Nasution mengatakan, masih banyak persoalan perkebunan sawit di Riau yang harus segera ditangani. Untuk itu, dengan adanya pertemuan tersebut, ia berharap dapat memberikan win-win solution atas konflik lahan yang ada di Bumi Lancang Kuning, baik dari perusahaan maupun masyarakat.

Untuk diketahui, terdapat sebanyak 273 perusahaan perkebunan kelapa sawit beroperasi di 12 kabupaten kota se-Provinsi Riau. Ratusan perusahaan tersebut menguasai Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 1,739,300.85 hektare (Ha). Dari luas perkebunan 1,7 juta Ha lebih tersebut, baru 145 perusahaan perkebunan sawit yang mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) atau baru 53 persen, dengan luas lahan 992.992,02 Ha atau baru 57 persen. Luas lahan perkebunan sawit di Riau seluas 3,3 juta Ha atau 20,08 persen dari luas sawit secara nasional 16,3 juta Ha lebih.