Filipina dan Amerika Serikat Kecam Agresif Cina di Laut Cina Selatan

Filipina dan Amerika Serikat Kecam Agresif Cina di Laut Cina Selatan

Riaumandiri.co - Filipina dan Amerika Serikat (AS) mengecam serangan yang dilakukan Penjaga Pantai dan kapal yang diduga milik milisi Cina di Laut Cina Selatan (LCS). Kapal-kapal Cina itu berulang kali menembakan meriam air ke arah tiga perahu nelayan Filipina untuk menghalangi mereka bergerak ke perairan dangkal LCS.

Serangan di lepas lantai Scarborough Shoal ini menjadi serangan paling agresif Cina tahun ini. Sebab, kata pemerintah Filipina, mengakibatkan "kerusakan signifikan" pada perangkat navigasi dan komunikasi salah satu dari tiga kapal Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan Filipina itu.

Tanpa menjelaskan lebih lanjut pemerintah Filipina mengatakan kapal yang diduga milik milisi yang ditemani kapal penjaga pantai Cina menggunakan perangkat maritim jarak jauh yang dapat merusak pendengaran.


"(Menyebabkan) ketidaknyamanan sementara dan ketidakmampuan yang parah pada beberapa awak kapal Filipina,” kata pemerintah Filipina, Sabtu (9/12)

Peristiwa ini menjadi titik panas terbaru di LCS yang disengketakan. LCS kerap menjadi titik perselisihan antara Cina dengan AS serta beberapa negara lain yang juga mengklaim perairan tersebut seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei dan Taiwan.

Satuan tugas pemerintah Filipina yang menangani sengketa teritorial mengatakan pihaknya "mengutuk keras tindakan ilegal dan agresif yang dilakukan penjaga pantai Cina dan milisi maritim Cina terhadap kapal-kapal Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan."

Duta Besar A.S. untuk Manila MaryKay Carlson mengatakan ia mengutuk "tindakan agresif dan ilegal Republik Rakyat Tiongkok terhadap kapal-kapal BFAR Filipina yang secara sah beroperasi di zona ekonomi eksklusif Filipina."

"Perilaku Cina ini melanggar hukum internasional dan membahayakan kehidupan dan mata pencaharian, kami mendukung teman-teman, mitra, dan sekutu Filipina dalam mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata Carlson dalam unggahan di media sosial X.

Pemerintah Cina belum memberikan tanggap atas peristiwa ini. Pejabat pemerintah Filipina mengatakan kapal-kapal biro perikanan Filipina berlayar ke Scarborough Shoal untuk memberikan bantuan kemanusiaan, terutama bahan bakar gratis dan paket bahan makanan Natal, kepada nelayan Filipina yang miskin di atas hampir 30 kapal di daerah penangkapan ikan yang kaya tetapi terpencil itu.

Pemerintah Filipina menambahkan sekelompok kapal penjaga pantai Cina dan kapal-kapal yang menyertainya melakukan tindakan agresif yang berbahaya, termasuk menggunakan meriam air setidaknya delapan kali, ketika kapal-kapal Filipina mendekati sekitar 2,6 kilometer hingga 3,5 kilometer (1,6 hingga 2 mil) dari Scarborough Shoal.

Mereka menambahkan penjaga pantai Cina memasang penghalang terapung di pintu masuk ke laguna penangkapan ikan yang luas di Scarborough Shoal dan mengerahkan personel di atas kapal motor kecil untuk mengusir nelayan Filipina yang sedang menunggu distribusi bahan bakar dan pasokan makanan di laut.

"Mencegah distribusi bantuan kemanusiaan tidak hanya ilegal tetapi juga tidak manusiawi," kata gugus tugas pemerintah Filipina.

Dalam perselisihan sebelumnya di laut lepas dari beting yang disengketakan, penjaga pantai Cina menggunakan laser kelas militer yang menyebabkan kebutaan sementara pada awak kapal Filipina dan menggunakan manuver pemblokiran dan pembayangan yang berbahaya, termasuk satu manuver yang menyebabkan tabrakan kecil.

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengizinkan kehadiran militer A.S. yang lebih besar di pangkalan militer lokal di bawah pakta pertahanan tahun 2014 sebagian untuk memperkuat pertahanan teritorial di tengah tindakan Cina yang semakin agresif di perairan yang disengketakan. Cina menolaknya dengan keras dan menyatakan kekhawatirannya atas peningkatan pengerahan pasukan AS, dan memperingatkan hal itu akan mengancam perdamaian dan stabilitas regional.

Pekan lalu Penasihat Keamanan Nasional Eduardo Ano  mengatakan negaranya juga meluncurkan patroli laut dan udara bersama secara terpisah dengan AS dan Australia dan berencana untuk mengembangkannya menjadi patroli multilateral, mungkin termasuk Jepang dan negara-negara lain yang berpikiran sama untuk mencegah agresi di Laut Cina Selatan.