Balas Serangan Udara, Kamboja dan Thailand Terlibat Ketegangan Militer
Riaumandiri.co - Ketegangan militer kembali meningkat di perbatasan Kamboja–Thailand setelah Kamboja mengklaim telah meluncurkan roket BM-21 sebagai serangan balasan terhadap aksi militer Thailand. Insiden ini terjadi pada Senin (8/12/2025) dan memicu saling tuding antara kedua negara terkait siapa yang lebih dulu memulai serangan.
Menurut versi pihak Thailand, serangan udara dilakukan sebagai respons atas tewasnya seorang tentaranya dalam bentrokan di Provinsi Ubon Ratchathani, wilayah perbatasan yang berdekatan dengan Kamboja. Militer Thailand menyatakan tindakan ini dilakukan untuk menekan serangan yang mereka klaim berasal dari pihak Kamboja sejak pagi hari.
“Setidaknya empat orang lainnya terluka dalam insiden tersebut,” ujar Winthai dalam pernyataan resmi, dikutip dari Al Jazeera.
Thailand menuduh bahwa pasukan Kamboja lebih dulu menembakkan senjata ringan dan artileri ke arah pos militernya. Laporan mengenai kematian prajurit Thailand disebut diterima sekitar pukul 07.00 waktu setempat.
Sementara itu, pihak Kamboja membantah keras tudingan dari Bangkok. Dalam pernyataan yang disampaikan melalui akun resmi mereka, militer Kamboja menyatakan bahwa justru pasukan Thailand yang memulai serangan lebih dulu sekitar pukul 05.00 pagi. Mereka juga menilai bentrokan ini sebagai puncak dari rangkaian tindakan provokatif yang sudah berlangsung selama beberapa hari sebelumnya.
Ketegangan di lapangan turut berdampak pada warga sipil. Wakil Gubernur wilayah perbatasan Kamboja, Oddar Meanchey, mengungkapkan bahwa tiga warga sipil, termasuk seorang perempuan, mengalami luka-luka akibat serangan udara yang dilakukan militer Thailand. Namun, penyebab rinci dari luka-luka tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut.
Insiden terbaru ini juga tak lepas dari latar belakang bentrokan sebelumnya yang terjadi sehari sebelumya di kawasan Phu Pha Lek–Phlan Hin Paet Kon, Provinsi Sisaket, Thailand. Saat itu, militer Thailand mengklaim dua prajuritnya terluka akibat tembakan dari Kamboja, yang memicu baku tembak selama sekitar 20 menit. Di sisi lain, militer Kamboja kembali menyatakan bahwa mereka tidak memulai serangan dan tidak melakukan pembalasan saat itu.
Konflik ini muncul kembali setelah sempat ada kesepakatan gencatan senjata pada Juli 2025 yang dimediasi oleh Malaysia dan Amerika Serikat. Kesepakatan tersebut dibuat usai perang lima hari yang menewaskan sedikitnya 48 orang dan memaksa sekitar 300.000 warga mengungsi. Meski demikian, hubungan kedua negara tetap tegang.
Situasi makin rumit setelah Thailand memutuskan menangguhkan pelaksanaan kesepakatan damai menyusul insiden ledakan ranjau darat yang melukai salah satu tentaranya. Phnom Penh membantah keterlibatan dalam insiden tersebut dan menyatakan ranjau itu berasal dari konflik di masa lalu.
Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menegaskan bahwa negaranya tidak menginginkan terjadinya konflik bersenjata terbuka.
“Thailand tidak pernah menginginkan kekerasan. Namun, kami tidak akan menoleransi pelanggaran kedaulatan,” ujar Anutin dalam pidato yang disiarkan televisi.
Militer Kamboja juga menyampaikan sikap serupa melalui pernyataan resminya.
“Dengan tetap menghormati perjanjian-perjanjian yang ada dan hukum internasional, kami tidak membalas dua serangan tersebut,” tulis pernyataan resmi militer Kamboja.
Mantan Perdana Menteri Kamboja yang kini menjabat sebagai Presiden Senat, Hun Sen, turut menyerukan agar pasukan di garis depan menahan diri. Ia juga menuding bahwa Thailand berupaya memancing konflik dengan merusak kesepakatan damai yang telah disepakati.
Meski situasi politik dan militer memanas, Hun Sen tetap meminta para atlet Kamboja untuk berpartisipasi dalam ajang SEA Games yang akan digelar di Thailand mulai Selasa (9/12/2025).(MG/FAI)