Dugaan Korupsi Lahan Bhakti Praja Pelalawan

Tengku Azmun Ditetapkan Tersangka

Tengku Azmun Ditetapkan Tersangka

PEKANBARU (HR)-Proses hukum dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan perkantoran Bhakti Praja di Kabupaten Pelalawan, terus berlanjut. Perkembangan terbaru, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menetapkan mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, sebagai tersangka baru dalam kasus tersebut. Penetapan itu dilakukan setelah melalui rangkaian penyidikan.Demikian disampaikan Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Yohanes Widodo, Selasa (12/5).

"Dari hasil gelar perkara yang dilakukan Senin (11/5) kemarin,kita menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja di Kabupaten Pelalawan tahun 2002, 2007, 2008, 2009, dan 2011, yakni dengan inisial TAJ. Yang bersangkutan merupakan mantan Bupati Pelalawan," ungkap Yohanes yang didampingi Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Riau, AKBP Yusup Rahmanto.

Yang bersangkutan, ujarnya, diduga melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp38.000.087.000. Selain itu, penetapan tersangka tersebut didasari penetapan majelis hakim dalam perkara Marwan Ibrahim yang telah divonis selama 6 tahun dalam kasus yang sama, yang menyatakan kalau Tengku Azmun Jaafar dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya.

"Juga, berdasarkan keterangan tujuh tersangka lainnya, yang telah diputus pengadilan dan statusnya sudah menjadi terpidana atau inkrah," lanjutnya.

Saat ditanya, apakah pihak penyidik akan melakukan penahanan, Yohanes mengatakan pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. "Kita lihat dulu, sekarang kita masih periksa saksi-saksi," ujarnya.

Lebih lanjut, Yohanes menyatakan kalau pihaknya telah mengajukan surat pencekalan dan pencegahan Tengku Azmun Jaafar ke luar negeri. "Surat cekal terhadap TAJ, sudah kita ajukan. Hal tersebut karena dikhawatirkan yang bersangkutan melarikan diri," tukas Yohanes.

Atas perbuatannya, Tengku Azmun Jaafar disangkakan melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Ancaman pidana maksimalnya 20 tahun penjara," pungkas Yohanes.

Tak Ada Wewenang
Terpisah, Tengku Azmun Jaafar saat dihubungi wartawan mengaku tidak mengetahui di mana perbuatannya yang disangkakan sebagai orang yang terlibat dalam kasus ini. Menurut Tengku Azmun Jaafar, dirinya pernah dipenjara atas perkara kasus pemberian izin lahan terhadap banyak perusahaan yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, namun dirinya telah bebas setelah menjalani proses hukuman selama 12 tahun.

"Saat kasus itu terjadi, saya tidak punya wewenang lagi. Karena tahun 2007 saya sudah ditahan atas kasus yang dijerat KPK," terangnya melalui sambungan telepon.

Selain itu, kata Azmun, dirinya tidak pernah ikut campur soal pengadaan lahan perkantoran Bhakti Praja, baik secara personal maupun secara birokrasi. "Dalam pengadaan lahan itu, saya sama sekali tidak punya wewenang setelah meletakkan jabatan. Jadi sangat mustahil adanya keterlibatan saya," bebernya.

Meski begitu, dirinya mengaku akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku. "Ya akan tetap saya ikuti proses hukumnya, karena saya merasa tidak bersalah. Silakan dicek siapa-siapa saja yang terlibat langsung dalam kasus itu. Tidak ada sama sekali nama saya," tutup Azmun.

Untuk diketahui, persoalan ini muncul saat Pemkab Pelalawan membeli lahan kebun kelapa sawit milik PT Khatulistiwa Argo Bina di kawasan Dusun I Harapan Sekijang, seluas 110 hektare dengan harga Rp 20 juta per hektar. Pembebasan lahan tanah perkantoran tersebut dilakukan pada tahun 2002 lalu. Lahan pernah dibebaskan dan diganti rugi oleh Pemkab Pelalawan. Ganti rugi ini dilakukan lagi pada tahun 2007 hingga 2011.

Dalam kasus ini telah terdapat tujuh orang terpidana yakni Kepala BPN, Farisal Hamid, Lahmudin selaku mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah, Al Asmi selaku kasi BPN Pelalawan, Tengku Alfian PPTK pengadaan tanah, Rahmad selaku PPTK, Mantan Sekda, Tengku Kasroen, dan terakhir yang divonis bersalah adalah mantan Wakil Bupati Marwan Ibrahim. (dod)