Raja Narasinga II, Pahlawan dari Indragiri yang Mengusir Penjajah Portugis

Raja Narasinga II, Pahlawan dari Indragiri yang Mengusir Penjajah Portugis

Riaumandiri.co - Raja Narasinga II merupakan Sultan keempat Kerajaan Indragiri. Sosok yang bernama asli Paduka Maulana Sri Sultan Alaudin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam tersebut merupakan pahlawan di semenanjung Sumatera dan Malaysia yang turut andil dalam mengusir penjajah Portugis. 

Raja Narasinga II kini disemayamkan di Desa Kota Lama, Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri, Riau. Penduduk di daerah itu memang dikenal sebagai wilayah keturunan para raja. Dalam sejarahnya, Raja Narasinga II berperang dan berjuang merebut kota Malaka dari kekuasaan kerajaan Portugis di bawah komando Jenderal Verdicho Marlos sebagai panglima perangnya.

"Tak sebentar, peperangan antara Raja Narasinga II dengan Portugis berlangsung selama 20 tahun antara tahun 1511 sampai 1532," ujar Staf Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Riau dan Kepri (Tenaga Ahli Cagar Budaya) Kabupaten Indragiri, Saharan, Jumat (10/11).


Akhirnya, peperangan dimenangkan Raja Narasinga II karena berhasil menaklukkan seorang pimpinan perang Portugis bernama Jenderal Verdicho Marloce. Ia merupakan panglima perang Portugis yang memiliki otak pintar. Namun, saat perang melawan Raja Narasinga II di Selat Malaka yang dikenal dengan perang Teluk Ketapang sekitar Abad ke 15, Jenderal Verdicho dan anak buahnya kalah dan menjadi tawanan perang.

"Pada perang itu dimenangkan oleh Raja Narasinga II, sementara Jenderal Verdicho menjadi tawanan perang raja Narasinga, hingga akhirnya dimanfaatkan menjadi menteri di kerajaan Indragiri karena kepintarannya," kata pria berusia 57 tahun itu.

Hari-harinya Jenderal Verdicho mendampingi Raja Narasinga II dalam menjalankan kepemimpinannya. Keduanya memiliki beda keyakinan, Verdicho bergama Nasrani sedangkan Raja Narasinga II seorang Muslim.

 Raja Narasinga II bersama istrinya Putri Dang Purnama dikenal sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana. Rakyat sejahtera dan hidup tenteram di bawah pimpinan yang berbeda agama. Seiring berjalannya waktu, Raja Narasinga II meninggal lebih dulu daripada Jenderal Verdicho. Kemudian, jenazah Jenderal Verdicho dimakamkan bersebelahan dengan Raja Narasinga II, sejajar dengan para menteri lainnya.

"Dilihat dari jenis batu nisannya, Raja Narasinga II lebih dahulu wafat, kemudian disusul Jenderal Verdicho Marlos. Sehingga diberikan sebuah penghormatan kepada Jenderal Verdicho dimakamkan di sebelah makam Raja Narasinga II, sejajar dengan para menteri lainnya," ungkap Saharan.

Artinya, Narasinga II memegang teguh kebijakan kerukunan antar umat beragama, karena tidak pernah memaksakan Jenderal Verdicho untuk pindah agama. Raja Narasinga II merupakan sultan yang ke IV. Namun, dia merupakan Sultan pertama di Indragiri.

"Tiga sultan sebelumnya posisinya tidak di Indragiri namun tinggal dan menetap di Malaka, sedangkan Raja Narasinga II inilah Sultan Indragiri pertama yang menetap di Indragiri. Makanya disebut Sultan Indragiri yang pertama," jelas Saharan.

Raja Narasinga II juga menyebarkan syiar agama Islam di wilayah kekuasaannya. Saat itu belum terbentuk negara Indonesia dan Malaysia. Jika dilihat peta sekarang, wilayah kekuasaan Raja Narasinga II meliputi Malaka Raya termasuk Malaysia dan Riau, yang dibuktikan dengan munculnya kerajaan Sijori (Singapore Johor Riau) di Daek Lingga, Kepulauan Riau.

"Jenderal Verdicho Marloce beragama Nasrani, namun mengabdikan diri kepada Raja Narasinga II yang notabene beragama Islam. Artinya Jenderal Verdicho mengabdi pada Islam, namun tetap pada agamanya hingga akhir hayatnya," ucap Saharan.

Saharan berujar, banyak pelayat dari para keturunan kerajaan Indragiri bahkan dari para akademisi yang melakukan penelitian di makam Raja Narasinga II. Pada awal bulan Maret 2019 lalu, ada 46 orang mahasiswa jurusan Arkeologi Universitas Jambi (UNJA) memilih komplek makam Raja Kota Lama sebagai pusat penelitian dalam rangka kuliah kerja lapangan.

Makam Raja-Raja Kota Lama dijadikan pusat penelitian. Bukan tanpa sebab, komplek makam itu adalah salah satu peninggalan kejayaan kerajaan Melayu tertua di Indonesia. Selain itu, masih adanya bukti-bukti cagar budaya di areal komplek makam itu membikin komplek tersebut semakin menjadi pilihan.

Pada kompleks makam ini terdapat sebelas makam. Namun, makam yang penting pada kompleks makam ini adalah makam Narasinga II dan makam Sultan Usuluddin. Sebelas makam pendamping, diantaranya adalah makam Sultan Usuluddin, Putra Mahkota Raja Narasinga II, Sultan Kerajaan Indragiri ke V, Panglima Jukse Besi dan lainnya.

Makam Narasingga II berada pada tanah yang paling tinggi dibandingkan dengan makam lainnya. Sekeliling makam terdapat parit tanah yang cukup dalam sekitar 4 meter.vParit itu mengelilingi kompleks makam mengikuti bentukan tanah makam yang makin ke utara makin rendah. 

Nisan makam Narasinga II terbuat dari bahan granit, sedangkan jirat dari bahan batu andesit dengan arah orientasi  utara-selatan. Jika dilihat baik-baik, jirat itu berbentuk susunan berupa tiga undakan. 

Nisan Narasinga II berukuran tinggi 84 cm, lebar 49 cm dan tebal 21 cm. Pada bagian badan nisan terdapat tulisan yang diukir dengan bahasa Arab. Bentuk nisan berbentuk tipe Aceh dengan hiasan kombinasi antara lengkung-lengkung stiliran dan garis-garis vertikal yang dibuat secara timbul. Selain itu, makam Raja Narasinga II terdapat dua buah batu nisan tipe Aceh yang terbuat dari batu jenis andesit  dan sebuah jerat asli yang terbuat dari batu jenis granit.

Beragam hiasan batu nisan (artevak) yang diteliti. Bahkan, peniliti juga menemukan artevak perabadan masa lalu baik dalam bentuk batu, tembikar, gerabah maupun praghmen.

Di kawasan Komplek Makam Raja Raja Kota Lama terdapat pecahan keramik, piring kuno, tempayan, kendi yang tertimbun dalam tanah. Piring-piring itu mewakili masa peninggalan dinasti Sung abad ke 9, dinasti Ming, dinasti Ceng Ho abad ke 13 dan barang perabot kerajaan Indragiri lainnya.

Di Indragiri Hulu yang merupakan wilayah kekuasaan Narasinga II terdapat situs cagar budaya lainnya. Seperti rumah tinggi di kota Rengat, Wisma Embun Bunga Rengat, Masjid Raya Raja Muda di Peranap dan Batu Miring bekas dermaga yang dibangun kolonial Belanda di tepi Sungai Indragiri di kota Rengat.