Upaya Pembebasan Pilot Susi Air dari KKB, Komisi I DPR: Utamakan Negosiasa

Upaya Pembebasan Pilot Susi Air dari KKB, Komisi I DPR: Utamakan Negosiasa

RIAUMANDIRI.CO - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid meminta pemerintah dan aparat keamanan mengutamakan proses negosiasi dengan para penyandera dalam upaya pembebasan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens yang disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

“Negoisasi harus diutamakan. Pemerintah dan aparat keamanan Indonesia harus bisa memastikan keselamatan sandera, tapi sekaligus tidak boleh merendahkan harga diri bangsa,” kata Meutya Hafid kepada media, Kamis (6/7/2023).

Diketahui, Philip Mark Mehrtens disandera oleh KKB pimpinan Egianus Kogoya sejak 7 Februari lalu, sesaat setelah sang kapten pilot mendaratkan pesawatnya di lapangan terbang Paro. Egianus Kogoya dan kelompoknya juga membakar pesawat yang dikemudikan Mehrtens.

KKB pun sebelumnya sempat mengancam akan menembak mati Mehrtens, dan berakhir dengan rencana pemenuhan uang tebusan sebesar Rp5 miliar agar KKB membebaskan pilot asal Selandia Baru itu.

Meutya berharap, persoalan penyanderaan ini tak berhenti hanya dengan pemberian uang tebusan.

"Pemerintah jangan berhenti pada pemenuhan tuntutan uang tebusan kepada KKB. Harus ada pertimbangan langkah negosiasi lanjutan untuk meredakan aksi KKB yang masih terus terjadi sampai saat ini di Papua,” tutur Politisi Partai Golongan Karya.

Meski begitu, Meutya memahami urgensi bagi Pemerintah dan aparat keamanan yang berencana memenuhi permintaan uang tebusan untuk menyelamatkan pilot.

Terlebih, itu menyangkut hubungan dengan negara lain. Ia juga meyakini Pemerintah dan aparat keamanan juga telah melakukan berbagai upaya strategis yang tidak semuanya bisa disampaikan ke publik.

"Keselamatan nyawa manusia memang paling penting. Apalagi, ini juga terkait dengan persoalan diplomatik dengan negara asal pilot yang disandera,” katanya.

Dia juga meminta pemerintah mencari penyelesaian yang komprehensif dalam menghadapi KKB. Sebab, aksi-aksi kejahatan kemanusiaan KKB sudah tidak dapat ditolerir.

“Masalah KKB di Papua harus diselesaikan dari hulu ke hilir. Perlu pendekatan-pendekatan tepat yang komprehensif agar tuntas sampai ke akar-akarnya mengingat kekerasan yang dilakukan KKB terus berkepanjangan,” tegas Meutya.

Ia menilai penyelesaian masalah KKB perlu melibatkan masyarakat lokal di Papua. Sebab, warga Papua memiliki pendekatan dari sisi kearifan lokal.

Selagi memperkuat personel keamanan di Papua, Pemerintah juga perlu mencari tambahan kekuatan lain. Kekuatan dari TNI/Polri bisa ditambah dengan bantuan warga atau komunitas lokal di Papua yang memahami struktur daerah, kondisi budaya serta adat istiadat di sana.

Meutya mengingatkan Pemerintah untuk terus meningkatkan pembangunan di daerah terpencil. Hal ini guna mengurangi ketidakpuasan sosial yang dimanfaatkan oleh KKB dalam melakukan aksi kekerasan.

"Untuk meredam upaya KKB merekrut warga, peningkatan akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar adalah sebuah keharusan. Dengan meningkatkan kualitas hidup rakyat, kita berharap tidak ada masyarakat yang berpaling dari Ibu Pertiwi,” ungkap Meutya.

Selain itu, Pemerintah juga diminta membangun program rehabilitasi dan reintegrasi yang menyeluruh untuk mantan anggota KKB yang ingin meninggalkan bentuk-bentuk kekerasan.

Menurut Meutya, Pemerintah bisa fokus terhadap pemberian akses pendidikan, pelatihan keterampilan, dan pemulihan psikologis kepada eks anggota KKB.

Selain itu, dengan mengikis sedikit demi sedikit anggota KKB, ia berharap aktivitas kekerasan mereka akan berkurang ke depannya. Meski begitu, hal ini perlu berkesinambungan dengan tindakan penegakan  hukum dan keamanan yang harus dilakukan secara terukur.

“Tapi yang pasti, kita tidak boleh kalah dengan gangguan keamanan yang diciptakan oleh KKB di Papua. Tindak tegas pihak-pihak yang mengancam kedaulatan negara,” tutup Meutya. (*)