Karhutla dan El Nino Menunggu Menuju Pemilu

Karhutla dan El Nino Menunggu  Menuju Pemilu

RIAUMANDIRI.CO- Selama Juni 2023, kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia meningkat drastis. Kenaikannya mencapai lebih dari 100 persen dari bulan sebelumnya.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 31 Mei mencatat 87 kejadian karhutla di Indonesia, terhitung sejak Januari 2023. Jumlah karhutla bertambah menjadi 188 kejadian per 31 Juni.

Dari jumlah itu terdapat kenaikan sebanyak 101 kejadian karhutla pada bulan Juni. Kenaikannya mencapai 116 persen atau lebih dua kali lipat dari bulan sebelumnya.


Berdasarkan data keseluruhan, karhutla di Indonesia memang terus mengalami kenaikan setiap bulan sepanjang Januari hingga Juni 2023. BNPB mencatat ada 14 kejadian karhutla selama Januari.

Pada Februari, karhutla mengalami kenaikan 18 kejadian dibanding bulan sebelumnya, sehingga total menjadi 32.

Pada Maret dan April, karhutla terus naik meski tak signifikan. Pada Maret, kejadian karhutla bertambah 8 dan April bertambah 7. Jika direkapitulasi, sepanjang Januari hingga April total karhutla menjadi 48 kejadian.

Namun, kenaikan drastis mulai terlihat kembali pada Mei. Karhutla bertambah 39 kejadian atau 81 persen dari sebelumnya. Total karhutla per 31 Mei menjadi 87 kejadian dan terus naik hingga Juni.

Adapun data terbaru per 6 Juli 2023, total kejadian karhutla dari Januari mencapai 195. Dengan kata lain, ada penambahan 7 kejadian karhutla hanya dalam empat hari di bulan Juli ini.

Kepala BNPB Mayor Jenderal TNI Suharyanto menjelaskan faktor utama kenaikan frekuensi kejadian Karhutla pada Mei dan Juni karena efek El Nino yang signifikan di 2023.

"Karena efek itu membuat musim kemarau menjadi lebih kering dan lebih panjang dari tahun 2022 lalu," kata Suharyanto kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/7).

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati telah mewanti-wanti agar Indonesia mewaspadai kemarau kering pada 2023. Hal ini akibat kemunculan El Nino dan Indian Ocean Dipole.

Dampaknya, curah hujan pada pada Agustus, September, Oktober 2023 diprediksi akan berada pada kategori di bawah normal, terutama wilayah Sumatera, Jawa Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi. Pada periode itu, potensi karhutla bisa lebih besar dibanding saat kemarau basah pada 2020-2022.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengklaim pemerintah sudah mengantisipasi potensi meningkatnya kebakaran hutan akibat fenomena iklim El Nino beberapa bulan ke depan.

Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu mengatakan selain mewaspadai lahan gambut, pemerintah juga memantau ketat hutan dan lahan kering seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT). Bencana kekeringan ini diprediksi dapat mencapai puncaknya di akhir 2023.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan luasan lahan yang terbakar sepanjang Januari hingga 6 Juli 2023 mencapai 28.019,98 hektare. Luas lahan yang paling banyak terbakar berada di NTT.

Berdasarkan data monitoring sistem karhutla Sipongi milik KLHK, sebanyak 5.211,76 hektare hutan dan lahan terbakar di provinsi tersebut.

Menurut Suharyanto, NTT menjadi provinsi paling banyak lahan terbakar karena secara kewilayahan merupakan provinsi dengan tingkat curah hujan tahunan sedikit.

"Hari tanpa hujan (HTH) yang panjang. Kadang bisa hingga 60 hari," kata Suharyanto.

Hal tersebut, kata dia, secara alamiah membuat tingkat kerentanan NTT terhadap karhutla sangat tinggi. Namun demikian, karakteristik dampaknya berbeda dengan wilayah lain. Dia menyebut lahan terbakar di NTT adalah lahan mineral, bukan lahan gambut.

"Sehingga begitu objek terbakar (misal savana/padang rumput) sudah habis terbakar maka api juga padam dan tidak membuat kabut asap yang berkepanjangan," jelasnya.

Dalam tiga tahun terakhir, NTT tercatat sebagai provinsi terparah kena dampak karhutla. Kementerian Kehutanan mencatat luas lahan yang terbakar pada 2020 sebesar 296.942 hektare, meningkat menjadi 358.867 hektare pada 2021, kemudian turun tahun 2022 yaitu 204.894 hektare.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Ambrosius Kodo mengatakan Pemerintah Provinsi telah menetapkan status siaga darurat karhutla 2023. Namun menurutnya, perhatian terhadap karhutla di tingkat pemerintah kabupaten/kota belum dilihat sebagai bencana.