Susun RUU Perubahan UU Penjaminan, Komite IV DPD RI Lakukan Penelitian Empirik di UPN Veteran

Susun RUU Perubahan UU Penjaminan, Komite IV DPD RI Lakukan Penelitian Empirik di UPN Veteran

RIAUMANDIRI.CO - Komite IV DPD RI melakukan penelitian empirik dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Senin (27/2/2023).

Kepala Biro Persidangan II Setjen DPD RI Mesranian mengatakan kegiatan penjaminan merupakan perlindungan atau proteksi atas risiko kerugian finansial yang mungkin terjadi dalam proses pemberian kredit.

“Dengan penjaminan kredit maka lembaga keuangan merasa aman dengan risiko kredit yang diberikan. Sementara UMKM sebagai debitur dapat diberdayakan dalam mengembangkan potensi bisnis karena posisi perusahaannya menjadi lebih bankable,” katanya.

Prof. Mohamad Irhas Effendi, Rektor UPN Veteran Yogyakarta, dalam sambutannya menyoroti tantangan penyusunan RUU di Indonesia. Ada dua tantangan penyusunan RUU di Indonesia, yaitu sinkronisasi dan harmonisasi.

Dia berharap agar penyusunan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan dapat berlangsung dengan baik dan lancar.

Prof. Zaenal Arifin Husein, tim ahli RUU Penjaminan, menjelaskan latar belakang adanya perubahan atas Undang-Undang no. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.

“Masalah pokoknya adalah norma dan problem penguatan komitmen negara. Kemudian, problem jaminan arah pengembangan UMKM melalui Lembaga Penjaminan. Kemudian, problem teknologi dan pemanfaatan jaringan IT dalam pemasaran produk,” katanya.

Prof. Zaenal menambahkan, lembaga penjaminan mengalami berbagai kendala, misalnya kendala pengaturan, keterbatasan aspek permodalan, mitigasi risiko, dan infrastruktur UMKM.

Tim ahli RUU Penjaminan lainnya, Dr. Rusli Simanjuntak, menjelaskan tentang ruang lingkup perubahan RUU Penjaminan. Salah satunya ialah pada pasal 18 agar dapat berubah menjadi

“Otoritas Jasa Keuangan harus mememberitahu pemohon mengenai lengkap tidaknya permohonan izin usaha yang diajukan selambat-lambatnya dalam 15 (lima belas) hari kerja setelah Otoritas Jasa Keuangan menerima permohonan izin usaha,” katanya.

Dr. Ardito Bhinadi, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Yogyakarta menyampaikan masukannya dalam penelitian empirik ini. Menurutnya, terkait siapa yang diuntungkan dengan adanya lembaga penjaminan kredit.

"Sebenarnya semua diuntungkan, baik UMKMK maupun lembaga keuangan” terangnya. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar penjaminan pinjaman yang disalurkan oleh koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah atau koperasi yang mempunyai unit usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah kepada anggotanya.
Dr. Murti Lestari, dosen Fakultas Bisnis UKDW, menyampaikan sejumlah isu yang terkait dengan penjaminan. Diantaranya ialah permasalahan lembaga penjaminan dan karakter UMKM.

Dengan beragam masalah dan karakteristik tersebut, menurutnya, potensi lembaga penjaminan perlu pembagian sesuai skala usaha. Misalnya, lembaga penjaminan untuk usaha mikro di bawah pemerintah daerah. Usaha kecil dilayani lembaga penjaminan swasta. Usaha menengah dilayani lembaga penjaminan skala nasional dan BUMN. (*)