Dubes AS Kritik UU KUHP, Senator: Kok Cuma Pasal Kumpul Kebo yang Diperhatikan

Dubes AS Kritik UU KUHP, Senator: Kok Cuma Pasal Kumpul Kebo yang Diperhatikan

RIAUMANDIRI.CO - Pasca disahkannya Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi UU menuai kritikan dari berbagai kalangan.

Kritikan itu tidak hanya dari dalam negeri, berbagai media luar negeri dan warga negara asing (WNA) pun turut menyoroti pasal-pasal yang dianggap kontroversial.

Seperti dilontarkan Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim yang mengkritik pasal 412 yang mengatur tindak pidana perzinaan dan kohabitasi. Menurut Kim, aturan tersebut dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, senator atau anggota DPD RI Hilmy Muhammad menilai kritikan sah-sah saja. Hanya saja ia menyayangkan, dari ratusan pasal di UU KUHP tersebut, mengapa hanya soal kumpul kebo yang menjadi titik keberatannya.

"Dari semua pasal, masa hanya soal kumpul kebo yang diperhatikan?" kata Hilmy dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (7/12/2022).

Dia pun meyakini pasal kumpul kebo itu itu tidak akan mengganggu iklim investasi di Indonesia seperti yang dikhawatirkan Dubes AS untuk Indonesia. 

Justru dengan pasal itu, menurut dia ingin melindungi yang dirugikan karena masuknya adalah delik aduan. Jadi alasan kenapa itu jadi kasus kriminal.

"Jika pasangan berselingkuh, berhak dilaporkan. Di negara mana pun, dari sisi apa pun, perselingkuhan tentu tidak dibenarkan. Dengan mengkritik pasal ini, apakah kita akan memperbolehkan perselingkuhan dan perzinahan?” ujar Senator asal Yogyakarta itu.

Terkait dengan pasal-pasal yang dikritisi para demonstran tentang kebebasan pers, berita bohong, penghinaan pemimpin dan lembaga negara, dan lainnya, menurutnya lebih substansial untuk dibahas.

“Isu-isu yang dibawa demonstran ini lebih menarik untuk kita diskusikan daripada pernyataan Kim. Dia tidak paham dengan tradisi dan norma yang berlaku di masyarakat kita. Kita berharap, sesama bangsa jangan menunjukkan sikap superior seolah-olah lebih beradab hanya karena melegalkan seks sebelum menikah. Apalagi sebagai duta besar, Kim mestinya lebih bisa menempatkan diri ketika berada di tempat orang lain,” terang Anggota Komite I DPD RI tersebut.

Hilmy menjelaskan bahwa KUHP ini telah berusaha mengharmonisasi hukum modern, hukum agama, dan norma-norma. Tidak akan dapat memuaskan semua orang karena basis multikultural yang dimiliki bangsa Indonesia, apalagi orang luar. Namun jika yang dimaksud Kim adalah melegalkan perzinaan dan LGBT, tentu itu tidak sesuai dengan norma, adat, dan agama kita.

“Kalau mau legal, ya menikah. Sudah diatur dalam UU Perkawinan. Sementara kalau harus melegalkan LGBT, jelas akan kita tolak. Tidak sesuai dengan ajaran yang kita anut. Kambing jantan saja tidak mungkin menyetubuhi kambing jantan,” jelas pria yang juga anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut.

Terkait investasi di Indonesia, Gus Hilmy menyangkal jika pasal dalam KUHP ini mencampuri urusan privat dan dapat mengganggu masuknya investasi di Indonesia.

“Kalau tujuannya investasi, ya akan tetap jalan karena niatnya memang investasi. Tetapi kalau investasinya itu ada kaitannya dengan LGBT, kita sarankan agar tidak berjualan sesuatu di tempat yang jelas-jelas sudah melarangnya. Sementara bagi kita sendiri, bagaimana mungkin hanya demi investasi kita gadaikan jati diri dan bangsa kita?” jelas pria yang juga Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut. (*)



Tags Hukum