Pengamat: Menteri Idealnya Mundur Jika Jadi Capres atau Cawapres

Pengamat: Menteri Idealnya Mundur Jika Jadi Capres atau Cawapres

RIAUMANDIRI.CO - Pengamat Komunikasi politik M Jamiluddin Ritonga menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan menteri maju sebagai capres dan cawapres tanpa mundur dari jabatan.

Menteri boleh maju pada Pilpres cukup atas seizin presiden menurut Jamil  setidaknya membawa konsekuensi pada tiga hal.

Pertama, kalau menteri tidak mundur, maka peluang kinerja menurun sangat besar. Sebab, pada saat yang sama sang menteri memikirkan dan melaksanakan dua tugas dan fungsi yang berbeda.

"Menteri juga manusia tentu mempunyai keterbatasan, baik pemikiran maupun fisik. Karena itu, sulit membayangkan bila sang menteri mampu melaksanakan tugas dan fungsi berbeda dalam waktu yang sama menghasilkan kinerja yang tinggi," kata Jamil kepada media ini, Rabu (2/10/2022).

Apalagi kata Jamil, menteri saat ini yang kinerjanya standar, sehingga wajar kalau diragukan mampu melakukan dua pekerjaan berbeda dalam waktu yang sama. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi menteri saja kinerja mereka biasa saja.

Kedua, peluang konflik kepentingan sangat besar akan terjadi. Seorang menteri akan sulit menempatkan kepentingannya sebagai menteri dan sebagai capres/cawapres dalam porsi yang sama.

Dikhawatiran, sang menteri akan mendahulukan kepentingan partainya untuk memenangkan pilpres daripada kepentingannya sebagai menteri.

"Mendudukan dua kepentingan itu dalam porsi yang sama kiranya mudah diucapkan tapi tidak mudah dilaksanakan," kata Jamil.

Ketiga, peluang korupsi sangat terbuka. Korupsi di sini tidak hanya dalam.bentuk anggaran tapi juga waktu.

Padahal sumpah seorang menteri didedikasikan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Semua waktu diperuntukkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi seorang menteri.

Kalau sang menteri menjadi capres atau cawapres, maka sebagian waktunya disisihkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi seorang capres atau cawapres.

"Ini artinya, ada korupsi waktu yang dilakukan sang capres atau cawapres yang tidak mundur dari menteri," kata Jamil.

Bahkan menurut Jamil, korupsi anggaran juga berpeluang terjadi. Seorang menteri akan sulit membedakan anggaran perjalanan sebagai menteri dan capres atau cawapres. Bahkan penggunaan anggaran kementerian untuk kampanye terselubung atau terbuka sangat berpeluang terjadi.

"Jadi, seorang menteri idealnya lebih baik mundur bila ingin menjadi capres atau cawapres. Hal itu dimaksudkan agar konflik kepentingan dan peluang korupsi dapat dihindari. Kinerja sang menteri juga berpeluang tidak terganggu," kata pengajar Universitas Esa Unggul itu. (*)