Soal Sisa Anggaran Rp1.200 Triliun, Misbakhun: Menkeu Harus Jelaskan Secara Komprehensif

Soal Sisa Anggaran Rp1.200 Triliun, Misbakhun: Menkeu Harus Jelaskan Secara Komprehensif

RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan secara komprehensif soal sisa anggaran Rp1.200 triliun yang harus dihabiskan hingga akhir 2022.

Sebab, menurut politikus Partai Golkar itu, jika hanya mengeluarkan angka saja maka hal tersebut dapat misleading, seolah-olah anggaran tak terserap karena tinggal dua bulan.

Sementara APBN tahun 2022 saja totalnya Rp2.700 triliun. Kalau Rp1.200 triliun itu belum diserap, ini kan jumlah yang sangat besar.

Maka, harus hati-hati disampaikan yang bisa jadi belum dianggarkan, dalam proses, atau memang sama sekali belum ada penyerapan. Itu yang harus diklarifikasi oleh pemerintah,” tegas Misbakhun, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2022).

Secara teknis anggaran, Menkeu harus menjelaskan apakah serapan anggaran yang belum optimal tersebut apakah karena proyeknya belum selesai, belum dibayar, atau proyeknya sudah ada namun belum ditenderkan.

“Jadi apakah itu uang yang sudah ditransfer atau belum terealisasikan, itu harus dijelaskan. Itu banyak klasifikasinya,” tegas Politisi Partai Golkar ini.

Secara cakupan, ia juga meminta Menkeu menjelaskan apakah anggaran Rp1.200 triliun total angka APBN, atau akumulasi APBN dengan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Kalau misalnya Rp1.200 triliun itu merupakan APBN penuh ini merupakan prestasi yang buruk, karena tugasnya pemerintah adalah mendorong terjadinya belanja,” ujar Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR itu.

Di sisi lain, ia tidak mempersoalkan siklus anggaran yang selalu dioptimalkan di semester kedua tiap tahunnya. Sebab, siklus anggaran terbagi menjadi dua, yaitu siklus perencanaan dan siklus realisasi. Bahkan, untuk perencanaan pembiayaan anggaran sudah bisa pre-loading, atau pembiayaan di awal di bulan November tahun sebelumnya.

 “Bulan November pemerintah sudah bisa mencetak utang baru untuk pembiayaan APBN berikutnya. Artinya tidak ada masalah tinggal masalah pelaksanaannya. Nah, pemerintah tugasnya mendorong pelaksanaan realisasi anggaran tersebut,” ujarnya.

Karena itu, ia menilai Rp1.200 itu angka yang sangat serius. Sehingga, Menkeu harus klarifikasi apakah Rp1.200 triliun itu akumulasi dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kota/Kab. Kalau tidak akumulasi dari anggaran pusat dan daerah, ini berarti (serapan anggaran pusat) ada sesuatu yang tidak berjalan di APBN.

“Apakah itu masih belum dianggarkan, atau realisasinya belum dibayar, sudah ditenderkan tapi masih menunggu realisasi pelaksanaannya selesai. Itu kan harus diklarifikasi jangan hanya melempar angka saja,” tutupnya. (*)



Tags Anggaran