Negeri Jadi Tak Layak Huni

Ahad, 22 Februari 2015 - 09:29 WIB

Berulang kali bencana kabut asap yang terjadi di Sumatera, bahkan dalam beberapa tahun terakhir telah membuat pemerintah kalang kabut, karena asap juga merambat ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Selain kerugian ekonomi, bencana asap juga menyimpan bahaya kesehatan yang besar.

Terpapar konsentrasi tinggi asap yang mengandung komponen berbahaya bisa menimbulkan berbagai gangguan pernapasan.

Menurut Agus Dwisusanto, spesialis paru dari RS Persahabatan Jakarta, komponen asap bisa terdiri dari uap hasil pembakaran, partikel dari bahan-bahan yang terbakar, sampai komponen kuman.

Banyak sedikitnya komponen yang terhirup tergantung pada jarak dan durasi kabut asap.

"Pada orang yang tinggalnya dekat dengan sumber pembakaran tentu konsentrasi kandungan berbahaya dalam asapnya lebih tinggi," katanya pada sebuah kesempatan.

Meski begitu, jika kadar polutan dari asap terkumpul, orang yang berada di daerah yang jauh dari sumber asap juga bisa merasakan dampak yang serius.

Di Singapura, negara yang ikut kena dampak kabut asap, indeks standar polusi (PSI) di sana sudah mencapai 321 yang berarti berbahaya.

"Meski Singapura jaraknya jauh ternyata komponen asap tampaknya terakumulasi di sana. Ini antara lain dipengaruh faktor lingkungan seperti arah angin serta tingkat polusi udara di daerah itu," kata dokter konsultan penyakit paru kerja dan lingkungan dari Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Kualitas udara yang buruk akibat kabut asap, bisa menimbulkan efek jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan.

Dalam jangka pendek asap akan mengiritasi membran mukosa tubu, mulai dari mata, sampai saluran napas. "Pada mata pasti akan merah, perih, dan berair. Sedangkan pada saluran napas menyebabkan bersin-bersin dan produksi dahak meningkat," katanya.

Ditambahkan oleh dr.Nastiti Kaswandani, spesialis anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta, kabut asap juga bisa menyebabkan rangsangan pada saluran napas sehingga mencetuskan alergi.

"Yang sudah terkena asma bisa muncul serangan asma lebih sering, demikian juga yang menderita rhinitis alergi," kata Nastiti.

Jangka panjang
Partikel berbahaya dalam kabut asap juga akan merusak mekanisme pertahanan alami disaluran pernapasan.

"Dalam saluran napas ada sistem kompleks yang tugasnya menyapu kotoran, debu, atau kuman. Nah, asap ini akan merusak silia dalam saluran napas sehingga sistem pertahanan tubuh di saluran napas turun," kata Nastiti.

Dalam jangka panjang, rusaknya pusat pertahanan alami saluran napas ini akan mempermudah masuknya kuman. "Akibatnya daya tahan tubuh lebih lemah, kalau adau kuman yang berbahaya seperti kuman TBC yang tadinya bisa dilemahkan menjadi mudah masuk," katanya.

Pada orang yang punya kebiasaan merokok, mekanisme pertahanan di saluran napasnya juga gampang rusak. "Karena mekanisme pertahanannya tidak bagus lagi akhirnya lebih rentan kena penyakit," paparnya.

Menurut Agus, jika paparan kabut asap berlangsung berminggu-minggu, bisa menurunkan fungsi paru. "Efeknya bisa menyebabkan batuk kronis, penyempitan saluran napas, bahkan bisa memicu asma pada orang yang sebelumnya tidak punya riwayat," katanya.

Memburuk
Sementara itu para pemerhati lingkungan setempat mengatakan, mutu udara di Provinsi Riau dan sekitarnya pada saat itu sudah sangat memburuk. Warga terkepung, karena polusi udara membuat aktivitas sejumlah kegiatan transportasi terhenti, termasuk ditutupnya bandara setempat.

Padahal, pencemaran ini sudah menunjukkan polusi asap dalam level “berbahaya” dan menjadikan Riau sebagai wilayah yang tak layak huni.

Kondisi ini tentu membawa banyak dampak bagi warga, terutama dampak kesehatan. Sejumlah warga sipil sudah banyak diberitakan mengalami berbagai penyakit. Ribuan balita diberitakan mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), karena menghirup polusi asap tersebut. Selain itu, ratusan warga diberitakan menderita penumonia atau radang paru-paru, asma, iritasi kulit, dan iritasi mata.

Menurut dokter spesialis paru-paru dari RSUD Arifin Achmad di Pekanbaru, Azizman Saad, kabut asap di Riau memang menyebabkan dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, polusi ini akan menimbulkan sejumlah penyakit, seperti demam, ISPA, pneumonia, dan iritasi kulit.

Namun, jika pencemaran asap kian menyebar ke sebagian wilayah Sumatra Barat ini tak kunjung usai, maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, terutama mengancam kesehatan anak-anak, bayi, dan ibu hamil.

Ia menambahkan, partikel dalam asap yang terhirup dapat mengendap di dalam paru-paru dan menyebabkan kondisi terparah, yaitu kanker paru-paru hingga kematian. Kabut asap juga memperparah kondisi seseorang yang menderita asma dan penyakit jantung.

Jika ini terhirup lebih banyak oleh anak-anak, akan melemahkan sistem imun mereka, sehingga mudah sakit. Selain itu, pencemaran ini juga akan mempengaruhi sel otak, khususnya pada balita. Kecerdasan anak akan menurun, bahkan bisa menyebabkan idiot.

Bagi ibu hamil, kabut asap juga dapat mengganggu perkembangan janin. Menurut dr. Azizman, polusi juga dapat membuat pertumbuhan otak janin menjadi lambat, sehingga kecerdasan otak dan IQ Si Kecil akan sangat rendah kelak.

Oleh karena itu, disarankan kepada para orangtua di wilayah setempat untuk mengingatkan anak-anak mereka agar tidak lagi berkeliaran di luar rumah, karena berisiko terhadap kondisi kesehatan pernapasan.

Diharapkan, para warga terutama anak-anak, ibu hamil, dan lansia bisa segera dievakuasi.  Moms, yuk dukung bersama warga Riau yang sedang mengalami bencana kabut asap ini.***

Editor:

Terkini

Terpopuler