Sutan Bhatoegana Divonis 10 Tahun

Kamis, 20 Agustus 2015 - 10:30 WIB
Terdakwa mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana, saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/8).

JAKARTA (HR)-Mantan Ketua Komisi VII DPR RI, Sutan Bhatoegana, akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun dan denda Rp500 juta. Yang bersangkutan divonis bersalah menerima uang pemberian terkait pembahasan APBN Perubahan tahun 2013 dan penerimaan gratifikasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.  

Besar kemungkinan, kasus ini akan terus berkembang. Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membidik anggota DPR lainnya, yang diduga ikut kecipratan dan menikmati uang gratifikasi dari Kementerian ESDM tersebut. Hal itu tersebut juga tidak terlepas dari pernyataan Soetan Bhatoegana, yang menyatakan uang tersebut diberikan kepada anggota Dewan lainnya.
 
Vonis terhadap Sutan Bhatoegna dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yang diketuai Artha Theresia, dalam sidang yang digelar Rabu (19/8). Selain vonis penjara, Sutan juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta subsider satu tahun kurungan.

"Menyatakan terdakwa Sutan Bhatoegana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua lebih subsider," ujar Artha Theresia.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Sutan dijatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Hal yang memberatkan, perbuatan Sutan dianggap bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai, perbuatan Sutan juga bertentangan dengan slogan antikorupsi yang selama ini digaungkannya. "Sikap terdakwa tidak mencerminkan sikap anggota DPR yang mulia dan terhormat," kata hakim.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK juga menuntut hak politik Sutan dicabut. Namun, hakim tidak mengabulkannya dengan pertimbangan pemilihan bergantung pada rakyat yang memilihnya.

Dalam kasus ini, Sutan dijerat Pasal 12 huruf a jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.

Dalam berkas dakwaan, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno memberikan uang sebesar 140.000 dollar AS untuk Sutan, yang ditaruh dalam kantong kertas berwarna perak. Uang tersebut diberikan Waryono melalui Iryanto.

Sutan juga dianggap menerima uang sebesar 200.000 dollar AS dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang diberikan di Toko Buah All Fresh MT Haryono. Uang tersebut ditujukan sebagai tunjangan hari raya untuk Komisi VII DPR RI.

Selain itu, Sutan juga dianggap terbukti menerima satu lahan tanah dan bangunan di Kota Medan dari Komisaris PT SAM Mitra Mandiri, Saleh Abdul Malik. Bangunan tersebut diberikan Saleh untuk posko pencalonan Sutan sebagai kandidat dalam Pilkada Sumatera Utara 2012.

Namun Majelis Hakim menyatakan Sutan tidak terbukti menerima mobil Alphard dan uang Rp 50 juta dari Jero Wacik sebagaimana dakwaan Jaksa KPK.

Atas putusan itu, Sutan sudah menyatakan akan mengajukan banding. Sementara KPK kemungkinan besar tak akan banding karena putusan itu sudah lebih dari 2/3 tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut.
 
Sementara itu, Plt Pimpinan KPK, Johan Budi mengatakan, saat ini pihaknya tengah menunggu salinan putusan Sutan Bhatoegana. Dari amar putusan Sutan itu, lembaga antirasuah itu akan mengembangkan kasus ini agar bisa menjerat anggota DPR lain yang diduga ikut menikmati duit panas dari Kementerian ESDM.

"Pengembangan perkara tentu akan dilakukan. Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap bisa menjadi bahan untuk melakukan pengembangan penyelidikan perkara kepada pihak-pihak yang diduga terlibat, siapa pun itu," ujarnya.

Usai sidang Sutan, pimpinan KPK akan langsung meminta laporan dari para jaksa yang menangani kasus mantan Ketua Komisi VII DPR itu. Laporan dari jaksa ini akan dijadikan salah satu bahan untuk melakukan gelar perkara. (bbs, kom, dtc, ral, sis)

Editor:

Terkini

Terpopuler