Ini Saran Fitra Riau terhadap Kebijakan APBD Riau 2026

Sabtu, 06 Desember 2025 - 08:00 WIB
Ilustrasi. Fitra Riau mengkritis kebijakan APBD 2026. (internet)

Riaumandiri.co - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menyampaikan analisis kritis terhadap kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau tahun 2026 yang telah disahkan sebesar Rp8,321 triliun.


Di tengah adanya pengurangan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat yang menyebabkan defisit hingga Rp 1,2 triliun.


Fitra Riau menilai bahwa situasi ini menuntut pemerintah daerah untuk menerapkan tata kelola anggaran yang lebih transparan, akuntabel, dan berbasis kinerja, agar prioritas kesejahteraan masyarakat benar-benar tercapai.


 Dari total belanja daerah sebesar Rp8,321 triliun, komposisi belanja menunjukkan bahwa belanja operasional mencapai Rp6,220 triliun, jauh lebih besar dibanding belanja modal yang hanya Rp691,9 miliar.


Fitra Riau menilai pola belanja seperti ini menunjukkan ruang fiskal yang sempit untuk investasi publik jangka panjang, sementara pemerintah provinsi masih menghadapi tantangan dalam menyediakan layanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan ekonomi daerah.


Deputi Koordinator Fitra Riau Gusmansyah mengatakan saat ini Pemprov Riau masih kurang dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui jalur investasi.


“Dominasi belanja operasional membuat APBD Riau kurang mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis investasi publik. Ketika defisit terjadi, yang sering terkorbankan adalah belanja modal yang justru memiliki dampak jangka panjang bagi masyarakat,” katanya, Kamis (4/12).


Pendapatan Daerah bergantung pada sektor yang rentan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Riau ditargetkan Rp5,279 triliun, dengan sumber utama dari pajak daerah yang mencapai Rp4,033 triliun.


Fitra Riau menilai struktur pendapatan ini masih rentan karena Riau sangat bergantung pada sektor sawit, perkebunan, dan migas sektor ini sangat bergantung terhadap harga global. Selain itu, belum optimalnya pemungutan pajak dan retribusi, serta maraknya potensi kebocoran pendapatan dan minimnya diversifikasi sektor ekonomi yang bisa menjadi basis PAD baru.


 “Ketergantungan pada komoditas yang tidak stabil membuat PAD Riau rentan terguncang. Pemerintah harus memperbaiki administrasi pajak dan memperluas basis ekonomi agar pendapatan daerah lebih berkelanjutan,” ujar Gusmansyah.


Ia menyebutkan dampak pemangkasan TKD, APBD Riau berkurang sebesar Rp1,2 triliun Pemerintah Provinsi Riau untuk dapat menyampaikan secara terbuka terkait dokumen lengkap perhitungan defisit APBD 2026 mencapai Rp1,2 triliun. 


Rencana penyesuaian belanja dan prioritas program yang dipertahankan, Dampak defisit terhadap layanan publik, serta Strategi resmi pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran.


 “Defisit anggaran bukan sekadar isu teknis. Ini menyangkut hak publik atas layanan dasar. Pemerintah wajib membuka data dan menjelaskan bagaimana refocusing dan realokasi belanja dilakukan” tegasnya.


 Maka dari itu FITRA Riau memberikan rekomendasi kepada Pemprov Riau untuk penggunaan anggaran harus lebih akuntabel kemudian perketat penggunaan anggaran operasional, melalui audit efisiensi terhadap belanja pegawai, belanja rutin, perjalanan dinas, honorarium, dan pengadaan, serta menghentikan program yang tidak berorientasi hasil.


Prioritaskan belanja modal produktif, disektor Infrastruktur dasar, kesehatan, pendidikan, air bersih, dan penguatan ekonomi lokal harus menjadi fokus.  


Tak hanya itu tingkatkan transparansi aggaran, publikasikan data realisasi anggaran secara berkala, dan perkuat sistem e-budgeting dan e-planning yang dapat dipantau oleh masyarakat.


Terakhir, tantangan defisit APBD 2026 harus menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola anggaran dan meningkatkan kualitas pengeluaran pemerintah. 


“Kami mendorong agar Pemprov Riau mewujudkan APBD yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat. Defisit bukan alasan untuk mengorbankan layanan publik. Justru ini momentum untuk efisiensi, perbaikan tata kelola, dan inovasi pendapatan daerah,” tutup Gusmansyah.

Editor: Akmal

Terkini

Terpopuler