Korupsi Bank BUMN di Pelalawan, Berkas Sudah di Meja Jaksa

Korupsi Bank BUMN di Pelalawan, Berkas Sudah di Meja Jaksa

Riaumandiri.co - Penanganan dugaan tindak pidana korupsi di salah satu bank milik negara (BUMN) di Kabupaten Pelalawan terus bergulir. 


Berkas perkara dua tersangka kini telah berada di meja Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan tengah menunggu proses penelitian lebih lanjut.



Kasus ini ditangani oleh Tim Subdit II Reskrimsus Polda Riau. Penyidikan resmi dimulai sejak 13 November 2024, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejati Riau pada 14 November 2024.


Pada tahap awal, penyidik menetapkan seorang mantan pegawai bank berinisial LF, yang sebelumnya menjabat sebagai Marketing Kredit, sebagai tersangka. LF diduga terlibat dalam praktik kredit fiktif. Penetapan tersangka dilakukan pada 21 Agustus 2025, dan berkas perkaranya langsung dilimpahkan ke Jaksa Peneliti pada keesokan harinya. 


Namun, Jaksa kemudian mengembalikan berkas tersebut melalui P-19 pada 9 September 2025 karena dinilai belum lengkap.


Seiring perkembangan penyidikan, muncul satu tersangka baru berinisial RA, seorang perempuan yang berperan sebagai pihak ketiga untuk mencari data calon debitur.


Kedua berkas perkara kini telah kembali dilimpahkan ke Jaksa Peneliti Kejati Riau. Hal ini dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan.


"Sudah tahap I (dilimpahkan ke Jaksa)," ujar Kombes Ade melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (4/12).


Ia menambahkan, penyidik saat ini menunggu hasil penelitian Jaksa terkait kelengkapan syarat formil dan materiil dari berkas perkara tersebut. "(Dilimpahkan) akhir November," kata Kombes Ade.


Berdasarkan informasi yang dihimpun, perkara ini berkaitan dengan dugaan penyimpangan pemberian fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kupedes Rakyat (KUPRA) kepada debitur perorangan. Diduga, proses pemberian kredit tidak sesuai dengan aturan internal bank. Selain itu, jenis usaha para debitur disinyalir tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga dana kredit diduga dimanfaatkan oleh pihak ketiga.


Praktik tersebut terjadi pada 16 Januari hingga 3 Agustus 2024 di unit bank yang berlokasi di Pangkalan Kerinci. Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau mencatat kerugian keuangan negara mencapai Rp7,975 miliar.


Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.



Berita Lainnya