Riaumandiri.co - Ketua DPRD Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Periode 2009-2014, H Muslim didakwa melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Hotel Kuansing yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,6 miliar. Atas dakwaan itu, Muslim tidak keberatan.
Itu terungkap pada sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pakanbaru, Kamis (20/11). Adapun agenda sidang adalah pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing.
Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kuansing, Resky Pradhana Romli saat dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Dikatakan dia, terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya hadir langsung di ruang sidang.
"Sidang perdana, agenda pembacaan surat dakwaan," ujar Resky.
Surat dakwaan dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama. Dalam dakwaannya, Muslim didakwa melakukan rasuah sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal (3) Jo Pasal (18) Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari informasi yang dihimpun, tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa terkait penyimpangan dalam penganggaran kegiatan pembebasan tanah untuk pembangunan Hotel Kuantan Singingi, di samping Gedung Abdoer Rauf Tahun Anggaran 2014.
Pembangunan hotel tersebut berawal dari kebijakan Bupati Kuantan Singingi saat itu, H Sukarmis, yang memindahkan lokasi proyek ke kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tanpa perencanaan dan kajian kelayakan.
Pemerintah Daerah menganggarkan dana sebesar Rp5,3 miliar untuk pembebasan lahan. Kemudian Rp47,7 miliar untuk pembangunan fisik hotel yang bersumber dari APBD.
Dalam proses pembahasan anggaran, terdakwa Muslim selaku Ketua DPRD Kuansing saat itu berperan aktif menyetujui dan mengesahkan usulan tanpa dasar perencanaan yang sah. Bahkan, ditemukan sejumlah rekayasa administrasi dan penyalahgunaan wewenang.
Pembangunan hotel tersebut, dilaksanakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk dengan nilai kontrak Rp46,5 miliar dan selesai pada April 2015. Namun hotel itu tidak pernah dimanfaatkan karena tidak adanya dasar hukum pengelolaan seperti Perda penyertaan modal dan pembentukan BUMD.
Akibat kelalaian dan penyimpangan tersebut, bangunan hotel kini terbengkalai dan mengalami kerusakan fisik sebesar 56,32 persen dan mengakibatkan kerugian keuangan daerah. Berdasarkan audit BPKP dan BPK RI Perwakilan Riau, ditemukan kerugian negara Rp22.637.294.608.
"Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian," pungkas mantan Kasi Intelijen Kejari Bengkalis itu.