DJKI Tegaskan Pemotongan dan Parodi Film di Medsos Bisa Langgar Hak Cipta

Senin, 17 November 2025 - 11:46 WIB
DJKI menjelaskan film adalah bundle of rights yang tidak boleh dipotong, diubah, atau diparodikan tanpa izin pencipta karena berpotensi melanggar hak cipta. (Youtube/Kementrian Hukum RI)

Riaumandiri.co - Tribun melaporkan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kembali memberikan peringatan kepada publik agar tidak sembarangan memotong, memodifikasi, atau mengunggah ulang film di media sosial tanpa izin. Tren yang tengah ramai di berbagai platform, terutama TikTok, dinilai berisiko tinggi melanggar hak cipta karena film merupakan bundle of rights yang mencakup berbagai elemen kreatif yang dilindungi hukum.

 

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko, menyoroti maraknya praktik memecah film menjadi potongan-potongan kecil untuk dijadikan konten. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut termasuk pelanggaran terhadap hak moral pembuat karya.

 

“Sekarang lagi tren di TikTok dipotong-potong jadi berapa bagian. Itu sudah mutilasi karya cipta dan melanggar hak moral,” ujar Agung dalam What’sUp Podcast Kemenkumham RI, Jumat (14/11/2025).

 

Agung menjelaskan bahwa seluruh komponen dalam film mulai dari naskah, musik, penyutradaraan, pencahayaan, hingga akting merupakan ekspresi kreatif yang memiliki perlindungan hukum. Oleh karena itu, tindakan mengedit, mengunggah ulang, atau mengubah film tetap memerlukan persetujuan dari sutradara maupun pihak berwenang lainnya.

 

Selain pemotongan, konten parodi film juga menjadi perhatian karena sering dibuat tanpa izin, bahkan ketika pembuatnya memperoleh keuntungan tidak langsung seperti dari jumlah tontonan, endorsement, atau eksposur. Ia menegaskan bahwa praktik seperti ini tetap dianggap pelanggaran.

 

“Remix potongan film jadi parodi itu cikal bakal pelanggaran hak cipta. Hak moralnya hilang, karya dipotong tanpa izin. Tidak boleh tanpa izin,” ungkapnya.

 

Dari sisi kreator, sutradara dan komika Ernest Prakasa turut menyampaikan keresahan tentang banyaknya clipper yang mengambil potongan film secara ilegal. Ia menilai praktik tersebut merugikan pencipta film serta platform streaming yang telah memperoleh hak tayang secara sah.

 

“Ketika film dicacah jadi 30 klip, yang rugi bukan cuma kreator, tapi juga platform streaming yang sudah membayar mahal. Tapi platform itu canggih banget algoritmanya. Mereka bisa tahu mana bajakan. Kalau harus diaduin satu-satu, saya capek, Bapak capek,” kata Ernest.

 

Meski begitu, Ernest memahami bahwa media sosial tetap memainkan peran penting dalam strategi promosi film. Menurutnya, para kreator harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika digital sambil tetap menjaga prinsip hak cipta.

 

“Suka tidak suka, peperangannya di TikTok. Mau tidak mau kita harus tahu cara kerjanya karena orang sekarang udah pintar-pintar. Mereka tahu kok kalau kita pakai buzzer dan segala macamnya,” ujarnya.

 

DJKI menegaskan bahwa perlindungan hak cipta terhadap film bukan sekadar penegakan hukum, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap proses kreatif yang panjang. Masyarakat pun diminta untuk menonton film secara legal melalui bioskop atau platform resmi guna mendukung industri film yang sehat dan berkelanjutan. (MG/FAI)

Editor: Nandra Piliang

Terkini

Terpopuler