Platform Gagal Saring Konten Berbahaya, Remaja Tetap Jadi Korban Paparan

Jumat, 14 November 2025 - 16:19 WIB
Sebuah adegan dari film PREDATOR: BADLANDS dari 20th Century Studios. Foto milik 20th Century Studios. © 2025 20th Century Studios. All Rights Reserved.

Riaumandiri.co - Sebuah investigasi terbaru menunjukkan bahwa remaja masih terpapar berbagai konten berbahaya di media sosial, termasuk perundungan, bunuh diri, senjata, hingga rekaman kematian hewan secara grafis. Temuan ini muncul meskipun aturan baru dalam Online Safety Act telah berlaku sejak Juli, yang mewajibkan platform digital bertanggung jawab secara hukum atas keselamatan anak dan remaja di dunia maya.

Eksperimen tersebut merupakan pengulangan dari riset serupa pada Mei lalu dengan menggunakan enam profil remaja fiktif berusia 13–15 tahun. Setiap profil melakukan aktivitas yang sama di TikTok, YouTube, dan Instagram selama satu minggu, dengan durasi penelusuran 10 menit per platform setiap hari.

Pakar keamanan daring, David Wright CBE, menyebut hasil investigasi ini "sangat mengkhawatirkan". Namun, ia menambahkan bahwa perubahan besar memang membutuhkan waktu. 

"It just means that everyone still has to remain vigilant," ujar Wright yang juga menjabat sebagai CEO SWGfL dan Direktur UK Safer Internet Centre yang dikutip dari Kompas, (14/11/2025).

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbaikan pada Instagram, yang kali ini tidak menampilkan konten berpotensi berbahaya. Platform tersebut juga menerapkan panduan layaknya rating film PG-13 untuk melindungi pengguna di bawah umur. Meski begitu, TikTok masih memperlihatkan sejumlah konten sensitif, khususnya pada profil Maya (15), yang menerima rekomendasi terkait perundungan, kisah bunuh diri, penyakit terminal, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Di sisi lain, YouTube relatif lebih aman bagi sebagian besar profil, kecuali milik Harry (15). Profil tersebut ditampilkan video ulasan senjata seperti pisau, senapan, dan crossbow, serta untuk pertama kalinya dalam penelitian ini rekaman hewan yang ditembak mati. Konten berbahaya ini muncul tiba-tiba di antara video bertema ringan seperti sepak bola dan gim, sehingga semakin kontras dan tidak sesuai untuk usia remaja.

Menanggapi temuan tersebut, Emma Motherwell dari badan amal NSPCC menyampaikan bahwa perusahaan teknologi perlu meningkatkan upaya mereka. "More needs to be done," ujarnya setelah melihat rekaman hasil investigasi. Ia menekankan pentingnya penerapan pendekatan safety by design pada platform digital sejak tahap awal pengembangan.

TikTok mengklaim bahwa akun remaja telah dilengkapi lebih dari 50 fitur keamanan, termasuk pembatasan konten dan durasi penggunaan. YouTube pun menegaskan komitmennya dalam melindungi pengguna muda melalui pengetatan sistem rekomendasi. Namun, juru bicara YouTube mengungkapkan bahwa temuan pada akun uji coba belum tentu mencerminkan perilaku pengguna asli.

Para ahli juga menyoroti pentingnya peran orang tua dalam mendampingi anak saat beraktivitas di dunia maya. Motherwell mendorong keluarga untuk membangun komunikasi terbuka tanpa menghakimi. 

"That opens up the opportunity for them to speak up if they come across content that has had an impact on them," ujarnya yang dikutip dari Kompas, (14/11/2025). 

Sembari merekomendasikan penggunaan fitur parental control di perangkat digital.

Wright menyampaikan pesan serupa dan mengingatkan bahwa keberadaan aturan baru bukanlah jaminan mutlak. 

"Please don't just rely that we've now got these magical codes that it's all going to be okay," tuturnya yang dikutip dari Kompas, (14/11/2025).

Ia menilai bahwa perubahan akan berlangsung secara bertahap dan menekankan pentingnya pengawasan serta penegakan yang konsisten oleh Ofcom.(MG/DHA)

Editor: Nandra Piliang

Terkini

Terpopuler