Survei: Mayoritas Salahkan Perempuan yang Jadi Korban Perkosaan

Survei: Mayoritas Salahkan Perempuan yang Jadi Korban Perkosaan

RIAUMANDIRI.CO - Tim peneliti dari Universitas Padjadjaran (Unpad)  melakukan survei beberapa kali soal sikap kekerasan seksual di tiga perguruan tinggi di Bandung Raya. Hasilnya, antara lain pada kasus perkosaan, mayoritas responden survei bersikap menyalahkan korban.

Selain itu, masih banyak mahasiswa yang belum tahu soal bentuk-bentuk kekerasan seksual termasuk pelecehan. 

Binahayati Rusyidi, pengajar di Departemen Kesejahteraan Sosial, FISIP Unpad, mengungkapkan beberapa hasil risetnya itu di acara talkshow daring, Sabtu, 27 November 2021. Pada 113 orang mahasiswa di fakultasnya, mahasiswa belum sepenuhnya bisa mengidentifikasi bentuk pelecehan seksual. “Bentuk yang kurang ekstrem seperti dipaksa menonton pornografi dinilai bukan pelecehan seksual,” katanya.


Dari survei pada 2018 itu, mahasiswa juga melaporkan tiga bentuk pelecehan seksual dari orang yang dikenal maupun tidak. Pertama tatapan yang mengarah ke payudara, kedua yaitu sentuhan di wilayah privat perempuan. 

“Ketiga, didorong terlibat pembicaraan seksual yang tidak diinginkan,” ujar Binahayati dikutip dari Tempo.co.

Pada beberapa survei 2017 di tiga perguruan tinggi di Bandung Raya, tim melibatkan sekitar 900-1000-an responden.  Hasilnya, antara lain upaya pencegahan kekerasan seksual masih belum kuat. Adapun pada kasus perkosaan, sikap menyalahkan korban masih tersebar luas. “Lebih dari 70 persen mengatakan perilaku korban memprovokasi terjadinya perkosaan, misalnya berpakaian seksi, keluar malam sendirian, dsb,” kata dia.

Selain itu, 73 persen responden menyarankan keluarga korban perkosaan dan pelakunya bermusyawarah. Usulan lain yaitu menikahkan pelaku dan korban yang didukung 50 persen responden, sementara 63 persen setuju pelaku membayar kompensasi finansial ke korban.

Namun begitu, 90 persen responden setuju korban juga melaporkan kasus pemerkosaan ke polisi, dan 70 persen mendukung pelaku dipenjara. “Hasil survei ini menunjukkan sikap yang ambivalensi  bagaimana merespons kasus perkosaan,” ujar Binahayati.

Dampak kekerasan seksual tidak hanya merugikan korban yang kebanyakan mahasiswi di kampus. Lembaga pendidikannya juga akan terdampak citra negatif. Dia mencontohkan kasus di Amerika Serikat yang menurunkan donasi dan peminat ke suatu universitas. “Kalau kasus pelecehan seksual tidak direspons dengan baik, ada kesan institusi mentolerir kekerasan,” katanya.

Kondisi seperti itu, menurutnya, menunjukkan kegagalan universitas menciptakan lingkungan yang aman dan bebas kekerasan di dalam kampus.

Dosen FISIP lainnya, Antik Bintari, mengatakan pihak fakultas pada tahun ini membentuk tim bimbingan konseling terkait banyaknya kasus yang terjadi dan pembuatan standar operasional untuk penanganan kasus seksualitas dan yang bukan. Mahasiswa ikut dilibatkan sebagai kelompok sebaya sebagai pendamping korban. Unpad sendiri kini masih menyiapkan revisi peraturan rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sesuai Peraturan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.



Tags Nasional