Utang Kian Membengkak, Rizal Ramli Sarankan Pembangunan IKN Dihentikan

Utang Kian Membengkak, Rizal Ramli Sarankan Pembangunan IKN Dihentikan

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ekonom Rizal Ramli menyarankan pemerintah membatalkan dua megaproyek, yaitu pemindahan ibu kota negara (IKN) dan kereta cepat Jakarta-Bandung. Karena dianggap membebani keuangan negara dan memperburuk fiskal yang tengah defisit akibat penanganan pandemi Covd-19.

"Kita enggak punya uang untuk membangun proyek ini atau proyek itu. Tapi mereka paksakan juga, bikin Ibu kota baru misalnya," kata Rizal Ramli dalam Gelora Talk bertajuk 'APBN di antara Himpitan Pajak dan Utang Negara' yang disiarkan live streaming di Channel YouTube Gelora TV, Rabu (20/10/2021) petang.

Menurut Rizal, pemindahan ibu kota dan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bukan prioritas untuk saat ini dan tidak perlu dipaksakan kelanjutan pembangunannya.

Rizal Ramli mengkhawatirkan IKN baru itu akan gagal dan hanya menjadi monumen, seperti di Brazil dan India karena waktu tempuh  penerbangan dari sekitar 3 jam dari ibu kota lama.

"Banyak yang bikin ibu kota baru, begitu jaraknya jauh gagal. Akhirnya cuma jadi monumen. Kecuali pemindahannya dekat, seperi di Malaysia. India baru berhasil setelah memindahkan kembali ke tempat yang lebih dekat dari ibu kota yang pertama," jelas Rizal.

Karena itu, Rizal mengingat pemerintah tidak memprioritas pemindahan IKN. Karena selain lokasinya yang jauh, juga kondisi APBN yang banyak tergerus untuk utang yang membengkak.

"Untuk bayar pinjaman saja Rp400 triliun, bayar bunga pinjaman Rp370 triliun. Total tahun ini yang harus dikeluarkan Rp773 triliun. Untuk bayar bunganya saja harus minjam, ini gali lobang tutup jurang," kata Rizal.

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyebutkan, pemindahan ibu kota dan proyek kereta cepat Jakarta Bandung sudah ditetapkan jauh hari sebelum pandemi Covid-19 berlangsung.

"Sekarang kelanjutannya. Ada perubahan yang berubah dari skenario awal. Bila ada situasi berubah, maka upaya yang dilakukan juga berubah. Apalagi,  perubahan situasinya sangat serius. Siapa yang bisa menguji kedalaman pandemi? Tiga bulan lalu, siapa yang bisa memperkirakan saat ini konfirmasi kasus positif di bawah 1000," kata Misbakhun.

Misbakhun menganggap wajar jika semasa awal pandemi pemerintah menarik utang dari berbagai sumber karena mengalami defisit APBN, yang juga dialami negara lain selama masa pandemi.

Namun, dia berharap utang yang menumpuk itu bisa diimbingi dengan belanja yang berkualitas dan dirasakan langsung oleh rakyat sampai pada hal-hal yang utama seperti peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Menteri Keuangan tahun 1998 Fuad Bawazier mengatakan, pemerintah dinilai telah salah jalan mengeluarkan Perppu 1/2020 dan ditambah lagi dengan adanya UU Pajak baru (HPP). Sebab, hal ini tidak bisa meningkatkan pendapatan negara.

Saat akan membuat UU tentang perpajakan, lanjutnya, bisa diketahui berapa target yang akan diperoleh. Karena, pajak adalah soal angka dan detail. Namun meski UU sudah diubah, narasinya tetap propaganda dan retorika politik belaka  tanpa ada angka.

Fuad Bawazier juga menilai pemerintah berlaku tidak adil dalam pengenaan pajak, dimana negara kembali memberikan tax amnesty jilid II kepada orang-orang yang melakukan korupsi, sementara rakyat diberikan kenaikan PPn sebesar 11-12 persen.

"Negara negara lain tidak ada yang seperti itu. Saya dari pertama sudah haqqul yakin ini ada unsur kekuatan eksternal yang nitipin,” ujarnya.

Karena itu, mengingatkan agar pemerintah menaikkan penerimaan dan menekan belanja. Khususnya untuk hal-hal yang tidak terlalu perlu dan tidak ada urgensinya.

"Jika diteruskan, maka keuangan negara akan terpuruk semakin dalam. Dimana ancaman krisis fiskal sudah terlihat semakin nyata," katanya. 

Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelora Indonesia Achmad Nur Hidayat mengatakan, pemerintah diminta tidak sembrono dalam mengelola APBN, karena akan berpengaruh pada generasi berikutnya.

"Mengelola APBN saya kira jangan sembrono. Ini menjadi konsen Partai Gelora untuk kita saling berdiskusi melihat masa depan APBN kita. Kalau APBN sembrono, gimana untuk generasi berikutnya," kata Achmad Nur Hidayat. 



Tags Anggaran