Kadiskes Masih Berstatus Saksi, Jaksa Sidik Pelaksanaan Rapid Test di Meranti

Kadiskes Masih Berstatus Saksi, Jaksa Sidik Pelaksanaan Rapid Test di Meranti

RIAUMANDIRI.CO - Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti telah meningkatkan status perkara dugaan korupsi di Dinas Kesehatan kabupaten tersebut ke tahap penyidikan. Perkara tersebut berkenaan dengan pelaksanaan rapid test yang dilakukan organisasi perangkat daerah tersebut.

Demikian diungkapkan Kepala Kejari (Kajari) Meranti Waluyo melalui Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Hamiko, Kamis (30/9). Dikatakannya, peningkatan status perkara dilakukan dalam sebuah gelar perkara yang dilakukan belum lama ini.

"Iya, sudah dik (penyidikan,red)," ujar Hamiko kepada Haluan Riau.


Dalam tahap ini, kata dia, penyidik sedang mengajukan audit penghitungan kerugian negara (PKN) kepada Inspektorat setempat jelang penetapan tersangka.

"Belum ada penetapan tersangka. Untuk proses penyidikan kami masih menunggu hasil audit PKN dari Inspektorat," sebut Jaksa yang akrab disapa Miko itu.

Lanjut Miko, objek perkara tersebut dipastikan berbeda dengan apa yang sedang ditangani Kepolisian Daerah (Polda) Riau yang telah menetapkan Kepala Diskes Meranti Misri Hasanto sebagai tersangka. 

"Di sini tentang pelaksanaan rapid tes yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Kami menduga, pelaksanaan dan biaya tidak sesuai dengan ketentuan berlaku," ungkap dia. 

"Pelaksana, kadisnya yang saat ini berstatus saksi," sambung Jaksa yang pernah bertugas di Kejari Pekanbaru itu.

Terhadap PKN itu pula mereka mereka menilai ada kebocoran atau kerugian negara yang ditimbulkan oleh pelaksana. Itu mengingat pendapatan atau hasil dari pelaksanaan tersebut tidak jelas karena tidak masuk ke kas daerah. 

Selain itu, terhadap landasan tarif yang ditetapkan oleh pelaksana, juga masih didalami. Mengingat Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 91 Tahun 2020 tentang Tarif Pelayanan Rapid Test yang dijadikan landasan dan dasar, disinyalir palsu.

"Untuk kegiatan tersebar, mulai rapid test massal kepada penyelenggara pilkada 2020, hingga umum. Seluruhnya berbayar," imbuh Hamiko. 

Dalam pengusutan perkara ini, lanjut dia, penyidik sudah memanggil belasan saksi. Mulai dari pihak Diskes Meranti, hingga jajaran instansi lain seperti penyelenggara pilkada dan umum.

Dalam kesempatan itu, Hamiko meyakini proses penyidikan yang dilakukan pihaknya tidak terhambat oleh status tersangka yang telah disematkan polisi terhadap Kadiskes Misri. Kendatipun yang bersangkutan telah dilakukan penahanan.

"Kan tinggal koordinasi.Tidak akan menghambat proses penyidikan walaupun saksi (Misri Hasanto,red) telah menjadi tahanan Polda," pungkas Hamiko.

Untuk diketahui, pengusutan perkara yang ditangani Polda terkait dugaan penyelewengan bantuan alat rapid test di Diskes Meranti. Misri selaku tersangka telah dilakukan penahanan di sel tahanan Mapolda Riau sejak Jumat (17/9) kemarin.

Dikatakan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, penyidikan perkara ini masih terus bergulir, termasuk menelusuri dugaan keterlibatan pelaku lain dalam perkara ini.

"Tentu kita akan dalami lagi kasusnya," ujar Irjen Pol Agung belum lama ini.

Dijelaskan Kapolda, terungkapnya perkara ini berawal setelah pihak kepolisian mendapat informasi dari masyarakat terkait alat rapid tes yang diberikan Kementerian Kesehatan RI melalui KKP Kelas II Pekanbaru, kepada Diskes Meranti. Seharusnya alat rapid test ini diperuntukkan secara gratis, namun diduga dikomersilkan oleh tersangka dengan nilai Rp150 ribu bahkan lebih untuk setiap satu alatnya.

"Kita lakukan penyidikan atas perbuatan penggelapan barang negara untuk kepentingan pribadi. Kita temukan bantuan rapid test antigen sebanyak 3.000 alat yang diberikan oleh KKP diselewengkan, tidak didistribusikan," beber Kapolda.

"Antigen ini dikomersilkan kepada masyarakat yang membutuhkan, dimana tujuan hibah rapid test yang diberikan kepada dinas sudah disalahgunakan. Kita akan hitung nanti berapa kerugian negara. Dia mengomersilkan satu rapid tes dengan menarik dana Rp150 ribu bahkan lebih," sambung perwira tinggi Polri dengan dua bintang itu.

Agar tidak dicurigai, tersangka lalu menutupinya dengan membuat laporan pengalokasian palsu. Kasusnya dilakukan tersangka mulai September 2020 lalu hingga hingga Januari 2021. Yakni, bertepatan dengan penerimaan hibah rapid test oleh Diskes Meranti.

"Kita mendapat informasi dan datanya dari masyarakat, kemudian kita dalami karena kita tahu bahwa rapid test yang harusnya disimpan di fasilitas kesehatan ternyata tidak demikian. Dimana sebagian alat berada di klinik yang bersangkutan (Misri Hasanto,red)," ungkap mantan Deputi Siber pada Badan Intelijen Negara (BIN) itu.

Ditambahkan  Dirreskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan, hibah yang didapat oleh Diskes Meranti ini tidak dilaporkan tersangka kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) setempat sebagai aset kabupaten.

"Tapi disimpan di kantornya sendiri, terus di kliniknya sendiri. Melakukan hal-hal yang untuk kepentingan pribadi," kata Kombes Pol Ferry.

Dijelaskannya, alat rapid test ini harga normalnya adalah Rp115 ribu. Oleh tersangka dijual sekitar Rp150 ribu. Bahkan ada pula yang dibuat semacam kerja sama dengan pihak lain.

"Memang tidak semua dia jual, ada yang betul-betul dia normalkan. Tapi yang jelas dia sudah melakukan manipulasi data, pemalsuannya itu," ucapnya.

Disinggung soal kerugian negara, mantan Wakapolres Metro Tangerang itu mengatakan, hal itu perlu dihitung. Sementara pengakuan tersangka, keuntungan digunakan untuk kepentingan pribadi.



Tags Korupsi