Kasus Fee Based Income

Tiga Mantan Pimpinan Cabang BRK Ajukan Diri Sebagai Justice Collaborator

Tiga Mantan Pimpinan Cabang BRK Ajukan Diri Sebagai Justice Collaborator

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU – Tiga terdakwa dugaan tindak pidana perbankan berupa fee based income di Bank Riau Kepri, menyatakan kesiapannya menjadi justice collaborator. Mereka siap bekerja sama dengan penegak hukum guna membuka tabir besar di seputar masalah ini.

Tiga terdakwa itu adalah Kepala Cabang (Kacab) BRK Tembilahan Mayjafri, Kacab BRK Teluk Kuantan, Hefrizal, dan Pimcab Pembantu BRK Bagan Batu, Nur Cahya Agung Nugraha. Saat ini, ketiganya tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

Pada sidang yang digelar Senin (16/8) kemarin, majelis hakim yang diketuai Dahlan mengatakan bahwa perkara ini merupakan perkara rumit. Menurut hakim, perkara ini hampir sama dengan tindak pidana korupsi, yang berbeda hanya pada penerapan pasalnya saja.


"Bagi kami, pesan yang disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim itu cukup terang dan jelas, bahwa kasus ini adalah kasus besar dan rumit. Dan dalam prosesnya haruslah objektif serta menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi perjalanan perbankan ke depan, terutama perbankan yang dimiliki oleh pemerintah nasional atau pun daerah," ujar ketiga terdakwa melalui Ketua Tim Penasehat Hukumnya, Topan Meiza Romadhon di PN Pekanbaru, Kamis (19/8).

Untuk itu, Topan menyambut baik keinginan ketiga kliennya untuk mengajukan diri sebagai justice collaborator. Dengan begitu perkara ini bisa menjadi terang benderang.

"Tiada tabir gelap yang menyelimuti lagi. Let’s pierce the veil of this case for the sake of justice," lanjut dia.

Dia menegaskan, langkahnya mendukung keinginan para terdakwa untuk melakukan hal tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan BRK. Apalagi saat ini, pihaknya tidak lagi menjadi tim kuasa hukum bank milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) itu, usai konferensi pers belum lama ini.

"Kami merasa langkah kami saat melakukan konferensi pers kemarin, merupakan sebuah langkah pembelaan di luar pengadilan bagi klien kami. Yang kami inginkan dari hasil konferensi pers itu adalah sebuah pengetahuan bagi publik bahwa street trial justice, tidak layak diterima oleh ketiga terdakwa ini," sebut dia.

"Namun ketika konferensi pers tersebut menyebabkan keluarnya surat pemutusan kuasa dari BRK terhadap kami selaku lawyers lembaga mereka.  Bagi kami itu tidak menjadi persoalan," sambung Topan.

Menurut dia, langkah Tim PH sebagai pemegang kuasa dari ketiga terdakwa dan juga BRK saat itu, sudah sangat tepat. "Dan dalam konferensi pers itu, terang dan jelas bagaimana kami menjalankan amanat para klien kami yaitu para mantan pimpinan cabang,” tegas dia.

Di tempat yang sama, Afrimatika Dewi juga mengatakan hal senada. Baginya, pencabutan dua surat kuasa oleh BRK malah menjadi momentum baik untuk membela habis-habisan para klien mereka.

"Kami akan bekerja semaksimal mungkin untuk mematahkan dakwaan Jaksa terhadap para klien kami di persidangan. Target kami, mereka mendapatkan keadilan yang semestinya oleh pengadilan," tambah anggota Tim PH dari ketiga terdakwa.

"Saat mereka (para terdakwa,red) menyampaikan hendak menjadi justice collaborator, saya termasuk orang yang bergairah mendengarnya. Karena dengan demikian, publik akan mengerti, apa sebenarnya yang sedang terjadi,” lanjut dia.

Di sisi lain, Denny Rudini sebagai kuasa hukum dan penanggungjawab komunikasi kepada keluarga klien mengungkapkan bahwa, keluarga klien sudah diberitahu tentang keputusan pengajuan diri sebagai justice collaborator yang diajukan oleh ketiga terdakwa.

"Ketika kami melakukan bezuk untuk mengecek kondisi menjelang persidangan, salah satu terdakwa menyerahkan surat tersebut kepada kami. Dan dijelaskan mereka, isinya adalah pengajuan diri sebagai orang akan akan bekerja sama dengan penegak hukum untuk kasus yang dinilai pelik dan besar ini," terang Rudi memungkasi.

Diketahui, tiga terdakwa telah menjalani sidang perdana beberapa waktu yang lalu. Ketiganya didakwa dengan Pasal 49 ayat (2) huruf a Undang-undang (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor  7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Saat ini, agenda persidangan adalah pemeriksaan saksi-saksi.



Tags Hukum