Mimpi Anak Sakai, Dokumenter Tentang Sakai yang Tidak Lagi Terasing

Mimpi Anak Sakai, Dokumenter Tentang Sakai yang Tidak Lagi Terasing

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Jurnalis Kreatif Riau melaksanakan pemutaran perdana sekaligus diskusi bedah film Mimpi Anak Sakai di Universitas Muhammadiyah Riau. Film dokumenter yang digarap selama kurang lebih tiga bulan ini bercerita tentang stigma terpinggirkan yang selalu diterima masyarakat adat Sakai. Padahal, pada kenyataannya suku Sakai adalah suku yang telah berkembang dan maju, jauh dari pandangan-pandangan miring yang selama ini ada. 

"Yang selama ini kita baca dan ditonjolkan di berita adalah mereka (suku Sakai) tertinggal, padahal sudah belasan tahun mereka ikut kehidupan masyarakat normal. Stigma terasing, tertinggal, itu merugikan mereka. Kita tidak tahu apakah stigma buruk itu sengaja disematkan atau gimana. Makanya, kita ingin ubah persepsi itu melalui film ini," ujar Ketua Jurnalis Kreatif Riau, Satria Utama Batubara, Rabu (7/4/2021). 

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UMRI, Jayus mengapresiasi film dokumenter ini. Menurutnya, meski teknis pengerjaan ada yang masih perlu dibenahi, akan tetapi niat mengangkat isu sosial yang ada di Riau melalui ranah kreatif seperti film harus terus didukung. Ia juga mengaku siap jika pihaknya diajak berkolaborasi. 


"Kita harus apresiasi. Sebuah niat untuk menampilkan orang-orang suku Sakai, itu harus diapresiasi. Namun, perkara ada yang harus dibenahi, kita pikir ada. Nanti mahasiswa Ilmu Komunikasi UMRI siap jika diajak diskusi," ujarnya.

"Riau sangat kaya. Banyak ide untuk dijadikan film dokumenter. Ada suku-suku lain, entitas budaya lain, dan sebagainya. Riau ini kaya. Banyak yang bisa diangkat," tambahnya.

Ketua Majelis Kerapatan Adat Suku Sakai Batin Limo Mineh, Tarmizi L menyebutkan beberapa bukti bahwa peradaban masyarakat Sakai telah maju, seperti adanya anak Sakai yang menjadi pengacara, anggota dewan, bahkan bupati, hingga pengusaha. 

"Pengacara, dewan, hingga kepala daerah di Bengkalis pernah. Sekarang masyarkat Sakai mulai banyak membaur. Mereka menempuh pendidikan yang sama seperti masyarakat Riau maupun belahan bumi Indonesia lainnya. Dulu masyarakat Sakai hidup di tepi sungai, sekarang sudah di perumahan dan perkempungan. Mereka sudah tidak lagi terasing dan tertutup," ungkap Tarmizi. 

Tarmizi juga berharap, ke depannya suku Sakai tidak lagi dijadikan objek, seakan-akan sebagai suku pedalaman yang terasing dan terisolir. Namun, sebagai masyarakat Indonesia biasa yang punya kualitas dan kesempatan yang sama.