Kompolnas Sebut Red Notice Djoko Tjandra Bukan Dicabut Tapi Tak Diperpanjang

Kompolnas Sebut Red Notice Djoko Tjandra Bukan Dicabut Tapi Tak Diperpanjang

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Isu mengenai terhapusnya red notice buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, juga tak luput dari perhatian Kompolnas. Sebagai lembaga pengawas fungsional Polri, Kompolnas meluruskan bahwa tak ada istilah pencabutan red notice Interpol oleh NCB Interpol Indonesia.

"Sebenarnya tidak ada yang namanya pencabutan red notice Interpol oleh NCB Interpol Indonesia, kesalahan persepsi dan terlanjur viral karena tidak cermat membaca surat NCB Interpol harus diluruskan. Karena red notice akan hapus oleh sistem apabila tidak ada permintaan perpanjangan di mana red notice hanya berlaku untuk lima tahun. Red notice dikeluarkan atas permintaan Kejaksaan Agung dan diproses NCB Interpol pada tahun 2009 tentu berakhir tahun 2014 lalu," kata anggota Kompolnas, Bekto Suprapto, dalam keterangan tertulis, Jumat (17/7/2020).

Bekto lantas mempertanyakan alasan mengapa red notice Djoko Tjandra itu tak diperpanjang. Meskipun red notice berakhir di era pejabat sebelumnya, seharusnya Polri dan Kejagung tetap berkomunikasi.


"Pertanyaannya mengapa tidak diperpanjang? Bisa ditanyakan kepada Polri maupun Kejaksaan Agung, meski pejabat tahun 2009-2014 sudah pada berganti. Di mana letak kerja samanya, koordinasinya, dan komunikasinya," kata Bekto.

Bekto juga berharap Propam mengusut tuntas surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi berkaitan dengan Djoko Tjandra. Bekto menegaskan Kompolnas selalu mengawasi kinerja Propam dalam menangani hal tersebut.

"Setelah Propam memeriksa BJP Prasetyo dan sekarang memeriksa BJP Nugroho Utomo terkait surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi. Propam harus dapat mengungkap bagaimana surat tersebut bisa dibuat, karena di samping ada permintaan dari seseorang yang disebut dalam dasar surat di NCB Interpol ada mekanisme pembuatan surat dan beberapa otentifikasi berupa paraf sebagai bentuk pertanggungjawaban," ujar dia.

"Kita semua menunggu bagaimana hasil pemeriksaan Propam dan mengawasi apakah benar Propam melaksanakan pemeriksaan perilaku menyimpang ini sesuai Promoter Polri," sambung dia.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Wibowo masih diperiksa Propam Polri. Brigjen Nugroho diperiksa terkait penghapusan status red notice buron Djoko Tjandra.

"Ya berkaitan dengan surat red notice ya memang ya dari Propam sudah memeriksa daripada Pak NW dan memang belum selesai juga," kata Irjen Argo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jaksel, Kamis (16/7).

Argo menyebut Nugroho diduga melanggar kode etik Polri. Namun, Propam Polri masih memeriksa saksi-saksi lainnya.

"Tetapi daripada pemeriksaannya yang bersangkutan diduga melanggar kode etik. Makanya ini Propam masih memeriksa nanti saksi-saksi yang lain yang mengetahui yang melihat atau yang mendengar nanti kita akan lakukan pemberkasan untuk kode etik," ujar Argo.

Sementara itu, Kejagung mengaku tidak pernah meminta penghapusan status red notice Djoko Tjandra.

"(Pernyataan yang menyebut Kejagung meminta status red notice Djoko Tjandra dihapus) itu statement yang tidak benar. Kami tidak pernah meminta untuk penghapusan red notice (Djoko Tjandra), sehingga red notice itu seharusnya masih berlaku," kata Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono saat dihubungi, Kamis (16/7).

Kejagung berpendapat, status red notice Djoko Tjandra semestinya masih berlaku karena yang bersangkutan belum tertangkap. Kejagung menetapkan Djoko Tjandra sebagai DPO pada 2009.

"Tahun 2009, ketika Djoko S Tjandra dinyatakan DPO oleh Kejagung, sudah dimintakan bantuan untuk mencari yang bersangkutan melalui Interpol dan masuk di dalam red notice. Nah tentu, sebelum yang bersangkutan dapat ditangkap atau tertangkap, maka, menurut hemat kami, red notice itu masih tercatat di dalam data Interpol," papar Hari.



Tags Korupsi