BNPB dan Kolaborasi Pentahelix

BNPB dan Kolaborasi Pentahelix

Oleh: Angga Minanda*

RIAUMANDIRI.ID - Seantero negeri tentu familiar dengan nama Letjen TNI Doni Monardo, terutama bagi mereka yang senantiasa menanti dan mencari berita terkait penanggulangan penyebaran pandemi Covid-19. Tokoh ini adalah kepala BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 

Sebagaimana informasi yang kami peroleh dari wikipedia, BNPB adalah sebuah lembaga pemerintah non-kementerian yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam melakukan penanggulangan bencana sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2019. 


Dalam trackrecord-nya, BNPB serius menangani segala macam bentuk bencana yang terjadi di Indonesia, baik bencana alam maupun bencana non-alam. Akhir Februari kemarin (29/2) BNPB menginformasikan selama periode 1 Januari 2020 hingga 27 Februari 2020 terjadi 652 bencana di seluruh Indonesia meliputi banjir, tanah longsor, gelombang pasang, puting beliung, kebakaran hutan dan lahan. Dengan data korban jiwa sebanyak 123 orang, 165 orang luka-luka dan 1.441.283 orang mengungsi. Tentu pekerjaan BNPB diawal Maret ini semakin banyak dengan mewabahnya virus Covid-19 di Indonesia.

Kolaborasi Pentahelix vs Covid-19

Tercatat pada tanggal 28 Maret 2020 sebanyak 1.155 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan 102 korban jiwa. Data ini menimbulkan kepanikan ditengah masyarakat. Bahkan meningkat dari hari ke hari. Dapat dilihat pada kondisi di pusat perbelanjaan dan apotek. Masyarakat beramai-ramai memborong bahan pokok yang kini persediaannya semakin menipis, begitu juga halnya dengan persediaan masker, hand-sanitizer, suplemen vitamin dan hal medis lainnya turut langka di pasaran. 

Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) ITB melakukan simulasi dan pemodelan sederhana terkait penyebaran Covid-19 dan dihasilkan prediksi bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia akan mencapai puncak pada minggu kedua atau ketiga April dan berakhir pada akhir Mei atau awal Juni. Berarti selama 2 bulan kedepan masyarakat Indonesia harus serius bahu membahu dalam menghadapi Covid-19, yang mana telah membuat Italia, Iran, China, Spanyol, Perancis dan Amerika Serikat kewalahan akibat ribuan rakyatnya yang meninggal dunia.

BNPB memiliki peran penting dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres No. 7 Tahun 2020. Selain itu, melalui UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, BNPB memiliki sejumlah kemudahan akses strategis seperti pengerahan SDM dan komando untuk memerintah lembaga. 

Dalam menghadapi penyebaran pandemi Covid-19 ini, salah satu upaya yang dilakukan BNPB adalah menggagas kolaborasi pentahelix. Apa itu kolaborasi pentahelix? Menurut KBBI, kolaborasi adalah perbuatan kerjasama. Sedangkan penta adalah lima dan helix adalah jalinan. Sehingga kita bisa mengartikan kolaborasi pentahelix adalah jalinan kerjasama antara lima komponen utama. 

Kolaborasi menuntut adanya kesadaran kolektif. Kolaborasi memiliki daya efektifitas lebih tinggi daripada koordinasi dan komunikasi. Kolaborasi meruntuhkan dinding-dinding/sekat-sekat yang ada demi mencapai tujuan dan manfaat bersama. Hal ini perlu dilakukan karena negara sedang tidak baik-baik saja. 

Permasalahan Covid-19 memiliki dampak negatif yang massive, terarah dan pasti bagi bidang-bidang lain dalam kehidupan bernegara, sebut saja masalah ekonomi, sosial politik, birokrasi, populasi dan sebagainya. Siapa sajakah pentahelix ini? Mereka adalah  pemerintah, akademisi (pakar), pengusaha, komunitas (kelompok masyarakat), dan media. 

Penanggulangan bencana akan berlangsung secara efektif dan efisien jika dilakukan kolaborasi. Hal ini sangat membantu dokter dan tenaga medis lainnya dalam menangani mata rantai penyebaran Covid-19.

Gerakan Nyata Pentahelix

Pekan lalu (19/3), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengadakan pertemuan dengan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), pengurus/pemuka organisasi keagamaan beserta pihak Kepolisian dan TNI. Organisasi keagamaan tingkat DKI ini antara lain MUI (Majelis Ulama Indonesia), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Keuskupan Agung, Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Sebelumnya (17/3) terlaksana pertemuan antara DMI (Dewan Masjid Indonesia) dengan MUI, terkait fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. 

Pemerintah melalui Kementerian Agama dalam akun media sosialnya terus menginformasikan mengenai hal-hal terkait peribadahan dalam masa pandemi Covid-19, misalnya saja tentang protokol penyelenggaraan jenazah korban Covid-19 dari berbagai ajaran agama. Dalam minggu ini, kitapun mendapat kabar bahwa sudah ada pemerintah daerah yang menginstruksikan karantina wilayah (lockdown local). Tentu saja ini adalah tanggung jawab yang harus diemban oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah), dengan memberdayakan seluruh K/L (Kementerian/Lembaga) yang ada.

Komunitas keagamaan termasuk dalam komunitas masyarakat yang mengambil bagian dalam kolaborasi pentahelix yang digagas BNPB. Beberapa pertemuan dilakukan untuk menghasilkan himbauan guna meminimalisir penyebaran pandemi Covid-19. Seperti yang kita ketahui bahwa masing-masing agama di Indonesia memiliki aktifitas (ritual) keagamaan dengan melibatkan jumlah massa yang banyak dalam sebuah kerumunan (lebih dari 15 orang). Misalnya dalam agama Islam ada sholat berjamaah 5 kali dalam sehari, sholat Jum’at, kajian dakwah dan majelis taklim; dalam agama Kristen ada  peribadatan di gereja; umat Budha juga demikian di Vihara dan umat Hindu di Pura yang baru saja merayakan Hari Raya Nyepi. 

Seluruhnya sepakat untuk melakukan segala ritual ibadah di rumah masing-masing dan tidak membentuk kerumunan massa. Di sinilah letak indahnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang sangat beragam dan beragama. Kita dapat bersatu demi menghadapi musuh bersama (common enemy). Kita harap semangat persatuan, toleransi dan perasaan senasib sepenanggungan ini dapat terus ada dalam mindset seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kearifan lokal pun patut ditumbuhkan di saat seperti ini karena kita memiliki paguyuban sebagai wadah komunitas kebudayaan. 

Jahja B. Soenarjo, Ketua Umum CEO Business Forum (CBF) Indonesia, menyampaikan bahwa sektor ekonomi juga terkena dampak dari pandemi Covid-19. Sektor ekonomi kemudian melemah, diikuti pula oleh melemahnya rupiah di pasar saham dunia. Pengusaha harus berperan dalam membantu pemerintah demi menanggulangi masalah ini, misalnya  dengan menyumbang APD yang dibutuhkan, penyaluran tepat sasaran, menjaga pasokan kebutuhan pokok, memberlakukan pembatasan belanja kebutuhan pokok dan APD agar tidak terjadi penimbunan untuk dijual kembali dengan harga berlipatganda. 

Kalangan akademisi, pakar dan ahli dari universitas dan lembaga penelitian turut memberikan kontribusinya. Sejumlah ilmuwan dari beberapa kampus diberbagai provinsi membuat himbauan agar menjaga kebersihan dan menggiatkan hidup sehat selama pelaksanaan social distancing atau physical distancing. Himbauan ini tersebar diberbagai media. Mereka senantiasa concern dan berupaya sedemikian rupa agar obat, vaksin atau antivirus dari Covid-19 dapat tercipta dari penelitian yang dilakukan. Kemudian melakukan eksperimen untuk memproduksi disinfektan, hand-sanitizer atau larutan kimia pembasmi virus yang kini susah ditemukan, bahkan oleh kalangan medis sekalipun.

Peran media dalam menanggulangi Covid-19 dapat kita rasakan, terlebih dengan adanya teknologi smartphone. Doni Monardo (Kepala BNPB) menyampaikan bahwa media memiliki peran signifikan sesuai kapasitas mereka dalam membantu penanggulangan bencana. Media mampu memberikan potret kepada publik agar makin mengetahui dan memahami. Media dapat menjadi wadah aspirasi masyarakat dalam menuntut pemerintah agar bekerja lebih baik lagi. 

Disadari maupun tidak, akhir-akhir ini kita lebih peduli terhadap kebersihan dan kesehatan diri, keluarga dan lingkungan. Hal ini juga merupakan peran media sebagai katalis perubahan perilaku masyarakat. Namun demikian, Dewan Pers mengimbau kepada seluruh media massa untuk memerhatikan kode etik jurnalistik dalam peliputan tentang Covid-19. Media diingatkan agar menyampaikan informasi sesuai porsinya tanpa berlebihan dan tetap berfungsi sebagai penyampai informasi, pendidikan serta sosial kontrol. Selanjutnya, media massa juga diminta untuk menjaga keselamatan awak media dalam liputan virus Covid-19 saat bertugas di lapangan. ***


*Penulis adalah Alumni Hubungan Internasional Fisip Unri dan Pemerhati Sosial