Mantan Petinggi GAM Temui Jokowi, Ada Permasalahan Belum Selesai

Mantan Petinggi GAM Temui Jokowi, Ada Permasalahan Belum Selesai

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Sejumlah mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/2/2020). 

Pertemuan tertutup itu membahas tindak lanjut kesepakatan pemerintah Indonesia dengan GAM yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki.

MoU ini merupakan perjanjian perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan GAM yang ditandatangani di Finlandia pada 15 Agustus 2005.


Mantan petinggi GAM Malik Mahmud Al Haythar menyatakan, pihaknya memberi masukan terkait realisasi sejumlah poin dalam MoU kepada Jokowi.

"Kami beri masukan kepada beliau bahwa perdamaian Aceh sudah berlalu 15 tahun, ada beberapa poin di MoU yang belum selesai. Kami harap pemerintah selesaikan semuanya supaya berjalan dengan baik," ujar Malik.

Sejumlah poin itu di antaranya terkait tanah yang dijanjikan kepada kombatan GAM hingga masalah perekonomian dan investasi. Menurutnya, sejumlah permasalahan itu belum rampung karena terhambat regulasi yang berbenturan antara pusat dengan daerah.

"Di antaranya masalah tanah yang dijanjikan pada kombatan, masalah Pemda belum selesai, perekonomian, dan investasi. Ini yang saya minta supaya diperhatikan karena kadang-kadang ada persepsi regulasi yang enggak sejalan dengan daerah dan pusat. Ini harus diselesaikan," katanya.

Sementara itu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan bakal segera menangani permasalahan itu dalam waktu tiga bulan ke depan. Moeldoko menyebut Presiden Joko Widodo telah menunjuk KSP sebagai penanggung jawab.

"Presiden menunjuk KSP untuk menangani berbagai isu-isu ini dalam tiga bulan ke depan. Sudah ada formula yang bisa menjadi solusi. Kami akan bekerja intensif dengan tim dari Aceh," ucap Moeldoko.
Lihat juga: KontraS: Jokowi Setahun Hanya Bicara HAM 12 Kali

Menurutnya, penyelesaian sejumlah poin dalam perjanjian itu selama ini terhambat karena muncul kekhawatiran dari para investor terhadap kondisi Aceh. Padahal fakta di lapangan, kondisi di tanah rencong itu aman.

"Intinya beliau-beliau menginginkan ada perubahan signifikan dalam 15 tahun terakhir karena kurang ada perubahan di bidang pembangunan. Ini berkaitan dengan persepsi yang telah terbangun oleh para investor bahwa situasi di Aceh begini-begini, padahal sesungguhnya Aceh aman-aman saja," katanya.

"Selain itu dilihat UU lokalnya bagaimana nanti dipikirkan kembali," kata Moeldoko.