Pemerintah Harus Edukasi Semua Pihak Terkait Pembakaran Lahan Secara Tradisional

Pemerintah Harus Edukasi Semua Pihak Terkait Pembakaran Lahan Secara Tradisional

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Ahlul Fadil, aktivis Walhi yang memaparkan pendapat terkait kasus Syafrudin, petani Rumbai yang dituntut 4 tahun penjara karena diduga membakar lahan seluas 20 x 30 meter, mengatakan, pemerintah harusnya tidak membiarkan masyarakat maupun penegak hukum tidak paham soal aturan pembakaran lahan secara tradisional/kearifan lokal. Padahal, mekanisme pembakaran lahan secara tradisional itu diatur dalam UU PPLH, UU Perkebunan, Peraturan Menteri LH No 10/2010, dan Perda.

"Terkait pembakaran lahan secara kearifan lokal, saya melihat ada pembiaran dilakukan pemerintah. Sebab informasi mengenai bagaimana yang dikatakan membakar lahan secara kearifan lokal itu hanya beberapa orang yang tahu. Seharusnya kan masyarakat dan penegak hukumnya harus paham. Apalagi Bhabinkamtibmasnya. Seban dia kan hidup di lingkungan masyarakat itu. Dia harus paham. Jadi tidak asal main tangkap saja sedkit-sedikit ada yang bakar lahan," jelasnya.

Dr Elviriadi, ahli lingkungan yang turut memberi keterangan terkait kasus Syafrudin menekankan dalam keterangannya bahwa syarat pembakaran lahan secara kearifan lokal di antaranya lahan yang digarap maksimal 2 HA, tanaman palawija, dan membuat sekat bakar.


"Namun tetap diawasi hukum dan jangan sampai memalsukan zat materi ataupun komponen-komponen gas, limbah B3 dan seterusnya," ungkapnya.

Selain itu, Noval Setiawan, pengacara pubik LBH Pekanbaru, juga mengingatkan, seharusnya pemerintah bisa lebih fokus pada kasus-kasus besar yang berdampak signnifikan terhadap kerusakan lingkungan daripada hanya sibuk menghabiskan anggaran menyelesaikan kasus yang tidak terlalu dominan seperti kasus Syafrudin dan banyak petani-petani kecil lain.

"Sejak 2014, Walhi bersama jaringan lembaga lain sudah melaporkan perkebunan yang melakukan pengrusakan lingkungan hidup. Tapi tidak ada yang diproses. Padahal kesalahannya sudah jelas. Ada pembakaran lahan, menebang pohon alam, lahannya gambut, dan merusak ekologis. Sebenarnya posisi penegak hukum kita ini gimana? Sudah berapa biaya habis menangani kasus Pak Syafrudin? Harusnya biaya-biaya itu bisa dimanfaatkan untuk penanganan kasus yang jauh lebih besar. Gimana kejelasannya, gimana itu perusahaan yang diSP3?" tutupnya. 


Reporter: M Ihsan Yurin