Di-bully Karena Aturan Majelis Taklim, Wamenag: Berbagi Tugas

Di-bully Karena Aturan Majelis Taklim, Wamenag: Berbagi Tugas

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengaku dirisak alias di-bully karena aturan pendataan majelis taklim.

Ketentuan itu sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim yang ditandatangani oleh Menteri Agama Fachrul Razi.

Sembari bercanda, Zainut mengatakan harus menanggung perisakan atas aturan yang tak dia buat.


"Peraturan menteri agama yang lagi populer; majelis taklim. Saya di-bully, di mana-mana harus menjelaskan, repotnya jadi Wamen ini. Yang ngeluarin siapa, yang di-bully siapa. Ya bagi-bagi tugas ya," kata Zainut sembari tertawa saat mengisi diskusi di Kantor DPP PPP, Jakarta, Jumat (6/12).

Selepas diskusi, Zainut menyampaikan sah-sah saja jika ada pihak yang tak sepakat dengan aturan tersebut. Namun, ia menerangkan Kemenag hanya berniat memberi pelayanan publik yang sebaik-baiknya.

Zainut pun memastikan tak ada niatan pemerintah untuk mengawasi kegiatan majelis taklim secara berlebihan. Dia justru meminta pihak-pihak yang mencurigai Kemenag untuk membaca kembali PMA tersebut.

"Ada enggak, pasal-pasal yang semangatnya tadi disebutkan pembatasan kemudian pengekangan? Tidak ada. Saya mohon kepada para pengkritik untuk dibaca kembali PMA kami," tuturnya.

Sebelumnya, Kemenag menerbitkan aturan pendataan majelis taklim lewat Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Pasal 6 ayat (1) regulasi itu mengatur majelis taklim harus terdaftar di Kemenag.

Pasal 9 dan Pasal 10 mengatur setiap majelis taklim harus memiliki surat keterangan terdaftar (SKT) yang berlaku lima tahun. Sementara Pasal 19 menyatakan majelis taklim harus melaporkan kegiatan selama satu tahun paling lambat 10 Januari setiap tahunnya.

Berbagai kritik datang dari banyak pihak terhadap PMA itu. Salah satunya dari Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman yang menyebut aturan pendataan majelis taklim mirip kebijakan era Orde Baru.**