Gegara Asap, GP F1 Singapura Terancam Batal

Gegara Asap, GP F1 Singapura Terancam Batal

RIAUMANDIRI.CO - Grand Prix Formula 1 di Singapura pekan depan, 20-22 September 2019, terancam batal. Kabut asap yang mengancam kesehatan dan menutupi jarak pandang menjadi penyebabnya.

Kabut tersebut, menurut pemerintah Singapura, berasal dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatra, Indonesia.

Sebenarnya sudah beberapa kali balap jet darat di sirkuit jalanan Singapura itu sempat terancam karena kabut asap, seperti pada 2014 dan 2015. Akan tetapi pada dua tahun itu pada akhirnya balapan tetap berlangsung setelah pemerintah dan penyelenggara memastikan tingkat polusi belum sampai titik membahayakan kehidupan.


Namun kali ini ancaman kabut asap tersebut terlihat lebih serius. Pada Sabtu (14/9), sepekan menjelang F1 dihelat, indeks standar polutan (pollutant standard index/PSI) Singapura, dikabarkan The Straits Times, telah mencapai antara 96-114. PSI antara 101-200 masuk kategori tak sehat.

Menurut Channel News Asia, angka PSI tersebut menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2016. Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) menyarankan agar aktivitas warga di luar ruangan segera dikurangi.

"Kondisi asap di Singapura memburuk sore ini. Hal itu terjadi karena arah angin di kawasan terdekat meniupkan asap dari Sumatra menuju Singapura," jelas NEA dalam situs resminya.

Lebih lanjut NEA memaparkan bahwa berdasarkan pemantauan mereka ada total 450 titik api (hotspot) di kawasan tengah dan selatan Sumatra, terutama di Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan. Angka itu naik dari 156 titik api yang terdeteksi pada Jumat (13/9).

Peta Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) yang menggambarkan arah angin dan wilayah yang terdampak asap kebakaran hutan dan lahan dari Pulau Sumatra, Sabtu (14/9/2019).

Badan itu juga meminta warga Singapura untuk selalu mengamati petunjuk konsentrasi PM2.5--partikel polutan udara yang diameternya 2,5 mikron. Udara bisa dikatakan baik bila konsentrasi PM2.5 antara 0-55. Pada Sabtu (14/9) konsentrasi PM2.5 di Singapura bergerak antara 77-97, tergolong tinggi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Air Singapura, Masagos Zulkifli, menyatakan masalah asap yang berulang harus diselesaikan bersama oleh negara-negara ASEAN.

"Inilah mengapa diperlukan kerja sama dan keputusan yang lebih kuat di antara negara ASEAN dan pemangku kepentingan untuk mencapai visi kita bersama tentang ASEAN yang bebas asap pada 2020," tulis Zulkifli dalam akun Facebook resminya.

"Seperti biasa, kami siap membantu mengatasi api di daratan. Singapura telah menawarkan bantuan teknis pemadaman api ke Indonesia dan siap mengirimkan mereka jika Indonesia meminta."

 

Singapore GP cari jalan keluar

Kembali ke F1, Singapore GP--penyelenggara balap yang akan berlangsung di sirkuit jalanan Marina Bay--mengakui bahwa asap adalah salah satu isu yang tengah mereka cari jalan keluarnya.

"Rencana telah diformulasikan dan disempurnakan oleh para pemangku kepentingan, badan pemerintah, dan komunitas Fomula Satu," kata penyelenggara Singapore GP kepada AFP (h/t Yahoo!News, 14/9).

"Kalau asap mengganggu visibilitas, kesehatan publik, atau isu operasional, Singapore GP akan bekerja erat dengan badan-badan relevan sebelum mengambil keputusan terkait ajang tersebut."

Seorang juru bicara Singapore GP kepada situs auto123.com menambahkan bahwa hanya ada dua skenario yang bisa mengakibatkan balap dibatalkan.

"Kalau jarak pandang bagi para pengemudi jadi amat buruk, atau jika kesehatan masyarakat terancam," tuturnya.

Penyelenggara GP F1 Singapura pastinya harus mempertimbangkan masak-masak jika harus membatalkan balap. Pasalnya, negeri pulau itu membayar sedikitnya AS$65 juta (Rp907 miliar) per tahun agar F1 bisa digelar di sana.

Indikasi lain untuk membatalkan agenda balapan, menurut eks pebalap F1 asal Malaysia, Alex Yoong, adalah indikator visual pilot helikopter. Bila pilot tak bisa menerbangkan helikopter pada situasi kabut asap, F1 pun akan membatalkan agenda balapan.**