Polda Didesak Tetapkan Wabup Bengkalis Tersangka Korupsi Pipa Transmisi di Inhil

Polda Didesak Tetapkan Wabup Bengkalis Tersangka Korupsi Pipa Transmisi di Inhil

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Muhammad yang kini menjabat Wakil Bupati Bengkalis diduga terlibat dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan pipa transmisi di Indragiri Hilir (Inhil). Untuk itu, Kepolisian Daerah (Polda) Riau didesak untuk segera menetapkan mantan Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau itu sebagai tersangka.

Desakan itu disampaikan belasan massa yang menamakan dirinya Gerakan Mahasiswa Anti Korupsi (Gemarak) Riau kala menggelar unjuk rasa di depan kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Riau, Jalan Gajah Mada Pekanbaru, Rabu (23/1). Dalam aksi tersebut, peserta aksi mendapat pengawalan pihak kepolisian.

Dalam orasinya, Koordinator Umum (Kordum) Gemarak Riau, Sandi Putra Rizky mengatakan, korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, sehingga dalam penanganan terhadap pelakunya diharapkan tidak pandang bulu. Apakah itu pejabat negara dari level terendah sampai level tertinggi. 


"Aksi kita ini, untuk mengkritisi penegak hukum dalam hal ini Dit Reskrimsus Polda Riau dalam pengusutan dugaan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM di Kabupaten Inhil," teriak Sandi.

Pantauan Riaumandiri.co di lapangan, selain menyampaikan orasi, peserta aksi juga membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan 'KPA (Bpk Muhammad) kenapa belum tersangka???'. Pada kegiatan itu, Muhammad diketahui menjabat selaku Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Riau, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Pada perkara itu, kata Sandi, telah ditetapkan beberapa orang tersangka. Yaitu, Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas.

Sementara, Harris Anggara alias Liong Thai, pernah menyandang status yang sama. Belakangan, Direktur Utama (Dirut) PT Cipta Karya Bangun Nusa (CKBN) itu lolos dari jeratan hukum usai memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Sehingga untuk sementara status tersangkanya dicabut.

"Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa KPA-nya (Muhammad,red) sampai saat ini belum ditetapkan oleh Dit Reskrimsus (sebagai tersangka). Ada apa?," tanya dia.

"Kita mendesak penyidik segera menetapkan tersangka baru. Kasus ini harus dituntaskan dari hulu sampai ke hilir. Sepengetahuan kami KPA punya peran penting dalam kegiatan proyek ini," sambung dia menegaskan.

Dalam kesempatan itu Sandi mengatakan, jika desakan tersebut tidak ditanggapi, maka pihaknya akan kembali menggelar aksi serupa dengan massa yang lebih banyak lagi. "Jika tidak ditanggapi, kita akan lakukan aksi lanjutan," ancam Sandi.

Atas tuntutan Gemarak itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, memberikan tanggapannya. Penyidik, kata dia, masih melakukan penyidikan untuk mendalami keterlibatan orang nomor dua di Negeri Sri Junjungan itu.

"Masih penyidikan. Kita masih mendalaminya," tandas mantan Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya itu.

Sebelumnya, Kepala Biro (Karo) Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, pada medio November 2018 lalu pernah mengatakan, polisi melakukan pengembangan penyelidikan dan penyidikan untuk calon tersangka Muhammad selaku KPA.

Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukannya adalah menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.

Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani Surat Perintah Membayar (SPM). Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.

"Mau tandatangan dengan alasan anggaran akhir tahun dan takut dikembalikan kalau tidak dilakukan pencairan. Dia juga menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Sampai saat ini belum ada penetapan tersangka bagi dia (Muhammad, red), karena masih perlu pendalaman pemeriksaan lagi," ungkap Dedi kala itu.

Dalam penyidikan perkara ini, Muhammad telah telah beberapa kali menjalani pemeriksaan. Terakhir, Politisi PDI Perjuangan itu diperiksa pada Kamis, 18 Oktober 2018. Seperti sebelumnya, dalam perkara itu Muhammad masih berstatus sebagai saksi.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM tersebut, Muhammad ketika menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Pada Kontrak rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Kemudian pada item pekerjaan timbunan bekas galian, dipastikan fiktif. Karena pengerjaan galian dan penimbunan tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Semestinya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun menariknya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Bahkan, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah serta penimbunan kembali galian tanah. Namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900.

Reporter: Dodi Ferdian



Tags Korupsi