BPK Temukan Kelebihan Bayar Proyek di Disdik Riau, Kajati Minta Ditindaklanjuti

BPK Temukan Kelebihan Bayar Proyek di Disdik Riau, Kajati Minta Ditindaklanjuti

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Dinas Pendidikan Provinsi Riau diminta untuk mengembalikan kelebihan bayar dalam pengadaan peralatan komputer ujian nasional berbasis komputer (UNBK) 2017/2018 yang nilainya mencapai Rp2 miliar lebih berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika tidak, institusi itu akan diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Diketahui bahwa pengadaan peralatan komputer UNBK 2017/2018 ini menelan anggaran sebesar Rp10,83 miliar. Dananya bersumber dari APBD Riau 2017. Proyek ini diadakan oleh Disdik Riau untuk mendukung pelaksanaan UNBK tingkat SMA di Riau.

Proyek tersebut dikerjakan oleh PT BMd. Itu tertuang dalam surat perjanjian kontrak Dinas Pendidikan dengan PT BMd tertanggal 13 November 2017 dan adendum tanggal 4 Desember 2017. Nilai pekerjaannya Rp10,83 miliar.
  
Dalam pengerjaannya, terdapat selisih harga antara jenis lisensi produk yang harusnya dibeli dengan lisensi produk yang terpasang. Harusnya, berdasarkan data tayang e-katalog menggunakan lisensi education, namun yang dipasang adalah lisensi reguler. Selisihnya Rp2.069.424.000.
    
Hasil pemeriksaan atas dokumen paket e-katalog untuk tiga jenis lisensi produk faronics tersebut, menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan Riau membeli lisensi produk yang tidak diatur dalam juknis UNBK.


Ketiga jenis produk faronics yang dipesan berdasarkan arahan dari pihak yang terafiliasi dengan penyedia tersebut, merupakan jenis produk reguler. Sementara pada data tayang e-katalog LKPP, pada saat yang sama tersedia lisensi produk faronics untuk pendidikan (education) dengan harga yang lebih murah.

Menurut BPK, hal tersebut terjadi karena Kepala Disdik Riau dalam hal ini Rudyanto, tidak cermat dalam mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) perubahan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan di lingkungan dinasnya.

Kemudian, pejabat pembuat komitmen (PPK) dinilai tidak cermat dalam mengendalikan pelaksanaan kontrak, dan menyerahkan seluruh penyusunan pemaketan e-purchasing kepada pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) serta operator kegiatan.
  
Pejabat penerima hasil pekerjaan (PPHP) juga dinilai tidak cermat dalam menilai hasil pekerjaan penyedia barang dan jasa. Begitu juga dengan PPTK, yang dinilai tidak cermat dalam mempersiapkan administrasi pembayaran.

Oleh karena itu, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Riau untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Disdik Riau.

BPK juga memerintahkan Kepala Disdik Riau untuk meminta pertanggungjawaban kepada PPK, PPHP dan PPTK atas kelebihan pembayaran sebesar Rp2,069 miliar, dengan menyetorkan ke kas daerah. Terakhir, BPK menginstruksikan PPK untuk menagih denda keterlambatan sebesar Rp86,873 juta dan disetorkan ke kas daerah.

Terkait hal ini, Kepala Kejati (Kajati) Riau Uung Abdul Syakur angkat bicara. Menurutnya, pejabat terkait diminta untuk menindaklanjuti temuan BPK itu khususnya terkait rekomendasi untuk mengembalikan kelebihan bayar.

"Temuan itu kan ada mekanismenya lagi. Kalau memang kelebihan bayar, kita minta untuk segera kembalikan. Kan tinggal itu," ujar Kajati belum lama ini.

Kalau tidak dikembalikan kata Uung, berarti sudah ada unsur korupsi di dalamnya. Apalagi uang tersebut sudah dinikmati oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Jika memang tidak ada iktikad baik untuk mengembalikan kata Uung, pihaknya siap untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut.

"Korupsi. Kalau nggak (dikembalikan). Lebih gampang kan. Kalau dimakannya kan korupsi. Nanti korupsinya saya tangani kan. Itu lebih enak," tegas Kajati Riau Uung Abdul Syakur.


Reporter: Dodi Ferdian