Diduga Terlibat Korupsi Pipa Transmisi, Muhammad dan SF Haryanto Didesak Ditetapkan Tersangka

Diduga Terlibat Korupsi Pipa Transmisi, Muhammad dan SF Haryanto Didesak Ditetapkan Tersangka

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Berbekal spanduk dan selebaran, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Riau Bersatu Lawan Korupsi (Alamak) mendatangi Mapolda Riau, Selasa (18/9/2018). Mereka berunjuk rasa mendesak Polda Riau menjerat aktor intelektual dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pipa transmisi PDAM senilai Rp3,4 miliar.

Aktor intelektual dimaksud antara lain Wakil Bupati Bengkalis Muhammad, yang saat itu menjabat Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau. Selain itu, mereka juga menuding adanya keterlibatan pejabat eselon I Kementerian PUPR SF Hariyanto, yang saat itu menjabat Kadis PU Riau.

"Segera!!! Tetapkan Wakil Bupati Bengkalis Muhammad ST dan SF Harianto sebagai Tersangka Kasus Korupsi Proyek Pengadaan Pipa PDAM," begitu isi tuntutan mereka yang dituangkan dalam spanduk aksi.


Sementara itu, Riki selaku koordinator lapangan aksi damai itu, berharap penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menyidik perkara tersebut secara komprehensif. "Menuntut agar kepolisian bersikap netral dalam menjalankan tugas dan fungsi menegakkan hukum tanpa pandang bulu," teriak Riki dalam orasinya.

Riki menyebut bahwa sudah saatnya Polda Riau kembali menetapkan tersangka baru dalam dugaan kasus korupsi tersebut, termasuk diantaranya dugaan keterlibatan Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad.

Nama Muhammad dalam beberapa waktu terakhir terus dikaitkan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pipa transmisi PDAM itu. Muhammad sendiri sempat diperiksa dua kali sebagai saksi dalam rangkaian penyidikan perkara itu. Terakhir, dia diperiksa pada awal September 2018 lalu.

"Meminta Polda Riau segera umumkan tersangka baru dalam kasus korupsi proyek pengadaan pipa transmisi PDAM di Tembilahan," tegas Riki.

Dalam perkara ini, sudah ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Dua di antaranya, yakni Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Sedangkan tiga tersangka lainnya, masih dirahasiakan oleh Polda Riau. Tak hanya kepada wartawan, Polda Riau juga merahasiakan nama tersangka kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Buktinya, tiga surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang dikirim Polda ke Kejati, tak mencantumkan nama tersangka.

Dua SPDP diterima Kejati Riau pada Juni 2018 lalu. Satu lagi, pada pertengahan Agustus lalu. SPDP tersebut hanya menyebutkan bahwa ada penetapan tiga orang tersangka. Hanya saja, tak dicantumkan nama tersangkanya.

Namun, dari informasi yang dihimpun, dua dari tiga tersangka baru dalam SPDP tersebut, yakni dari pihak kontraktor dan konsultan pengawas. Kontraktor berinisial HA, dan Sy selaku konsultan pengawas.

Tiga tersangka baru itu, atas pengembangan dari dua tersangka awal. Dalam proses penyidikan di Polda Riau, penyidik meyakini keterlibatan kedua tersangka awal dalam penyimpangan yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1 miliar lebih.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.


Reporter: Dodi Ferdian



Tags Korupsi