Sandiaga: Mau Nyinyir Silahkan, Saya Nggak Baperan

Sandiaga: Mau Nyinyir Silahkan, Saya Nggak Baperan

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Sandiaga Uno tahu betul dengan apa yang ia sasar ketika berkampanye di berbagai daerah. Calon wakil presiden Prabowo Subianto ini rutin datang ke pasar bertemu dengan pedagang dan ibu-ibu pembeli. Ia ingin isu perekonomian dijelaskan dengan bahasa pasar tradisional.

Misal saja mengenai dampak pelemahan kurs rupiah belakangan. Sandi tak bicara mengenai statistik dan pasar mata uang. Ia cukup bilang tempe kini dijual tipis karena harga kedelai impor?bahan pembuat tempe?ikut melambung tinggi. Pedangan tempe tak ingin kenaikan harga membuat pembeli lari sehingga mereka mengiris ketebalan agar tak merugi.

“Biasanya kalau omong mengenai pilpres, demokrasi politik, bahasanya ngawang-ngawang banget. Kami ingin yang riil,” ujarnya menjawab pertanyaan kumparan ketika bersafari politik di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Sabtu (13/10).


Sandi menggunakan gaya khas serupa ketika berhadapan dengan anak muda. Ia tak bertele-tele dengan kurs rupiah terhadap dolar. Cukup bilang harga nasi ayam di Indonesia lebih mahal dibanding Singapura.

Tentu saja berbagai pernyataan sang cawapres menuai kontroversi karena dianggap berlebihan. Tapi Sandi punya strategi.

Sandi menyebutkan dalam bukunya Kerja Tuntas Kerja Ikhlas: One Way Ticket To Success, politik itu harus lokal. Ia menyadur pemahaman ini dari politisi kawakan Amerika Serikat, Thomas Phillip “Tip” O’Neil Jr.

Jadi, kalimat kontroversial ala Sandi sengaja dibuat demi menyederhanakan bahasa ekonomi yang pelik, ke bahasa sehari-hari yang mudah dipahami.

Yang dilakukan Sandi sama dengan yang dilakukan Jokowi pada 2014. Di 2014, Jokowi omong sederhana, lucu, dan mudah dicerna masyarakat.

- Harryadin Mahardika, Tim Riset Ekonomi Prabowo-Sandi

Soal benar atau tidaknya informasi yang ia paparkan, Sandi selalu menjawab punya data, atau hanya bilang mendengar soal itu dari ibu-ibu yang curhat kepadanya.

Di tengah kesibukan kampanye akhir pekan kemarin, Sandi meluangkan waktu untuk menjawab sejumlah pertanyaan kumparan. Berikut perbincangan dengan Sandiaga.

Harga makan siang di Jakarta Anda bilang lebih mahal daripada di Singapura. Itu pakai data apa?

Saya ini tinggal di Singapura, saya itu kawin di Singapura sama Mbak Nur Asia. Saya ini pegang permanent resident, lima tahun sampai akhirnya waktu kami di PHK, saya balik ke sini.

Saya tahu seluk beluknya, saya tahu Hougang, sama kayak Bapak Presiden, saya tahu juga Serangoon Road, saya tahu juga hawker center semua di Singapura. Sebagai profesional saya makan siang di hawker center, betul gak?

Hawker center adalah food court alias pujasera?pusat jajanan serba ada, yakni kompleks area makan terbuka dengan harga terjangkau.

Kalau kita makan itu biasanya makan chicken rice, salah satunya cari yang halal, itu 3,5 Dolar, dan dibandingkan dengan kualitas yang sama, antara di Singapura dengan di indonesia, jelas, dari data itu data World Bank.

Yang ingin saya garisawahi bahwa semua di sini harganya mahal, karena kebijakan kita terlalu memanjakan impor, dan tidak mendukung sumber produksi nasional.

Jadi saya ingin mengangkat diskursus ini agar masyarakat tahu kita harus benahi. Karena harga kita bisa lebih murah dibandingkan Singapura.

Kenapa saya pilih Singapura (sebagai studi kasus)? Karena Singapura itu nggak punga pertanian sama sekali. Nggak punya lahan sawah, nggak punya peternakan ayam, nggak punya peternakan bawang putih, semuanya impor tapi bisa lebih murah.

Banyak komentar nyinyir tentang data Anda, bagaimana menanggapinya?

Pertama nyinyir, nggak gue pikirin?EGP. Saya nggak baperan orangnya, seorang politisi nggak boleh baperan, betul ga? Kalau semuanya dibawa ke hati nggak akan beres. Saya orangnya nggak baperan, mau nyinyir silakan. Buat saya yang penting untuk kebaikan bangsa dan negara. Kita membangun untuk motivasi bangsa dan negara kita nggak ada waktu untuk memikirkan nyiyiran.

Saya diamkan aja. Saya nggak akan marah, karena menurut saya yang terpenting adalah bagaimana rakyat kita menikmati harga-harga itu terjangkau, khususnya untuk emak-emak yang masyarakat menengah ke bawah.

Pasangan Prabowo-Sandi terlihat fokus dengan masalah emak-emak. Apa program khusus untuk perempuan?

Saya fokus bagaimana pemberdayaan perempuan, bagaimana ekonomi. Karena 67 persen ekonomi rumah tangga ditopang oleh emak-emak. Mereka ternyata punya usaha dan waktu. Dan ada gerakan dan program OK OCE (program usaha di DKI Jakarta) oleh pemerintah itu juga didominasinya oleh ibu-ibu.

Saya ingin mereka mendapatkan pelatihan, pendampingan dan juga saya ingin mereka dapat didorong juga akses terhadap bagaimana pemisah laporan keuangan keluarganya dan laporan keuangan usaha supaya nggak nyampur. Karena emak-emak itu waktu saya kumpulkan suka mengeluh. Ini kok omzetnya naik kok, saya semakin tekor gitu.

Nah, jadi ada pelatihan-pelatihan. Saya ingin mereka memiliki akses yang baik terhadap pendidikan anaknya, terhadap kesehatan, emak-emak diperhatikan juga pemberdayaannya, perlindungan untuk anak-anaknya. Karena anak-anak itu sekarang masa depan indonesia akan aman kalau emak-emaknya juga aman. Kalau emak-emaknya aman, anak-anaknya juga. Jadi fokus kita ke sana, fokus kepada ekonomi juga kita dorong ke depan, khususnya buat ibu-ibu kita.

Kenapa senang menyambangi pasar saat kampanye?

Saya datang ke PIK (Pantai Indah Kapuk) dan melihat pasar di sini bagus banget, dan itu pasar tradisional yang dikelola dengan baik oleh pengelolanya. Kuncinya memang managementnya, sumber daya manusia.

Harus melakukan revitalisasi. Kita harus bangun bukan hanya infrastrukturnya, tapi juga sdm-sdmnya agar pasar itu nggak kumuh.

Karena pasar tradisional itu kalau dikelola dengan baik tidak kumuh tidak becek, jika tidak kumuh 70 persen dari masyarakat kita masih datang ke pasar untuk kebutuhan sehari-hari. Perusahaan-perusahan besar memberikan testimoni bahwa pasar tradisional itu adalah penyalur 70 persen daripada produk-produk mereka.

Anda sering komentar soal tempe, kenapa?

Tempe itu menarik sekali, tempe itu makanan yang ada hampir setiap hari di meja makannya orang Indonesia. Saya suka makan tempe. Tempe sekarang karena harga dolar naik, sementera tempe itu banyak diproduksi menggunakan kedelai, kedelai itu juga impor betul kan?

Berarti harga tempe mestinya naik juga, dan di sini kehebatan UKM. Mereka berinovasi., karena kalo dinaikin harganya mereka nggak bisa laku, karena daya belinya pasti lesu, tempe-tempe itu dikecilin, mulai tadinya yang agak gede jadi tipis-tipis.

Malah kita kemarin ada joke bahwa Bu Yuli di Duren Sawit, “Pak, gimana caranya nih sekarang tempe udah setipis kartu ATM,” pada ketawa semua.

Yang ngomong itu bukan Sandi, yang ngomong itu Bu Yuli dan kawannya di Duren Sawit. terus gara-gara Bu Yuli nih semua, "Iya Pak kartu ATM ini kan inovasi". Jadi satu yang kita sampein dari UMKM, dari emak-emak mereka itu jujur.

Terus Ibu Yani di Pasar Peterongan di Semarang, tempenya disaset kayak sampo. Kenapa begini? "Ya kalo enggak, kita enggak bisa jual lebih murah, kalo misalnya jual lebih mahal konsumennya pada protes, jadi tempenya dikecilin, dikecilin, dikecilin, akhirnya sasetnya kayak saset sampo.

Itu semua bukan saya yang ungkapkan. Itu murni dari ibu-ibu, dari emak-emak, dari pengunjung pasar. Jadi saya nggak melakukan modifikasi sama sekali, itu murni suara hati mereka. Makanya saya bilang dalam proses politik, suara hati itu tidak dimodifikasi, tidak dicitrakan, tidak jaga image.

Nah ini merupakan fenomena yang ada saya ingin angkat sebagai salah satu keinginan saya bahwa isu-isu ini yang konkret di masyarakat itu bisa dibicarakan dalam diskursus.

Biasanya kalau omong mengenai pilpres, demokrasi politik, sih bahasanya ngawang-ngawang banget. Kami ingin yang riil. Setiap hari kita rasakan di lapangan, tempe, harga-harga, BBM, yang kita rasakan juga lapangan kerja gimana kita cari solusinya.

Soal ucapan Anda soal Rp 100 ribu hanya dapat cabai bawang yang juga viral?

Itu dari emak-emak di Riau, di pasar di Pekanbaru. Pengakuannya lucu, "Saya ribut sama suami saya karena kok seratus ribu cuma bawang sama cabe."

Terus itu kami quote dan akhirnya jadi salah satu temuan untuk mengangkat isu ini.

Kita harusnya duduk untuk mencari solusi agar harga bahan pokok lebih terjangkau lagi.