Tampil Memikat, Lima Caleg Petahana Riau Bicara Politik dan Pembangunan

Tampil Memikat, Lima Caleg Petahana Riau Bicara Politik dan Pembangunan

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Lima calon legislatif (caleg) petahana Riau tampil memikat pada diskusi publik "FPR Dalam Bingkai Demokrasi" di Grand Central Hotel Pekanbaru, Rabu (26/9/2018).

Diskusi publik yang ditaja Forum Pemimpin Redaksi (FPR) Riau ini mengusung tema "Menakar Peluang Caleg Incumbent DPRD Provinsi Riau".

Lima caleg petahana itu berasal dari partai politik berbeda, namun memiliki visi dan misi yang sama, yakni membangun daerah serta memberikan pencerdasan politik kepada generasi penerus bangsa.


Kelima caleg petahana itu masing-masing Bagus Santoso (Anggota DPRD Riau dari Fraksi PAN DPRD Riau), Suhardiman Amby dari Fraksi Hanura DPRD Riau, Abdul Vattah Harahap Fraksi Golkar, Nasril dari Fraksi Demokrat, Kordias Pasaribu dari Fraksi PDI Perjuangan.

Pada diskusi publik yang dimoderatori oleh Fakhrunnas MA Jabbar dan Satria Utama Batubara itu juga menghadirkan panelis penyeimbang yakni Syafriadi dari kalangan tokoh media di Riau, Zufra Irwan dari Komisi Informasi Publik Riau dan Khairul Anwar selaku pengamat politik Universitas Riau.

Ratusan aktivis mahasiswa perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari sejumlah kampus di Riau juga hadir menyaksikan diskusi politik berdurasi sekitar 2,5 jam.

Presiden FPR Riau Fazar Muhardi dalam sambutannya menyampaikan, demokrasi menjadi bingkai yang menawan ketika FPR melaksanakan kegiatan pencerdasan politik yang dirangkai dalam diskusi publik bertema "Menakar Peluang Caleg Incumbent DPRD Provinsi Riau".

Menurut Fazar, kegiatan ini memiliki misi edukasi, diambil dari sebuah makna yang terkandung dalam Bineka Tunggal Ika, meski berasal dari partai yang berbeda-beda, tetapi para caleg incumbent memiliki taked dan tujuan yang sama, membangun karakter politik yang cerdas.

"Salah satunya Bagus Santoso. Selaku kader PAN, Bagus Santoso sudah tiga kali duduk di kursi parlemen, satu kali di DPRD Kabupaten Bengkalis, dan sudah dua kali menjadi legislator di DPRD Provinsi Riau," sebut Presiden FPR seraya menjelaskan, Bagus merupakan satu-satunya narasumber legislator Riau yang memutuskan untuk menaikkan jenjang karir politiknya ke Senayan, menuju kursi DPR RI.

Politisi senior ini memulai karirnya dengan penuh kerja keras dan tekun. Dari seorang loper koran, dia kemudian sempat menjadi wartawan dalam rentan waktu beberapa tahun.

Sampai akhirnya, Bagus kemudian memutuskan untuk 'hijrah', dan memulai karir politik, merebut kursi DPRD Bengkalis dan melanjutkan jenjang ke DPRD Provinsi Riau hingga dua periode.

"Beginilah politik, kita harus cerdas, membuka peluang dan kesempatan bagi penerus, mahasiswa-mahasiswa juga agar berperan aktif untuk menciptakan politik yang cerdas dan baik," kata Bagus, menjawab pertanyaan mahasiswa, sore itu.

Bagus merupakan pria keturunan Jawa, namun pengabdiannya untuk membangun Negeri Melayu telah diakui lewat keterpilihannya yang sudah 15 tahun di parlmen.

"Misi kita adalah membangun daerah, dan ini bisa dimulai dengan terjun mewakili masyarakat di Senayan," kata Bagus.

Konsep membangun yang dimaksud Bagus adalah dengan menamupung aspirasi masyarakat, untuk kemudian menjadikan prioritas dalam program-program yang ditawarkan ke pemerintah lewat pokok pikiran.

Begitu juga dengan Suhardiman Amby, kader Partai Hanura ini merupakan putra Melayu yang telah menyandang gelar Datuk, sebuah penghormatan atas jasa yang telah dia berikan dalam membangun daerah.

Suhardiman Amby dikenal sebagai legislator yang kritis, kerap mengkritisi kinerja dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.

"Jika ada yang bertanya, kenapa saya harus kembali maju lagi untuk DPRD Riau, jawabannya adalah karena masih ada yang harus diselesaikan," kata pria yang akrab disapa Datuk ini.

Suhardiman juga mengemukakan berbagai persoalan yang terjadi di Provinsi Riau, mulai dari banyaknya Perusahaan BUMD yang 'sekarat', hingga pembangunan yang 'berkarat'. Semuanya menurut dia membuat masyarakat semakin menderita dan melarat.

"Maka, saya inginkan, pemerintahan mendatang memiliki tekad untuk memberbaiki atau mampu menyelesaikan segala persoalan-persoalan itu," katanya.

Legislator lainnya, Abdul Vattah Harahap. Kader Partai Golkar ini lebih mengisahkan perjuangan, pengalaman saat 'bertarung' merebut satu kursi di DPRD Riau.

"Itu sebuah perjuangan yang tidak mudah, satu pelajaran yang saya dapat adalah, politik benar-benar membuat kita harus melakukan tindakan yang nyata," kata Abdul.

Abdul juga menyarankan agar para mahasiswa tidak anti terhadap politik, dan terus menambah pengetahuan, untuk kemudian menerapkan politik yang cerdas demi membangun daerah dan negara.

"Ketika periode pertama dulu, saya melihat mahasiswa masih cuek, tidak perduli dengan caleg. Maka kemudian saya hanya menemui generasi yang lebih tua demi merebut suara," katanya.

Namun saat ini, lanjut dia, dengan dilaksanakannya kegiatan diskusi publik yang melibatkan para akktivis mahasiswa, maka harapannya adalah tumbuh kesadaran tentang pentingnya politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tentu, lanjut Abdul, politik yang dimaksud adalah politik yang cerdas dan membangun, sehingga ke depan merekalah (mahasiswa) yang akan mengisi kursi-kursi di parlemen.

Legislator asal Kampar ini adalah kader Partai Demokrat yang mengisahkan perjalanan karir politiknya, dia bangun dengan modal meteri yang sangat kecil.

"Karena menurut saya, uang bukanlah segala-galanya," kata Nasril sembari mengharapkan, akan ada banyak politisi, yang dilahirkan dengan jati yang lebih baik, ditempah dengan perjuangan yang bersih, tanpa politik uang.

Menurut Nasril, jika ingin membersihkan dan memperbaiki sistem, maka harus masuk ke dalam sistem tersebut dan melakukan tindakan-tindakan yang positif.

Selanjutnya Kordias Pasaribu. Kader PDI Perjuangan ini merupakan Wakil Ketua DPRD Riau dengan latar belakang olahragawan. Menjadi legislator baginya adalah cara terbaik untuk membuktikan komitmen dalam membangun daerah.

Dalam acara tersebut, Kordias meminta mahasiswa untuk mengajak masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya pada Pileg dan Pilpres mendatang.

"Peran mahasiswa sangat diperlukan untuk mencerdaskan masyarakat, terutama dalam menggunakan hak pilihnya, jadi jangan sia-siakan itu," katanya.

Kordias juga mengharapkan, mahasiswa untuk dapat mengedukasi masyarakat agar menghindari politik uang, jangan sampai terperdaya dengan iming-iming sesuatu yang akan memengaruhi pilihan.

"Pilihan rakyat menentukan nasib bangsa kita kedepannya. Untuk itu kita harap semua pihak terutama mahasiswa bisa mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan benar," kata Kordias seraya juga berpesan agar semua pihak menjaga apa yang sudah diperjuangkan para pahlawan, menyambut Pileg dan Pilpres dengan gembira, dan tetap menjaga persatuan dan toleransi atas segala perbedaan.

"Walaupun berbeda partai, berbeda pilihan. Namun jangan kita korbankan persatuan bangsa kita, perbedaan itu sudah pasti, tapi negara kita harus kita jaga," kata Kordias.

Sementara itu, Dr Syafriadi, SH, MH selaku pakar hukum pers, juga anggota Dewan Penasehat FPR menjelaskan bahwa fungsi DPRD Provinsi selain dalam pengawasan adalah bekerja sama dengan pemerintah untuk bersama membangun daerah.

"Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014, bahwa DPRD Provinsi mempunyai fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan," kata Syafriadi.

Hal itu diatur dalam Pasal 366 ayat (1) UU tersebut, dimana menurut Syafriadi, peranan penting legislator di DPRD Provinsi adalah menjalankan fungsi legislasi yakni membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.

"Itu artinya, kalangan legislator di DPRD Riau juga harusnya berperan dalam pembangunan, pemasukan daerah dan lainnya, untuk sejalan atau selaras dengan pemerintah daerah, termasuk sudah berapa perda yang dihasilkan," kata Syafriadi.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Riau, Zufra Irwan, menjelaskan bahwa kalangan DPRD Riau juga memiliki peran untuk mengawal keterbukaan informasi.

Seperti diketahui, demikian Zufra, korupsi saat ini tidak hanya berwujud nyata, atau dalam bentuk barang dan uang.

Namun korupsi terburuk yang harusnya juga diwaspadai, demikian Zufra, adalah korupsi informasi, dimana dalam hal ini yang dirugikan adalah masyarakat secara luas.

Seperti butir-butir yang tertuang dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Menurut Zufra, aturan itu jelas menerangkan soal hak publik dalam mendapatkan informasi.

"Yang salah satu tujunnya adalah, menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik," kata Zufra.

Keterbukaan informasi, sebut Zufra, juga harusnya adalah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik, bahkan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.

"Namun korupsi informasi, atau informasi yang disembunyikan, merupakan bentuk kejahatan yang menghilangkan hak-hak publik tersebut, dan ini bahaya," katanya.

Maka kemudian, Zufra mengharapkan agar kalangan legislator ke depan untuk dapat sama-sama membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi yang mereka butuhkan, dan itu sesungguhnya dilindungi oleh undang-undang.

"Pemerintah jangan ada yang ditutup-tutupi, semuanya harus transparan, informasi jangan dikorupsi," katanya.