Dolar AS Tembus Rp13 Ribu

Dolar AS Tembus Rp13 Ribu

JAKARTA (HR)-Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih bergerak melemah. Bahkan dolar AS berhasil menembus level Rp13 ribu. Kondisi ini merupakan yang pertama sekali terjadi, setelah krisis moneter yang melanda Tanah Air pada tahun 1998 lalu.

Banyak hal yang disebut-sebut menjadi faktor melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Tidak saja terhadap dolar AS, rupiah juga harus 'tiarap' dengan mata uang negara lain di Asia seperti ringgit Malaysia, won Korea dan baht Thailand. Sebaliknya, dolar AS terus menunjukkan adanya penguatan terhadap seluruh mata uang di dunia. Meski demikian, pemerintah menegaskan sejauh ini belum ada investor yang mengutarakan keinginannya untuk menarik modal dari Indonesia.
 
Mengutip Reuters, Kamis (5/3), rupiah akhirnya menembus level Rp13.000/US$, tepatnya di Rp13.015/US$. Angka itu melemah dibandingkan penutupan perdagangan kemarin yaitu Rp12.971/US$.

Penguatan dolar AS tidak lepas dari semakin membaiknya ekonomi Negeri Paman Sam. Apalagi negara-negara di Eropa, Jepang, bahkan China tengah mengalami perlambatan ekonomi sehingga AS menjadi seakan tanpa lawan.

Menyikapi kondisi itu, Reza Priyambada, Kepala Riset Woori Korindo Securities, mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari ekspektasi penurunan suku bunga acuan atau BI Rate lebih lanjut karena deflasi dalam dua bulan pertama selama tahun 2015. Kondisi ini membuat investasi dalam rupiah kurang menjanjikan imbalan yang menggiurkan.

"Ekspektasi akan kembali turunnya BI rate seiring dengan dimulainya tren penurunan suku bunga di beberapa negara memberikan sentimen negatif bagi pergerakan rupiah. Laju rupiah berada di bawah target level resisten 12.960/US$," tulis Reza dalam risetnya.

Menurut Reza, investor perlu mewaspadai pelemahan rupiah lanjutan. Hari ini, potensi itu masih cukup besar. "Tetap waspadai pelemahan lanjutan. Kali ini pun pergerakan rupiah kurang lebih tidak akan jauh berbeda, di mana masih ada potensi untuk kembali melanjutkan pelemahan," terangnya.

Sementara itu, analis Valuta Asing Senior dari ANZ, Khoon Goh, tren pelemahan rupiah ini mulai terjadi setelah euforia Pemilu Presiden (Pilpres) Republik Indonesia (RI) akhir tahun lalu. Dikatakan, rupiah berhasil menekan dolar AS pada saat kampanye Pilpres tahun 2014 lalu. Ketika itu dolar As bisa ditekan hingga di kisaran Rp 11.495 pada rentang 25 Juni sampai 23 Juli 2014. Arus dana asing pun masuk dengan kencang.

Namun sayang, tren penguatan itu tak lama berbalik arah seiring dengan pudarnya euforia Pilpres dan terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden RI. "Euforia terkait terpilihnya Presiden Jokowi di 2014 tidak bertahan lama," ujar Goh seperti dikutip CNBC.

Terkuat Pascakrismon
Anjloknya nilai rupiah ini merupakan yang terkuat pascakrisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998 lalu. Saat itu, dolar AS juga pernah mencapai level Rp13 ribu pada Juli 1998. Tidak hanya terhadap dolar AS, rupiah juga mengalami pelemahan terhadap mata uang negara lainnya. Seperti dolar Singapura yang saat ini ada pada kisaran di Rp9.504/SG$. Begitu juga terhadap baht Thailand, saat ini Rp402,01/baht. Begitu juga won Korea Selatan, rupiah ada di Rp11,83/won. Sedangkan terhadap ringgit Malaysia, rupiah ada di Rp3.561/ringgit.

Belum Ada Investor Mundur
Meski demikian, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani yakin pelemahan rupiah tidak akan berpengaruh terhadap minat investasi ke Indonesia. Fluktuasi kurs dinilainya sebagai fenomena jangka pendek, sementara investasi adalah untuk jangka panjang.

"Umumnya kalau investasi melihat kurs tidak otomatis kemudian menunda atau membatalkan. Keputusan investasi pasti jangka panjang," ujarnya.

Oleh karena itu, Franky menegaskan sampai saat ini belum ada kekhawatiran dari para investor.
"Sekarang ini yang kami lihat belum ada yang menyatakan dengan adanya pelemahan rupiah lalu investor membatalkan. Belum ada yang menyatakan mundur," tegasnya.

Selain itu, demikian Franky, biasanya pengusaha sudah memiliki kalkulasi perkiraan kurs rata-rata selama setahun. Pelemahan kurs yang terjadi jangka pendek tentunya sudah masuk dalam perhitungan.

"Sekali lagi, ini masih Januari-Februari. Belum bisa kita lihat secara signifikan dampaknya terhadap investasi," sebutnya.

Menurut Franky, ke depan rupiah masih berpotensi menguat. Penguatan rupiah akan disokong oleh meningkatnya investasi yang masuk ke Indonesia. "Banyak arus modal masuk. Semakin tinggi investasi, akan lebih bisa menstabilkan rupiah," tuturnya. (bbs, dtc, kom, ral, sis)