Dewan Pers Sebut 28 Pasal Pada RUU KUHP Berpotensi Ancam Kebebasan Pers

Dewan Pers Sebut 28 Pasal Pada RUU KUHP Berpotensi Ancam Kebebasan Pers
RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Dewan Pers, Yoseph Adi Prasetyo atau yang akrab disapa Stanley, menyatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini tengah dibahas di DPR RI berpotensi mengancam kebebasan pers.
 
Menurut Stanley, rencana revisi RKUHP memang sejak lama telah disepakati oleh pemerintah dan DPR. Alasan pemerintah dan DPR melakukan revisi RKUHP adalah acuan undang-undang hukum pidana yang selama ini digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam menegakan hukum pidana itu karena peninggalan kolonial Belanda.
 
"Dalam konteks itu kita sepakat. Oleh karena itulah perlu dirancang RUU KUHP yang baru yang lebih cocok dengan situasi sekarang. Tapi masalahnya adalah rancangan itu berpotensi mengancam kebebasan pers, ini yang berbahaya," kata Stanley di Gedung Dewan Pers, Kamis (15/2/2018).
 
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Advokasi Persatuan Wartawan Indonesia, Tri Agung Kristanto mengatakan, setidaknya ada 28 pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers di dalam RKUHP yang saat ini tengah digodok di DPR. Menurutnya, pasal-pasal tersebut dapat membatasi kerja-kerja jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya di lapangan.
 
"Nah hal seperti ini yang harus diantisipasi. Karena di dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, telah mengatur seluruh karya jurnalis yang dihasilkan oleh teman-teman pers di lapangan itu bagian dari kemerdekaan pers," kata Tri Agung.
 
Lebih jauh dia sebutkann, salah satu pasal yang mengancam kebebasan pers di dalam RKUHP adalah, pasal 222 tentang Pertahanan Negara. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang tanpa berwenang memasuki wilayah yang sedang dibangun untuk keperluan pertahanan keamanan negara dalam jarak kurang dari 500 meter, kecuali pada jalan besar untuk lalu lintas umum dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun.
 
"Nah coba anda bayangkan, kalau kita (pers) mendapatkan informasi, misalnya ada pembangunan kantor Kodim yang dilakukan menggunakan kayu dari hasil ilegal logging misalnya, kita untuk mengetahui itu benar atau tidak kan harus masuk ke dalam, tapi pasal itu kan tidak memperbolehkan kita masuk ke dalam untuk melakukan investigasi ke sana," ujar dia.
 
Dengan demikian, lanjut Tri Agung, saat ini pembahasan RKUHP masih belum diketuk oleh DPR. Ia berharap kalangan pers atau organisasi pers harus ikut andil dalam mengawal pembahasan RKUHP tersebut.
 
"Sekarang kita masih ada waktu untuk mengawal itu, mumpung belum ketuk palu. Karena yang seperti ini tidak boleh dibiarkan," kata Tri Agung.
 
Menanggapi kritikan tersebut, politisi Partai Nasdem yang juga Anggota Panja RKUHP, Akbar Faisal menyatakan, pihaknya sangat mengapresiasi adanya masukan dari kalangan pers terkait dengan pembahasan Rancangan KUHP yang kini masih dalam proses pembahasan di DPR.
 
Ia mempersilahkan kepada seluruh organisasi Pers dan kelompok civil society lainnya untuk memberikan masukan kepada Tim Panja DPR agar pembahasan revisi KUHP tersebut dapat berjalan tanpa mengganggu kebebasan pers yang juga telah diatur dalam UU Pers.
 
"Kita sangat terbuka untuk itu. Silakan siapkan usulan-usulan, ini masih proses pembahasan, datang ke saya, berikan usulannya ke saya, saya akan fasilitasi teman-teman untuk kita berdiskusi dengan Panjang RKUHP di DPR. Mumpung masih ada waktu. Saya mengerti betul apa yang diinginkan teman-teman," kata Akbar Faisal. 
 
Sumber: Viva
Editor: Nandra F Piliang