Utang Guncang Keuangan Negara, Pembayaran Bunga Capai Rp 221,1 Triliun

Utang Guncang Keuangan Negara, Pembayaran Bunga Capai Rp 221,1 Triliun
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai semangat membangun infrastruktur dan program kesejahteraan rakyat yang sedang dilakukan pemerintahan Jokowi akan banyak menghadapi masalah. 
 
"Selain pemasukan dari target amnesti pajak meleset, juga (ditambah) utang pemerintah masih tinggi. Itu bisa mengguncang keuangan negara," kata Heri Gunawan dalam keterangannya yang diterima riaumandiri.co, Rabu (12/4). 
 
Jika stabililitas fiskal ditempuh lewat utang, ulasnya, maka itu sama saja tidak menyehatkan fiskal. Cara-cara berutang melahirkan ancaman guncangan keuangan. 
 
Karena itu, dia mengimbau pemerintah untuk menetapkan kriteria proyek yang boleh dibiayai dengan utang. Di samping untuk menjamin efektif meningkatkan produktivitas, juga harus mampu mengembalikan beban bunga dan cicilan utang.
 
"Saat ini, beban pembayaran bunga utang telah mencapai Rp221,2 triliun pada tahun 2017. Sementara target pendapatan yang terlalu tinggi dan kurang diyakini ketercapaiannya bisa menimbulkan risiko defisit yang melebar," katanya.
 
Bahkan menurut politisi dari Partai Gerindra ini, bisa berpotensi melanggar ketentuan undang-undang yang membatasi defisit APBN maksimum 3 persen dari PDB.
 
Di sisi lain, katanya, penyusunan APBN yang kredibel tidak bisa lewat penerbitan SBN. Gemuknya SBN untuk membiayai defisit semakin memberi ancaman baru. 
 
"Kontribusi SBN terhadap total pembiayaan utang, rata-rata mencapai 101,8 persen per tahun dan terhadap total pembiayaan anggaran mencapai 103,3 persen per tahun (APBN 2017). Kecanduan yang berlebih terhadap SBN sudah pasti akan meningkatkan risiko fiskal," ujarnya.
  
Apalagi, ulasnya, kepemilikan SBN oleh asing per September mencapai 39,2 persen. Dia mengkhawatirkan risiko ancaman pembalikan dana secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar yang berdampak sistemik. 
 
“Pemerintah harus tetap konsisten dan fokus untuk proyek-proyek strategis nasional. Idealnya anggaran tidak lagi berbasis fungsi atau money follow function. Namun, berorientasi pada program yang memberi manfaat langsung atau money follow program,” papar Heri.
 
Menurut Heri, pemerintah harus menghadirkan solusi atas jeratan defisit anggaran yang kini makin menganga lewat kebijakan fiskal yang kredibel. 
 
“Ironisnya, dalam kurun lima tahun terakhir, realisasi defisit anggaran cenderung meningkat. Penyebabnya, rata-rata realisasi belanja tumbuh di kisaran 5 persen, sementara realisasi pendapatan negara hanya tumbuh kisaran 3 persen,” katanya.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 13 April 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang