Pengambilan Sumpah Tiga Pimpinan DPD RI

GKR Hemas: Dewi Keadilan Menghujamkan Pedang Keadilan ke Jantung Sendiri

GKR Hemas: Dewi Keadilan Menghujamkan Pedang Keadilan ke Jantung Sendiri
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menegaskan, untuk pelantikan atau pengambilan sumpah jabatan pejabat tinggi negara harus dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA).
 
Demikian ditegaskan Aidul Fitriciada menjawab pertanyaan RIAUMANDIRI.co usai acara pembukaan Konferensi Etika Nasional Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di Jakarta, Rabu (5/4).
 
Ketika ditanya apakah pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan Pimpinan DPD RI (Oesman Sapta Odang, Nono Sampono dan Damayanti Lubis) yang dilakukan Wakil Ketua MA Suwardi, Selasa (4/4) sah atau tidak, dia tidak secara tegas menyebutkan tidak sah.
 
Hanya dia mengatakan bahwa pengucapan sumpah itu harus dilakukan oleh Ketua MA. "Di dalam UU kan disebutkan bahwa pengambilan sumpah jabatan itu kan hanya disebut oleh Ketua MA," jelasnya.
 
UU yang dimaksud Ketua KY itu adalah UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Dalam UU tersebut disebutkan bahwa  yang melantik anggota dan Pimpinan DPD dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung. Tidak ada secara eksplisit menyebutkan bahwa bisa diwakili oleh Wakil Ketua MA.
 
Politik Jadi Panglima
 
Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai dalam proses pemilihan Pimpinan DPD tersebut mencerminkan bahwa sekarang politik yang menjadi panglima.
 
Namun dia tidak mau menanggapi masalah hukum yang dilanggar dalam proses "perebutan kekuasan" yang terjadi di DPD tersebut. "Saya tidak mengerti hukum, tanya ke yang lain," kilah Zulkifli Hasan.
 
Zulkifli juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mau mencampuri masalah yang terjadi di DPD. Dia yakin masalah yang terjadi di lembaga tempat berhimpunnya para senator itu bisa diselesaikan secara internal.
 
Ketika ditanya soal posisi Wakil Ketua MPR yang ditinggalkan Oesman Sapta, Zulkifli Hasan mengatakan bahwa posisi tersebut akan diisi kembali dari DPD. "Karena itu dari DPD maka diisi lagi dari DPD," jelasnya.
 
Sementara itu, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengatakan, perebutan pimpinan DPD RI yang sah oleh tiga pimpinan DPD yang baru dilantik, adalah di luar batas rasionalitas nalar politik dan hukum. 
 
"Tidak sampai disitu, puncak drama ini menggambarkan seolah Dewi Keadilan sedang menghunjamkan pedang keadilan ke jantungnya sendiri," tegas Hemas, di Jakarta, Rabu (5/4).
 
Dikatakan, situasi di DPD RI telah berlangsung begitu cepat. Situasi ini bukan hanya  potret DPD RI semata, namun menjadi potret besar negara dan bangsa ini dalam hal masa depan penegakan hukum. Berbagai dinamika terjadi mulai yang menampilkan rasionalitas hingga di luar batas nalar politik dan hukum.
 
Dia juga membantah pernah menyatakan mengundurkan diri sebagai pimpinan setelah 3 April 2017. "Saya selaku pimpinan DPD RI yang sah periode 2014-2019 tidak pernah menyatakan mengundurkan diri apalagi dinyatakan berakhir. Sehingga, tidak pernah terjadi kekosongan Pimpinan DPD RI untuk kemudian ada dasar bagi Pemilihan Pimpinan DPD RI yang dipimpin oleh Pimpinan Sidang Sementara.
 
Oleh karenanya, dia mempertanyakan kepada Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial, Suwardi, agar segera menjelaskan ke publik, mengapa melakukan tindakan pengambilan sumpah yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung. 
 
"Bagi saya ini bukan soal kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan, tetapi karena politik harus tunduk pada hukum dan hukum harus tunduk pada hukum itu sendiri," tegasnya.
 
Jika kemudian Wakil Ketua Mahkamah Agung, tidak dapat menjelaskan ke publik secara rasional dalam waktu satu kali 24 jam, alasan dibalik tindakan pengambilan sumpah tersebut, maka dia mendesak MA untuk membantalkan pengambilan sumpah tersebut.
 
"Jika tidak Wakil Ketua MA tidak dapat menjelaskan, maka demi menjaga keluhuran martabat dan kewibawaan Mahkamah Agung, kami minta dengan segera Mahkamah Agung untuk membatalkan tindakan pengambilan sumpah tersebut.
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang