Hak Angket e-KTP Masih Kontroversi di DPR

Hak Angket e-KTP Masih Kontroversi di DPR
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Usulan penggunaan hak angket terkait kasus e-KTP yang diwacanakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah masih kontroversi di kalangan anggota DPR sendiri. Ada yang mendukung dan ada pula yang menganggap tidak perlu.
 
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menilai perlu usulan hak angket tersebut untuk menguji nyali anggota DPR yang namanya disebutkan dalam dakwaan jaksa KPK.
 
"Sebenarnya ingin menguji apakah partai-partai politik yang anggotanya diduga terlibat korupsi e-KTP memiliki nyali kebenaran dan kejujuran. Sebab hampir semua anggota Parpol tersebut membantah menerima aliran dana korupsi tersebut," kata Nasir, di Gedung DPR, Rabu (15/3).
 
Logikannya kata Nasir, jika tidak menerima, maka mari dibentuk dan gulirkan hak angket untuk mengetahui secara rinci apakah ada unsur lain selain penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.
 
Selain itu kata Nasir, pembentukan hak angket untuk memastikan dan menjaga keseimbangan agar tidak terjadi pembusukan terhadap DPR itu sendiri. "Dalam suasana seperti ini tentu tudingan negatif selalu diarahkan ke DPR," ujarnya.
 
Di sisi yang berbeda, anggota Komisi III, Sudding dari Hanura menilai pembentukan hak angket e-KTP tidak perlu karena hanya menimbulkan kegaduhan baru.
 
"Ini menimbulkan kegaduhan baru lagi. Misalnya ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan mekanisme. Ini bisa dilakukankomisi terkait untuk mengonfirmasi saat rapat kerja," kata Sudding di Gedung DPR. 
 
Dia menilai kinerja KPK selama ini sudah baik sehingga menjadi tumpuan masyarakat dalam mencari keadilan dan akan kontraproduktif jika ada tekanan dan intimidasi politik terhadap KPK.
 
"Saya kira citra institusi DPR ini di masyarakat akan semakin merosot. Cukup Komisi III DPR menindaklanjuti ketika ada suatu hal yang dianggap katakanlah tidak sesuai dengan prosedur yang dilakukan," katanya.
 
Jika hak angket dibentuk, dia mengkawatirkan akan bisa memunculkan kegaduhan baru dan menimbulkan tafsiran macam-macam di tengah masyarakat. Seperti ada suatu tekanan, ada intimidasi, untuk membebaskan orang per orang yang selama ini disebut KPK dalam kasus e-KTP.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 16 Maret 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang