Pansus RUU Pemilu Minta Penetapan Komisioner KPU dan Bawaslu Ditunda

Pansus RUU Pemilu Minta Penetapan Komisioner KPU dan Bawaslu Ditunda
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Penyelenggaraan Pemilu Lukman Edy meminta penetapan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ditunda hingga selesai pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu.
 
"Sebaiknya  ditunda dulu sambil menunggu selesainya UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru,” kata Lukman Edy yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu dalam siaran persnya diterima riaumandiri, Kamis (02/02).
 
Politisi PKB itu mengkhawatirkan, norma UU yang lama akan berbeda dengan RUU Penyelenggaraan Pemilu yang juga mengatur soal penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu dan DKPP.
 
Ia menyebutkan ada beberapa catatan penting tentang penyelenggara pemilu yang diusulkan pemerintah dalam draft RUU, DIM fraksi-fraksi maupun usulan dari masyarakat yang berbeda dengan UU lama. Diantaranya, batasan usia penyelenggara pemilu, keterlibatan penyelenggara pemilu dalam partai politik, rekrutmen dan kewenangan DKPP, dan jumlah komisoner sampai syarat-syarat khusus keanggotaan KPU maupun Bawaslu.
 
Terkait batasan usia penyelenggara pemilu, jelas anggota DPR dari dapil Riau itu, draft pemerintah mengusulkan menaikkan syarat minimal usia komisioner 5 tahun. Sedangkan ada usulan masyarakat untuk membuat syarat maksimal usia komisioner.
 
Di sisi lain, ada usulan untuk menambah jumlah komisioner Bawaslu menjadi 7 orang, mengingat beban tugas dan tambahan kewenangan Bawaslu dalam draft RUU, sehingga komposisi 5 orang dianggap kurang memadai.
 
“Begitu juga keterlibatan penyelenggara pemilu dalam parpol, pemerintah mengusulkan calon komisoner wajib menyatakan mundur dari partai politik pada saat pendaftaran. Sementara, UU pemilu lama menyatakan tidak boleh ada catatan sebagai pengurus partai politik selama 5 tahun terakhir,” kata Lukman.
 
Ia juga menyoroti usulan masyarakat untuk merubah persyaratan kompetensi Komisioner KPU maupun Bawaslu seperti penerapan e-voting mengharuskan ada komisioner yang ahli teknologi IT dan keahlian auditor untuk melakukan audit terhadap dana kampanye.
 
"Belum lagi penyelidikan dan penyidikan praktik money politics mewajibkan persyaratan punya pengalaman dalam intelijen dan penyidikan serta usulan tentang kewajiban untuk mengakomodir keterwakilan 30% perempuan di Komisioner. Artinya kalau pemerintah mengusulkan 14 nama, maka 5 di antaranya harus perempuan, sementara untuk calon KPU dari 10 nama 3 di antaranya harus perempuan,” lanjutnya.
 
Menurut Lukman, seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu akan menjadi persoalan dan berpotensi ditolak Komisi II DPR jika UU baru mengatur ketentuan yang berbeda dengan ketentuan UU yang lama. “Bagi kami baik itu di Pansus maupun Komisi II, menyakini bahwa seleksi sekarang kebutuhannya adalah untuk pemilu 2019. Begitu juga UU pemilu yang sedang dibahas adalah untuk pemilu 2019, bukan untuk pemilu 2024,” tandasnya.
 
Sehari sebelumnya, Rabu (1/1),  Tim Seleksi (Timsel) Calon Komisioner KPU dan Bawaslu menyerahkan nama-nama calon komisioner KPU-Bawaslu periode 2017-2022 yang lolos seleksi tahap akhir kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
 
Lengkapnya ke-14 calon komisioner KPU adalah Amus Alkana, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Ilham Saputra, Evi Novida Ginting Manik, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Ida Budhiarti, Wahyu Setiawan, Sri Budi Eko Wardani,  Pramono Ubaid Tanthowi, Yessy Y Momongan, Hasyim Asy’ari, Arief Budiman, Viryan an Sigit Pamungkas.
 
Sedangkan 10 calon komisioner Bawaslu adalah Ratna Dewi Petalolo, Mohammad Najib, Abhan, Sri Wahyu Araningsih, Fritz Edward Siregar, Safrida Rachawati Rasahan, Mochammad Afifuddin, Herwyn Jefler Hielsa Malonda, Abdullah dan Rahmat Bagja.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 03 Februari 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang