Ahok dan Prahara Bangsa Indonesia

Ahok dan Prahara Bangsa Indonesia
JAKARATA (RIAUMANDIRI.co) - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali menimbulkan kegaduhan baru untuk negeri ini. Di saat dirinya menjalani masa persidangan sebagai terdakwa perkara penodaan agama, calon gubernur DKI Jakarta itu kini membuat panas para Nadliyin dan kader Partai Demokrat.
 
Semua itu berawal dari ucapan Ahok dan penasehat hukumnya, Humphrey Djemat, kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin di persidangan kedelapan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Gedung Audiotorium Kementerian Pertanian, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (31/1) lalu.
 
Saat itu, KH Ma'ruf Amin dihadirkan untuk memberikan keterangan sebagai salah satu saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. 
 
Masalah baru muncul kala Ahok menanggapi kesaksian itu, dia meradang dan berniat memperkarakan saksi-saksi yang memberikan kesaksian yang dia anggap bohong yang dapat memberatkannya dalam perkara itu.
 
Perkataan itu dilontarkan Ahok, karena dia merasa telah dizolimi dalam kasus penistaan agama yang menjeratnya. Terutama ketika dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, KH Ma'ruf Amin menjelaskan proses dikeluarkannya pendapat keagamaan atas pidato kontroversial Ahok di Kepulauan Seribu.
 
"Saudara saksi saya berterima kasih, ngotot di depan hakim bahwa saudara saksi tidak berbohong, Akhirnya meralat ini, banyak pernyataan-pernyataan berbohong, kami akan proses secara hukum saudara saksi. Tentu bisa membuktikan bahwa kami memiliki data yang lengkap,” kata Ahok.
 
Sebelum Ahok menyampaikan tanggapan atas kesaksian itu, persidangan sempat menghangat, karena Humprey sebagai penasihat hukum Ahok, mempertanyakan hubungan Ma'ruf Amin dengan salah satu pasangan calon Gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
 
Sebab, menurut Humprey, sempat ada pertemuan antara pasangan Cagub itu dengan Ma'ruf ketika Ahok sedang diguncang kontroversi pidatonya yang menyinggung surah Al Maidah ayat 51. Humprey menyebut, pertemuan itu dilakukan di kantor PBNU pada 7 Oktober 2016.
 
Humprey lalu melontarkan pertanyaan soal komunikasi sambungan telepon antara Ma'ruf dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono sebelum putra SBY, Agus Harimurti bertemu Ma'ruf. Pada kesempatan itu Humprey mengaku memiliki bukti. Sikap Ahok dan pengacaranya inilah yang memicu kemarahan warga Nadliyin dan kader Partai Demokrat.
 
Di kalangan Nadliyin, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Zainut Tauhid Sa'adi menyesal dan geram karena Ketua Umum MUI itu diperlakukan seolah-olah seperti seorang terdakwa dalam persidangan tersebut.
 
Menurutnya, Ma'ruf yang berstatus sebagai saksi seharusnya diperlakukan secara terhormat karena justru ikut membantu jalannya proses hukum di persidangan. Apalagi Ma'ruf disebut dari awal berkeinginan untuk mendorong penyelesaian kasus Ahok melalui jalur hukum. 
 
"Dan itu menurut beliau adalah pilihan jalan yang paling terhormat dan bermartabat serta dapat meminimalisir konflik yang akan terjadi di masyarakat. Karena kasus Ahok adalah murni kasus hukum, bukan kasus politik, bukan kasus pertentangan etnis maupun kasus pertentangan golongan dan agama," ujarnya. 
 
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Infokom, KH Masduki Baidlowi, mengungkapkan Ma'ruf Amin memang tidak melihat secara langsung video pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu yang diduga menistakan Alquran. Tapi, bukan berarti pendapat dan sikap keagamaan yang dikeluarkan MUI ditetapkan tanpa melihat video tersebut.
 
"Komisi Pengkajian MUI mendalami secara serius, mulai dari telaah video, transkrip hingga validasi ke Kepulauan Seribu. Proses penetapan pendapat dan sikap keagamaan dengan melibatkan empat komisi di MUI," kata Masduki.
 
Menurutnya, dalam pendapat dan sikap keagamaan MUI memang tidak fokus membahas makna surah Al Maidah 51 dan tafsirnya, akan tetapi membahas dan mengkaji pernyataan Ahok yang belakangan membuat gaduh masyarakat. MUI menelaah apakah pernyataan itu masuk kategori menghina Alquran dan ulama atau tidak? Tentu dalam perspektif agama Islam.
 
Penghinaan terhadap Rais Am PBNU itu juga membuat mantan hakim konstitusi Mahfud MD dan ulama Bandung, Aa Gym, tersinggung.
 
Tak ingin polemik semakin membuncak, Ahok buru-buru menyampaikan permintaan maaf kepada KH Ma’ruf Amin. Dalam pernyataan resminya, Ahok antara lain memastikan tidak akan melaporkan Ma'ruf Amin ke polisi, kalau pun ada saksi yang dilaporkan mereka adalah saksi pelapor, sedangkan Kyai Ma'ruf bukan saksi pelapor, beliau seperti saksi dari KPUD yang tidak mungkin dilaporkan.
 
Maaf pun ia dapatkan, setelah  KH Ma’ruf Amin dikunjungi Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan, dan Pagdam Jaya Mayjen Teddy Lhaksamana di kediamannya yang berlokasi di kawasan Koja, Jakarta Utara, Rabu malam.
 
Persoalan selesai? Belum. Bagi sebagian besar umat islam di tanah air, ini bukan saja menjadi persoala KH Ma’ruf Amin dengan Ahok dan tim pengacaranya, tetapi menyangkut ulama mereka yang telah dilecehkan Ahok dan tim.
 
Ditambah Ahok masih harus berhadapan dengan Partai Demokrat yang juga mempersoalkan urusan sidangnya karena menyebut-nyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono saat Ma’ruf Amin bersaksi. Ini soal telepon antara Ma’ruf dan SBY yang berbuntut dugaan penyadapan mantan orang nomor satu di Indonesia itu.
 
Nandra F Piliang