Sylvi: Jokowi Teken Dana Hibah Kwarda Pramuka

Sylvi: Jokowi Teken Dana Hibah Kwarda Pramuka

JAKARTA (riaumandiri.co)- Sylviana Murni menjalani pemeriksaan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri selama tujuh jam setengah, Jumat (20/1). Usai pemeriksaan, Sylviana mengatakan Joko Widodo yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, mengetahui soal dana hibah Kwarda Pramuka DKI Jakarta tahun anggaran 2014-2015.

Dikatakan, dana sebesar Rp8,6 miliar tersebut adalah dana hibah, bukan dana Bansos Kwarda Pramuka DKI Jakarta. Bahkan, kebijakan atas mengalirnya dana tersebut juga diketahui Jokowi yang ketika itu masih menjabat Gubernur DKI Jakarta.

"Bukan dana Bansos, tetapi ini adalah dana hibah sesuai dengan SK Gubernur Nomor 235 tanggal 14 Februari 2014 yang ditandatangani pada saat itu Pak Jokowi," terangnya.

Ditambahkannya, dalam SK tersebut tertulis biaya operasional pengurus kuwarda DKI Jakarta dibebankan pada APBD DKI Jakarta melalui dana hibah.

"Selanjutnya berapa dana yang diberikan ini Rp6,8 miliar dan saya sudah lakukan dengan teman-teman pengurus Kwarda, jelas ini untuk kegiatan 2013-2014," jelasnya.

Sylvi juga mengklaim bahwa hasil kegiatan dan anggaran yang dikeluarkan sudah diaudit auditor independen. Dia tidak mengatakan nama badan auditor tersebut namun menegaskan bahwa sudah terdaftar.

"Dari hasil kegiatan kita pada 2014 disini jelas bahwa sudah ada audior independen jadi saya sudah punya auditor independen akuntan publik terdaftar. Yang kegiatan ini semua adalah wajar. Laporan audit atas keuangan gerakan Pramuka kwartil daerah 2014 telah kami audit, dengan no laporan sekian," ujar calon wakil gubernur DKI Jakarta 2017 itu.

Tempuh Langkah Hukum
Sementara itu, politikus Partai Demokrat, Didik Mukrianto, mengancam Polri bila terjadi kriminalisasi Sylviana Murni, yang notabene calon Wakil Gubernur Jakarta, bersama Agus Harimurti.

Menurutnya, bila hal itu terjadi, maka Partai Demokrat tentu akan menempuh langkah hukum.
"Kita akan terus kawal pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim. Kami berharap agar pemeriksaan berjalan adil dan transparan. Apabila di dalam prosesnya nanti kami nilai ada indikasi kriminalisasi, tentu kami akan menyikapinya dengan mengambil langkah-langkah termasuk langkah hukum yang diperlukan untuk menegakkan keadilan," ujarnya.

Ia juga meminta Polri untuk bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis sesuai Pasal 28 UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia.

“Polisi sebagai pengayom dan penjamin rasa aman masyarakat harus menjaga agar pilkada bisa berjalan fair, bermartabat, luber dan Jurdil. Haram hukumnya kepolisian melakukan keberpihakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kepolisian tidak boleh melakukan pembiaran institusinya melibatkan diri, diintervensi dan dijadikan alat kekuasaan untuk memberangus lawan politik,” tambahnya. (rol/sis)