Jelang Aksi Damai 2 Desember

Kapolri Sebut Ada Agenda Makar

Kapolri Sebut Ada  Agenda Makar

JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Rencana kaum muslim di Tanah Air menggelar aksi damai pada 2 Desember mendatang di Jakarta, mendapat reaksi keras dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian.


Menurut Tito, jika ada demo lagi maka aksi itu diduga punya agenda makar.


"Kalau masih terjadi demo, apalagi menutup jalan. Saya yakin masyarakat semua cerdas, dan saya dapat informasi ini bukan lagi pada proses hukum lagi," ujar Tito dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (21/11).



Tito mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi ada upaya dan rapat-rapat khusus yang dilakukan oleh pihak tertentu. Ada indikasi agenda politik lain.



Kapolri "Dan agenda politik lain itu di antaranya melakukan makar," ujar Tito yang hadir bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

Dikatakan, polisi sudah mengetahui adanya rapat-rapat terkait rencana makar itu.

"Rapat-rapat kita tahu sudah beberapa kali dilakukan. Rapat untuk menguasai gedung DPR, rapat untuk menggerakkan massa-massa yang lain. Kita paham," ujarnya.


Menurutnya, Polisi dan TNI, siap melakukan tindakan tegas. "Bila itu terjadi kita akan lakukan tindakan tegas, saya yakin masyarakat Jakarta cinta akan ketentraman, cinta akan keamanan. Kami sepakat dengan Panglima, Polri dan TNI menjaga Jakarta menjaga Indonesia tidak ingin pecah," sambung Tito.

Seperti dirilis sebelumnya, rencana aksi damai 2 Desember tersebut disampaikan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) belum lama ini.

Menurut Panglima Lapangan GNPF MUI, yang juga Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), Munarman, aksi damai dilakukan karena Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, hingga kini belum ditahan pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Aksi damai tersebut akan dilakukan dengan salat Jumat bersama dengan posisi imam berada di Bundaran Hotel Indonesia. Sebelum salat Jumat, akan dilakukan doa bersama sepanjang Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin.

Usai jumpa pers, Kapolri Jenderal Tito Karnavian kemblai menegaskan adanya dugaan bahwa aksi 2 Desember punya tujuan terselubung. Aksi ini diduga Polri disusupi upaya menjatuhkan pemerintah.

"Ada agenda-agenda gelap terkait yang lain dalam rangka untuk menjatuhkan pemerintah," ujarnya.

Kapolri memastikan aksi yang akan digelar di Jl Jenderal Sudirman-MH Thamrin dilarang. Maklumat akan dikeluarkan Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan. "(Aksi 2 Desember di Jl Sudirman-MH Thamrin) Dipastikan dilarang," tegas Tito.

Menurut Tito, aksi damai yang diawali salat Jumat harusnya digelar di masjid-masjid. Jangan sampai menutup jalan protokol yang akan merugikan banyak masyarakat.

"Kalau mau salat Jumat di Istiqlal, Monas, Lapangan Banteng monggo. Tapi kalau di jalan raya yang menutup di jalan vital, strategis Jakarta, tidak bisa," ujarnya.

Ikut Menjaaga Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan pihaknya ikut menjaga keamanan terkait aksi unjuk rasa yang mengarah ke upaya makar. Gatot memastikan kesiapan prajurit mengadapi kelompok yang berupaya menjatuhkan pemerintahan.

"Bila ada tindakan makar, maka itu bukan tugas kepolisian saja. Itu urusan TNI juga. Saya juga sudah menyiapkan para Pangkotama (Panglima Komando Utama) menyiapkan prajurit untuk dilatih disiapkan yang sehat," ujarnya.

Ditambahkannya, TNI dan Polri bekerja sama terkait dengan pengamanan kondisi nasional utamanya Ibukota Jakarta. Koordinasi juga dilakukan untuk menyiapkan antisipasi rencana aksi damai 2 Desember yang digagas GNPF MUI.

"Kerja sama intelijen TNI dan Kepolisian untuk melihat, mencari, menemukan siapa pun yang mengajak demo baik sutradara dan aktor-aktornya. Diidentifikasi dan diyakinkan betul, apabila ada perbuatan yang melanggar hukum, mereka yang bertanggung jawab, yang mengajukan izin kepada kepolisian, mereka bertanggung jawab. Kami akan mengikuti terus 24 jam," tutur Gatot.


Pernyataan Terukur Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengimbau Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar membuat pernyataan terukur terkait agenda makar. Fadli mengaku belum mendapat informasi mengenai demo lanjutan yang berpotensi makar.

"Harus terukurlah pernyataan tersebut jangan belum apa-apa makar. Zaman sudah berubah, kadang-kadang kalau orang punya keyakinan dan mereka turun dengan keyakinan itu tidak bisa ditakut-takuti. Malah nanti orang semakin radikal," ujarnya.

Lebih lanjut, Fadli meminta Kapolri benar-benar mendalami dan mengkroscek informasi yang diterima dari intelijen.

"Jangan informasi yang masih mentah diungkap, dihayati, didalami, dikroscek kalau perlu dicegah kalau ada konstitusional. Saya kira tidak perlu diajari. Jangan mengaku-ngaku membuat orang terprovokasi," kata dia.

Soal demo lanjutan 2 Desember nanti juga dikabarkan bahwa gedung DPR akan diduduki oleh demonstran. Namun Fadli mengaku belum mendengar informasi tersebut.

"Saya enggak tahu info dari mana, di DPR semua mekanisme yang kita lakukan konstitusional. Pernyataan terukur jangan buat spekulasi kegentingan baru," tegas dia.

Fadli sendiri mengaku tidak khawatir dengan wacana demo lanjutan yang akan menduduki gedung DPR itu. Menurut Fadli ada mekanisme yang harus dipenuhi pendemo jika ingin menyampaikan aspirasinya di DPR.

"Saya kira aman-aman saja. Enggak khawatir," kata dia.

Pada demo lanjutan nanti pendemo berencana untuk salat Jumat di sepanjang Sudirman-Thamrin dan sudah dilarang oleh Kapolri. Sementara Fadli mengingatkan hak menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi.

"Kita serahkan ke dinamika yang ada pihak kepolisian akan bicara dengan tokoh GNPF MUI. Yang jelas hak untuk menyampaikan pendapat dijamin konstitusi, demonstrasi dijamin konstitusi, kita tidak ingin pelanggaran hukum dan destruktif," jelas Fadli.


Terkait tuntutan demonstrasi 4 November lalu, pemerintah sudah memenuhi permintaan demonstran dengan mempercepat proses hukum Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama. Namun, kata Fadli, masih ada ulama dan habib yang belum puas dan menuntut agar Basuki ditahan.

"Saya kira alasannya masuk akal karena hampir semua yang dituduh melanggar pasal 1 56a itu pada umumnya ditahan. Kenapa ini kok tidak. Jadi saya kira ini tuntutan yang wajar yang perlu dipertimbangkan. Karena ini kan subjektif sifatnya oleh para penyidik polri sendiri," kata dia. (bbs, dtc, kom, ral, sis)