Darurat Narkoba di Kalangan Artis

Darurat Narkoba di Kalangan Artis

Ketika berbicara tentang artis, tentu kita akan teringat dengan berbagai peran mereka di layar kaca. Kehidupan para artis memang tidak pernah luput dari per­hatian publik.

Bahkan kehidupan mere­ka juga kerap menjadi sorotan media karena dianggap akan menjadi bahan yang cukup menarik bagi para pemirsa. Sejalan dengan itu, semestinya para artis dapat menjadi panu­tan, baik dalam berperilaku dan bersikap.

Hal ini menjadi penting mengingat peran mereka sebagai publik figur yang tidak jarang memiliki fans dari berbagai lapisan masyarakat. Persoalannya sekarang adalah apakah para artis kita sudah menunjukkan perilaku dan sikap yang dapat dijadikan panutan di tengah-tengah kehidupan sehari-hari? Apakah para artis sudah me­nunjukkan perilaku yang layak diteladani? Pertanyaan demikian menjadi penting kita ajukan mengingat belakangan ini, kehidupan para artis kerap menimbulkan per­soalan. Ada sejumlah perilaku yang kurang etis dilakoni oleh para artis. Kita lihat saja misalnya belakangan ini dimana begitu banyak artis kita yang terbelit dalam kasus narkoba. yang terbaru, tertangkapnya Gatot Brajamusti menam­bah panjang daftar artis yang berurusan dengan hukum karena kasus narkoba.


Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) itu ditangkap bersama istri­nya oleh aparat Polri di salah satu kamar hotel di Mataram, NTB dengan barang bukti sabu-sabu. Penangkapan itu berlangsung tak lama setelah Gatot kem­bali terpilih memimpin Parfi. Selain istri Gatot, juga ada artis lain, yakni Reza Artamevia yang berada di kamar itu, yang dikabarkan berdasarkan hasil tes urine juga positif narkoba.

Sejumlah Faktor Kasus artis terjerat narkoba seolah tak ada habisnya. Sebab, akhir pekan lalu, polisi juga menangkap penyanyi dangdut Imam SArifin yang tengah mengonsumsi sabu. Ironisnya, penangkapan Imam tersebut adalah yang ketiga kalinya dengan kasus yang sama. Dari banyak fakta, kalangan artis seolah menjadi sasaran jaringan peredaran narkoba.

Mengapa? Ada sejumlah faktor, antara lain umumnya kalangan artis memiliki penghasilan yang besar sehingga dianggap berpotensi sebagai konsumen, memiliki pergaulan yang luas, dan yang kerap menjadi alasan adalah karena tekanan profesi. Kesibukan artis yang disi­bukkan dengan persiapan pentas atau pengambilan gambar secara maraton dengan jam kerja yang terkadang mele­bihi ukuran normal, membuat banyak artis yang mengalami tekanan.

Sebagai pelarian atas situasi itu, narkoba menjadi pilihannya. Alasan lain mengapa kalangan artis menjadi sasaran peredaran narkoba adalah karena posisinya sebagai figur publik. Banyak artis yang menjadi idola publik. Gaya hidup sang artis pun kerap menjadi panutan para penggemarnya.

Para bandar narkoba tentu berharap, gaya hidup mengonsumsi narkoba yang melanda sebagian artis juga diikuti masyarakat. Menyikapi hal tersebut, tentu berpulang pada diri artis itu sendiri. Mereka semestinya menyadari, sebagai figur publik, sepatutnya menjauhkan diri dari narkoba. Selain merugikan diri sendiri, baik dari aspek kesehatan maupun berisiko berurusan dengan hukum, hal itu juga berpotensi ditiru oleh penggemarnya.

Dengan kata lain, sang artis menu­larkan hal buruk kepada masyarakat. Poin inilah yang semestinya disadari para artis. Jangan sampai profesi mereka mendapat stigma sebagai ikon peredaran dan kon­sumsi narkoba.

Peredaran dan konsumsi narkoba di kalangan artis merupakan bagian dari situasi darurat narkoba di Tanah Air. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesem­patan telah mengirim pesan yang sangat tegas, yakni tidak ada ampun bagi kejahatan narkoba, khususnya terhadap para bandar dan pengedarnya. Ketegasan sikap pemerintah itu tercermin dari eksekusi para terpidana mati kasus narkoba yang telah dilakukan sebanyak tiga kali dalam 21 bulan usia peme­rintahan Jokowi.

Darurat Narkoba Dengan langkah tegas menghukum mati para bandar narkoba, diharapkan dapat efektif memutus mata rantai peredaran barang haram yang merusak masa depan bangsa itu. Meski dihujani protes dari para aktivis hak asasi manusia (HAM), pemerintah tak bergeming dengan keputusannya itu. Alasannya, narkoba adalah kejahatan luar biasa yang juga melanggar HAM, oleh karenanya harus diatasi dengan langkah yang luar biasa pula.

Darurat narkoba di Indonesia bukanlah alasan yang mengada-ada. Bahkan, kejahatan narkoba telah menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Hal itu tak lepas dari posisi geografis Indonesia yang sangat strategis dalam mata rantai perdagangan narkoba di dunia, ditambah jumlah penduduk besar yang menjadi pasar menggiurkan bagi mereka yang berbisnis barang haram ini.

Jika sebelumnya Indonesia hanya menjadi tempat transit narkoba, kini sudah menjadi destinasi utama. Bahkan dilihat dari skala perdagangannya, posisi Indonesia mungkin nomor tiga di bawah Ko­lombia dan Meksiko. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan, jumlah pengguna narkoba di Tanah Air yang diperkirakan mencapai 5 juta orang, atau setara dengan jumlah penduduk Selandia Baru.

Dari jumlah itu, 1,2 juta di antaranya dianggap pengguna yang sudah sangat akut, sehingga tidak memungkinkan untuk direhabilitasi. Dampak dari konsumsi narkoba, sekitar 40-50 warga Indonesia meninggal setiap hari. Artinya 1.200-1.500 orang meninggal setiap bulan, atau sekitar 14.000 pengguna narkoba di Indonesia meninggal setiap tahun.

Ironisnya, 10 persen kasus kematian narkoba di dunia ada di Indonesia. Jika diasumsikan 5 juta pecandu mengonsumsi 1 gram narkoba per hari, sedikitnya ada 5 ton narkoba yang diperdagangkan setiap hari. Di ASEAN, nilai transaksi narkoba mencapai Rp 110 triliun per tahun.

Dari jumlah itu, 43 persen ada di Indonesia. Ini menjelaskan mengapa Indonesia kini pasar yang sangat potensial bagi perdagangan narkoba di dunia, dan menjadi alasan kuat mengapa pemerintah menyatakan Indonesia darurat narkoba, dan menjadikannya sebagai kejahatan serius yang mengancam bangsa dan dunia.

Selain upaya represif berupa tindakan tegas terhadap bandar melalui peran BNN dan Polri, pemerintah juga perlu mendorong upaya rehabilitasi para pengguna narkoba. Rehabilitasi ini penting dilakukan karena kita yakin masih banyak para pencandu yang bisa diselamatkan dan diangkat dari lembah hitam narkoba.

Kalangan artis semestinya mengambil peran di dalamnya, dengan menjadi artis yang anti narkoba, bukan malah menjadi bagian dari persoalan yang diperangi.
Kita harus menyikapi darurat narkoba yang melanda artis sebagai ancaman bagi masa depan bangsa.

Bagaimanapun juga ada begitu banyak masyarakat yang mengidolakan sejumlah artis. Jika kemudian perilaku artis justru menunjukkan adanya sesuatu yang tidak baik seperti keterlibatan dalam kasus narkoba, hal demikian akan sangat berpotensi melahirkan contoh yang tidak baik. Bukan tidak mungkin masyarakat akan turut terkena imbasnya.

Belum lagi jika kemudian mengingat setiap geliat kehidupan artis, termasuk yang terbelit dalam kasus narkoba akan selalu disuguhkan media. Hal tersebut sedikit banyak akan memiliki dampak buruk bagi para pemirsa layar kaca. Untuk itulah, darurat narkoba di kalangan artis harus benar-benar dita­ngani secara serius.***