TERIMA PENGHARGAAN DOKTOR HONORIS CAUSA

JK: Ketidakadilan Dimulai dari Pusat

JK: Ketidakadilan Dimulai dari Pusat

PADANG (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tpusat. Akibatnya, muncul ketidakadilan dalam pelaksanaan otonomi daerah.ernyata gerah juga melihat semua perencanaan pembangunan harus dimulai dari.

JK Padahal, daerah pasti lebih tahu dengan kondisi daerahnya. Hal itu diungkapkan JK dalam pidatonya saat menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dalam bidang Hukum Pemerintahan Daerah dari Universitas Andalas (Unand), Senin (5/9) di Auditorium Kampus Unand Limau Manis, Padang, Sumatera Barat. Tim promotor pemberian gelar ini adalah Saldi Isra, Todung Mulya Lubis, dan Elwi Danil.

"Betapa tidak, segalanya bertumpu di Jakarta. Daerah-daerah selalu dipersepsikan sebagai bagian luar dari sistem pengambilan keputusan, yang harus mengamini segala yang diputuskan. Di sinilah hulu ketidakadilan itu dan mengalir hingga hilir," terangnya.

Pada kesempatan itu JK juga sempat menyinggung alasan dia memperjuangkan adanya otonomi daerah. Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan di daerah, JK paham betul bahwa otonomi daerah secara esensial berarti pemberian martabat dan kewenangan kepada daerah.

"Baik kewenangan dalam mengelola sumber daya alam, pengambilan keputusan, maupun kewenangan dalam membuat perencanaan dan menjalankan pembangunan," ujarnya.

Selanjutnya, JK mengatakan bahwa sebelum adanya otonomi daerah, paradigma pemerintah Indonesia adalah paradigma terbalik karena cara pandangnya membingkai pola dan mematron perilaku. Pemerintah dulu enggan memberi otonomi daerah karena khawatir hal itu akan memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa.

"Ini logika yang terbalik. Justru dengan otonomi daerah, persatuan dan kesatuan akan kokoh sebab dalam bayangan saya adalah sebuah sistem berbangsa dan bernegara yang menjamin keadilan," kata dia.

JK menyebutkan bahwa otonomi daerah (Otda) menjamin keadilan setiap wilayah. Dengan otda, maka persatuan dan kesatuan akan semakin kokoh. Sebab, otda merupakan instrumen sistem bernegara dan berbangsa yang menjamin keadilan di setiap wilayah.  

Keadilan baginya adalah kondisi saat masyarakat dapat merasa nyaman, tenteram, aman, memiliki peluang yang sama. Pelaksanaan otonomi daerah dianggap dapat mengangkat martabat masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki kesempatan yang sama. Pelaksanaan otonomi daerah juga menghilangkan sekat antara pusat dan daerah.

"Manalah mungkin ada persatuan dan kesatuan bila keadilan tidak kita semaikan. Dalam perspektif ini, bagi saya, otonomi daerah adalah masalah keadilan. Bukan sekedar masalah pengalihan administrasi dan manajemen pemerintahan," kata JK.

Dilanjutkan, kondisi geografis dan masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan otonomi daerah menjadi sebuah keharusan. Sistem sentralistik malah menyebabkan penyeragaman dan penyeragaman adalah lawan berat kemajemukan.

"Mari kita lihat sejarah. Sejak Indonesia merdeka, sejumlah pergolakan bersenjata di daerah melawan Jakarta telah terjadi. Akar masalahnya semua sama dan satu: masalah keadilan," ujarnya.

Menurutnya, orang daerah jauh lebih mengetahui wilayahnya daripada orang-orang yang berada di luar daerah itu. Oleh karenanya, daerahlah yang seharusnya memiliki kewenangan membuat perencanaan mereka sendiri. Bukannya perencanaan dibuat dari pusat.

Sementara itu, Saldi Isra menjelaskan bahwa pemberian gelar ini berdasarkan penelurusan terhadap perjuangan JK dalam mendorong pelaksanaan otonomi daerah. Perjuangan JK tercermin dalam pandangannya pada rapat paripurna ke-4 pada Sidang Istimewa MPR per tanggal 13 November 1998.
“JK kala itu menyinggung soal keadilan pembangunan dan pembagian kekayaan antara pusat dan daerah,” ungkap Saldi.

Selanjutnya peran JK pada pemulihan stabilitas keamanan di Aceh saat saat duduk sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada era Presiden Abdurrahman Wahid.

"Meski keadaan darurat diberlakukan, sebagai Menko Kesra, Jusuf Kalla berupaya memulihkan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Aceh," kata Saldi.

Peran JK semakin terlihat saat duduk sebagai Wakil Presiden pada tahun 2004. Kesepakatan Helsinki dianggap sebagai hasil yang maksimal yang dilakukan JK dengan berujung pada pemberian otonomi khusus bagi Aceh.

Selain itu, JK dianggap menginspirasi banyak pemimpin nasional, seperti pembentukan tanggap cepat penanggulangan bencana dan memajukan kepemudaan nasional.

Setelah pidato tim promotor dan pidato penerimaan gelar, Rektor Unand Tafdil Husni memasangkan salempang kepada JK, sedangkan piagam gelar doktor kehormatan diserahkan oleh Ketua Senat Unand Ardinis Arbain. Sementara itu PIN tanda alumni, dipasangkan oleh Pimpinan Alumni Unand Firman Hasan. Dengan demikian, JK resmi menjadi alumnus Unand.

Gelar doktor kehormatan tersebut merupakan ke delapan yang diraih JK. Sebelumnya, dia pernah mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Malaya (2007), Universitas Soka, Jepang (2007), Universitas Pendidikan Indonesia (2011), Universitas Hasanuddin (2011), Universitas Brawijaya (2011), Universitas Indonesia (2013), dan Universitas Syiah Kuala (2015).


Wapres JK dan Ny. Mufidah Jusuf Kalla serta rombongan tiba di bandara Minangkabau pukul 09.30 WIB, Senin (5/9). Rombongan langsung menuju ke Unand. (h/mg-sas)