UU Pilkada Disahkan

Calon Eks Napi Wajib Diumumkan ke Publik

Calon Eks Napi Wajib Diumumkan ke Publik

JAKARTA (riaumandiri.co)-DPR RI akhirnya mengesahkan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang akan menjadi acuan dalam Pilkada serentak tahun 2017 mendatang. Pengesahan dilaksanakan dalam sidang paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Kamis (2/6) di Senayan.

Sebelumnya, aturan tentang Undang-undang Pilkada tersebut termaktub dalam Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,

Calon dan Walikota atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Dalam laporannya, Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarulzaman, menyampaikan beberapa substansi dalam UU Pilkada yang akan diterapkan dalam Pilkada serentak tahun 2017 tersebut.
Di antaranya mengenai calon yang berstatus mantan narapidana wajib diumumkan ke publik.  “Adapun terkait mantan narapidana, diwajibkan untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa yang bersangkutan pernah menjadi narapidana,” jelas Rambe.  

Selain itu, tentang pasangan calon atau salah satu calon dari pasangan calon yang meninggal, diberi waktu 30 hari untuk melakukan pergantian, jika calon meninggal dunia pada waktu 29  hari sebelum pemilihan.

Sedangkan mengenai syarat untuk pasangan calon perseorangan atau independen, harus mendapatkan dukungan paling sedikit 6,5 persen dan paling banyak 10 persen dari daftar pemilih tetap. Namun verifikasi ditingkatkan verifikasi faktual dengan metode sensus melalui langkah menemui pendukung pasangan calon.

Dalam Undang-undang tersebut juga diterangkan terkait syarat dukungan pasangan calon kepala daerah dari partai politik/gabungan partai politik. Dalam hal ini, pasangan calon  
yang akan maju dalam ajang Pilkada, tetap harus mendapatkan dukungan partai politik/gabungan partai politik, sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu.

Di dalam Undang-undang ini juga diatur ketentuan, jika terjadi perselisihan kepengurusan partai politik.

"Dalam hal terjadi perselisihan, yang dapat mendaftarkan adalah kepengurusan partai politik yang telah didaftarkan serta ditetapkan di Kementerian Hukum dan HAM, termasuk setelah selesai segala upaya yang dilakukan di mahkamah partai atau sebutan lainnya dan jalur hukum melalui pengadilan,”jelas Rambe.

Wajib Mundur
Sedangkan bagi Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara (PNS/ASN), serta anggota DPR/DPD/DPRD yang mencalonkan diri dalam Pilkada, wajib mundur setelah secara resmi ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon.


Bagi calon petahana, melakukan selama masa kampanye, yaitu 3  hari setelah penetapan pasangan calon hingga 3 hari menjelang pencoblosan. Sedangkan bagi pejabat negara yang terlibat dalam kampanye pemilihan pasangan calon yang diusung, cukup mengajukan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk menghindari penyalahgunaan jabatan petahana, pejabat negara, pejabat ASN, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain. dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, serta dilarang melakukan penggantian pejabat. Terkait dua hal tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

Terhadap pelanggaran pemilihan berupa politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif, dikenakan sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon, dengan tidak menggugurkan proses pidana.

Terkait sanksi administrasi pembatalan calon tersebut, diberikan wewenang kepada Bawaslu Provinsi untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran pemilihan, yang kemudian ditetapkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam Surat Keputusan berupa sanksi pembatalan pasangan calon. Pasangan calon yang didiskualifikasi, bisa menempuh upaya hukum ke Mahkamah Agung (MA) yang putusannya bersifat final dan mengikat.

Mengenai pelantikan pasangan calon terpilih, dalam UU tersebut, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dapat melantik bupati, wakil bupati, serta walikota, dan wakil walikota secara serentak. (sam)