Batasi Buat UU

Pernyataan Presiden Jokowi tak Bijak

Pernyataan Presiden Jokowi tak Bijak

JAKARTA (riaumandiri.co)- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang menyatakan DPR tidak perlu  memproduksi UU yang banyak. Dia menilai Presiden Jokowi tidak paham dengan apa yang disampaikannya itu.

“Presiden tidak paham terhadap yang disampaikannya. Jadi harus kita tanggapi secara serius, karena pembuatan UU itu sendiri tidak saja oleh DPR, melainkan juga tergantung pemerintah,” kata Fadli Zon, dalam diskusi “Presiden Jokowi Min ta DPR Tidak Banyak Produksi UU’ di GedungDPR, Kamis (31/3).

Bahkan ulas Fadli Zon, sejumlah RUU yang diajukan ke DPR bersifat mendadak diajukan pemerintah, seperti revisi UU KPK, Pilkada dan RUU Tax Amnesty Kemudian dia juga mencontohkan, dari 46 RUU Prolegnas 2016, 13 RUU merupakan usulan pemerintah, 25 inisiatif DPR dan 2 DPD RI.

Fadli Zon mengakui DPR sebagai pembuat UU. Di negara lain diakuinya memang tidak banyak memproduksi UU. Setidaknya 2 – 5 UU, seperti di India hanya 30 % per tahun. “Persoalannya, selama ini belum ada kesepakatan dengan pemerintah untuk pengurangan UU tersebut. Kalau mau mengurangi dibicarakan dengan DPR RI,” tegas Fadli Zon.

Dia sendiri mendukung pembuatan UU disesuaikan dengan kebutuhan, kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, bukan kepentingan asing. “Kalau sampai ada asing, berarti ada pembajak hukum guna memuluskan kepentingannya di Indonesia,” tegas politisi Partai Gerindra itu.

Untuk menghindari ada kepentingan asing dalam pembuatan UU, sambung Fadli, proses pembahasan RUU  dengan melibatkan perguruan tinggi, dan sudah ada 10 PT yang terlibat sesuai keahlian bidang masing-masingdalam menyusun naskah akedemiknya.

Mengenai biaya yang dijadikan alasan presiden akibat defisit anggaran APBN Rp 270 triliun, Fadli Zon mengatakan hal itu tidak masuk akal, karena anggaran untuk DPR hanya 0,02 % dari APBN. Sedangkan untuk pemerintah mencapai 98 %.

pengamat politik tata negara dari Universitas Al-Azhar Jakarta Rachmat Bagdja menyatakan, presiden harus menyadari bagaimana negara ini dibentuk. Jika dulu kekuasaan sepenuhnya diserahkan kepada presiden, tapi kini sudah diserahkan ke DPR dan DPD.

“Presiden Jokowi mungkin lupa kalau RUU itu juga diajukan oleh pemerintah. Seharusnya, kalau mau mengurangi, pemerintah cukup mengajukan 1 sampai 5 RUU saja. Bukan 13 RUU,” jelasnya.

Karena itu dia khawatir, Presiden Jokowi selama ini tidak sepakat dengan menteri-menterinya yang mengajukan banyak RUU dalam Prolegnas. “Secara politik Presiden RI memiliki hak untuk meneken atau tidak, terhadap RUU, tapi harus mengirimkan wakilnya ke DPR, dan bukan dengan membuat pernyataan yang justru membingungkan masyarakat,” tegasnya.

Dia menilai pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak bijak, karena di sisi lain DPR dituntut untuk produktif dalam membuat UU, kualitas DPR itu tidak tergantung pada produksi UU yang dihasilkan.

“Jadi, sebelum membuat pernyataan tim presiden perlu mengkaji secara mendalam terhadap berbagai hal yang akan disampaikan ke publik,” pungkasnya.(sam)