Tentang Kartel Tarif SMS

Kominfo Pelajari Putusan MA

Kominfo Pelajari Putusan MA

JAKARTA (riaumandiri.co)- Sejumlah operator seluler dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Agung (MA) karena telah melakukan kartel tarif SMS selama 2004-2007 lalu.

 Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) memberikan apresiasi kepada MA dalam membela konsumen yang dirugikan triliunan rupiah oleh operator nakal.

"Meskipun Kominfo belum menerima adanya putusan Mahkamah Agung tersebut, pada dasarnya Kominfo selalu menjunjung tinggi dan menghormati putusan Mahkamah Agung," ujar Kahumas Kominfo Ismail Cawindu, Rabu (2/3).

Namun Kominfo belum menerima putusan lengkap kasus itu. Meski demikian, Kominfo berjanji segera mempelajari putusan MA tersebut. Ismail mengungkapkan, pihaknya bersama dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) akan senantiasa melakukan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang lagi ke depannya.

"Kominfo bersama BRTI sungguh-sungguh akan memperhatikan dan mempelajari putusan yang dimaksud dengan mengutamakan kepatuhan terhadap regulasi dan terjaminnya layanan komunikasi bagi masyarakat," ujar Ismail.

Kartel yang ditelusuri Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah tarif kartel 2004-awal 2008. Sepanjang waktu itu, pelaku operator mendapatkan gemerincing pulsa mencapai Rp133 triliun. Setelah disidik KPPU, keuntungan itu sebagian didapat hasil kartel tarif SMS yang mencapai Rp 2,8 triliun.

KPPU menjatuhkan denda kepada pelaku kartel yaitu PT Excelkomindo Pratama Tbk sebesar Rp25 miliar, PT Telekomunikasi Seluler sebesar Rp25 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia sebesar Rp18 miliar, PT Bakrie Telecom Tbk sebesar Rp4 miliar dan PT Mobile-8 Telecom Tbk sebesar Rp5 miliar.

 Putusan ini sempat dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tetapi dikuatkan kembali oleh Mahkamah Agung (MA) pada 29 Februari 2016.

"Ini juga pembelajaran bagi para konsumen yang selama ini cenderung permissive. Jika ada keberatan terhadap operator atau merasa dirugikan, maka melaporlah karena konsumen punya peran penting dalam menciptakan industri yang sehat," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid.(dtc/ara)