Menteri Saleh: Farmasi Dibuka 100 Persen untuk Tekan Harga Obat

Menteri Saleh: Farmasi Dibuka 100 Persen untuk Tekan Harga Obat

Jakarta (riaumandiri.co)-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, alasan untuk membuka sektor farmasi untuk pemodal asing hingga 100 persen dalam revisi Daftar Negatif Investasi (BNI) adalah demi menekan impor bahan baku kimia dan menekan harga obat-obatan.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, industri farmasi dibuka 100 persen untuk pemodal asing karena selama ini lebih dari 90 persen bahan baku obat-obatan diperoleh melalui impor.
"Sekarang bagaimana kita mengurangi devisa yang keluar untuk impor? Ya caranya dengan kita tarik unttuk asing membangun pabrik farmasi di dalam negeri,” ujarnya di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (15/2).

Selain itu, ia juga menjelaskan, adanya pabrik farmasi di dalam negeri bakal menekan harga jual obat-obatan. Ia menilai pada akhirnya hal itu akan baik bagi masyarakat selaku konsumen.

"Nanti kalau sudah masuk kan harga obat jadinya kan murah, nanti yang diuntungkan kan masyarakat. Tapi, kami juga tetap mendengar para pelaku usaha di dalam negeri agar kompetisinya sehat,” imbuhnya.
Sayangnya, Saleh enggan mengungkapkan pemodal asing yang sudah tertarik menanamkan uangnya di sektor farmasi tersebut. Ia mengaku belum mengetahui karena revisi DNI ini dinilai masih baru.

"Ini kan baru masih baru. Nanti mungkin di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang pegang daftarnya. Nanti kalau sudah mau memproduksi baru ke kami,” katanya.

Saleh menceritakan bahwa jajarannya sempat melakukan kunjungan ke sebuah pabrik obat-obatan di Cikarang milih perusahaan patungan antara PT Kalbe Farma Tbk dengan investor asal Korea Selatan.

"Kami melihat di Cikarang salah satu pabrik JV (joint venture) Kalbe Farma dengan pihak Korea Selatan. Dibukanya DNI akan menarik investasi, tapi kami tetap juga melindungi pengusaha dalam negeri,” katanya.
Seperti diketahui, sebanyak 14 bidang usaha di sektor kesehatan masuk dalam revisi DNI, di mana delapan di antaranya merupakan usulan bidang usaha baru.

Industri farmasi menjadi sorotan utama karena dalam rapat koordinasi tingkat menteri pada 20 Januari 2015, bidang usaha ini direkomendasikan terbuka 100 persen bagi investor asing dari sebelumnya dibatasi maksimal 85 persen.

Kementerian Kesehatan selaku pembina sektor awalnya mengusulkan industri bahan baku obat dan industri obat jadi yang menggunakan teknologi rendah hanya dibuka untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Namun, berdasarkan pertimbangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), industri bahan baku obat dibuka penuh bagi pemodal asing. Sedangkan industri bahan baku obat jadi tetap dibatasi maksimal 85 persen untuk asing.

Liberalisasi industri kesehatan juga menyasar pada industri dan penyalur alat kesehatan, jasa konsultasi bisnis dan manajemen rumah sakit, serta jasa pelayanan penunjang kesehatan.

Untuk jasa pelayanan penunjang kesehatan yang dibuka 100 persen untuk pemodal asing antara lain pelayanan ambulan, laboratorium klinik, serta medical checkup. Sebelumnya, bidang usaha ini dibatasi maksimal 67 persen bagi penanaman modal asing.(kcm/mel)Jakarta (HR)-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, alasan untuk membuka sektor farmasi untuk pemodal asing hingga 100 persen dalam revisi Daftar Negatif Investasi (BNI) adalah demi menekan impor bahan baku kimia dan menekan harga obat-obatan.

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, industri farmasi dibuka 100 persen untuk pemodal asing karena selama ini lebih dari 90 persen bahan baku obat-obatan diperoleh melalui impor.
"Sekarang bagaimana kita mengurangi devisa yang keluar untuk impor? Ya caranya dengan kita tarik unttuk asing membangun pabrik farmasi di dalam negeri,” ujarnya di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (15/2).

Selain itu, ia juga menjelaskan, adanya pabrik farmasi di dalam negeri bakal menekan harga jual obat-obatan. Ia menilai pada akhirnya hal itu akan baik bagi masyarakat selaku konsumen.

"Nanti kalau sudah masuk kan harga obat jadinya kan murah, nanti yang diuntungkan kan masyarakat. Tapi, kami juga tetap mendengar para pelaku usaha di dalam negeri agar kompetisinya sehat,” imbuhnya.
Sayangnya, Saleh enggan mengungkapkan pemodal asing yang sudah tertarik menanamkan uangnya di sektor farmasi tersebut. Ia mengaku belum mengetahui karena revisi DNI ini dinilai masih baru.

"Ini kan baru masih baru. Nanti mungkin di BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang pegang daftarnya. Nanti kalau sudah mau memproduksi baru ke kami,” katanya.

Saleh menceritakan bahwa jajarannya sempat melakukan kunjungan ke sebuah pabrik obat-obatan di Cikarang milih perusahaan patungan antara PT Kalbe Farma Tbk dengan investor asal Korea Selatan.

"Kami melihat di Cikarang salah satu pabrik JV (joint venture) Kalbe Farma dengan pihak Korea Selatan. Dibukanya DNI akan menarik investasi, tapi kami tetap juga melindungi pengusaha dalam negeri,” katanya.
Seperti diketahui, sebanyak 14 bidang usaha di sektor kesehatan masuk dalam revisi DNI, di mana delapan di antaranya merupakan usulan bidang usaha baru.

Industri farmasi menjadi sorotan utama karena dalam rapat koordinasi tingkat menteri pada 20 Januari 2015, bidang usaha ini direkomendasikan terbuka 100 persen bagi investor asing dari sebelumnya dibatasi maksimal 85 persen.

Kementerian Kesehatan selaku pembina sektor awalnya mengusulkan industri bahan baku obat dan industri obat jadi yang menggunakan teknologi rendah hanya dibuka untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Namun, berdasarkan pertimbangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), industri bahan baku obat dibuka penuh bagi pemodal asing. Sedangkan industri bahan baku obat jadi tetap dibatasi maksimal 85 persen untuk asing.

Liberalisasi industri kesehatan juga menyasar pada industri dan penyalur alat kesehatan, jasa konsultasi bisnis dan manajemen rumah sakit, serta jasa pelayanan penunjang kesehatan.

Untuk jasa pelayanan penunjang kesehatan yang dibuka 100 persen untuk pemodal asing antara lain pelayanan ambulan, laboratorium klinik, serta medical checkup. Sebelumnya, bidang usaha ini dibatasi maksimal 67 persen bagi penanaman modal asing.(kcm/mel)